TERUNGKAP Setelah 20 Tahun Referendum, Australia Tadinya Ingin Timor Leste Tetap Jadi Bagian NKRI
Dokumen Intelijen Amerika Serikat yang baru saja dideklasifikasi mengungkap sejumlah fakta terkait kerusuhan pasca Referendum Timor Leste 1999
Kabel diplomatik Australia saat itu menyebut adanya banyak bukti pada awal April 1999 bahwa militer Indonesia mempersenjatai milisi, dan itu terkait pucuk pimpinan tentara, yaitu Panglima TNI Jenderal Wiranto.
ABC telah meminta komentar dari Howard yang kabarnya tidak sedang di Australia pekan ini.
• Negara Timor Leste Rayakan 20 Tahun Referendum, Perdana Menteri Australia Hadir di Dili
• Cerita Warga Timor Leste di Australia Setelah 20 Tahun Referendum, Refleksi Perjuangan Tiga Generasi
• 20 Tahun Referendum, Ini Kondisi Terkini Warga Timor Leste yang Mengungsi ke Timor Barat di Noelbaki
Dukungan Australia untuk membentuk Interfet baru diberikan setelah hasil referendum diumumkan ketika AS mengambil langkah untuk menekan Indonesia. Juga setelah terjadi pembantaian lain di Suai.
Laksamana Tony Blair 'tekan' Jenderal Wiranto
Kabel diplomatik tertanggal 9 September 1999 dari Kedutaan AS di Canberra menceritakan pertemuan pribadi selama 40 menit antara Laksamana Dennis Blair, saat itu Komandan Pasukan Amerika di Pasifik, dengan Jenderal Wiranto.
Catatan dua lembar dari Laksamana Blair menunjukkan tekanan kepada Jenderal Wiranto untuk "menarik diri dari ambang bencana".
"Meskipun ada jaminan bahwa TNI dapat menjaga keamanan di Timor Timur, meski TNI mengirim sejumlah besar pasukan baru ke sana dan mengambil langkah luar biasa dengan memberlakukan darurat militer, Timor Timur berada dalam anarki," tulis Laksamana Blair.
"Terus memburuknya situasi tidak hanya akan menyebabkan hilangnya nyawa, tapi berpotensi merusak hubungan Indonesia dengan negara-negara lain di dunia, termasuk AS."
"Seperti yang Anda ketahui, koalisi negara-negara yang peduli, bersedia mengirim pasukan multinasional ke Timor Timur; pasukan semacam itu bertujuan menstabilkan situasi sampai MPR bersidang mendukung hasil pemilu, maka pengaturan baru akan dibuat bersama PBB."
"Seluruh dunia menyaksikan saat tragedi ini terungkap, dan kecaman internasional terhadap Indonesia semakin menyulitkan. Peluang Indonesia untuk menyelamatkan hubungannya dengan dunia tertutup dengan cepat."
Beberapa hari setelah Laksamana Blair menemui Jenderal Wiranto, Indonesia pun mengizinkan pasukan Interfet masuk ke Timtim.
Dokumen Badan Intelijen Pertahanan AS mengungkap upaya terakhir Indonesia untuk mengeluarkan Australia dari pasukan Interfet, tapi gagal.
Pasukan Interfet malah dipimpin Australia dan masuk ke Timor Leste pada 20 September 1999. Kekerasan milisi telah berkurang saat itu dan tentara Indonesia pun mulai menarik diri.
'Milisi harus dilucuti'
Salah satu kabel rahasia dari Kedutaan AS di Jakarta menunjukkan bagaimana negara itu bersikap keras terhadap Indonesia di saat misi Interfet berjalan.
Menteri Pertahanan AS William Cohen menemui Jenderal Wiranto pada 30 September 1999 untuk menekankan bahwa hubungan AS - Indonesia dipertaruhkan jalur kecuali jika kekerasan dihentikan.