Pasca Kerusuhan 22 Mei, UGM Serukan Pesan Damai, Fahmi Radhi: Keprihatinan Akademisi
Pasca Kerusuhan 22 Mei, UGM Serukan Pesan Damai, Fahmi Radhi: Keprihatinan Akademisi
Pasca Kerusuhan 22 Mei, UGM Serukan Pesan Damai, Fahmi Radhi: Keprihatinan Akademisi
POS-KUPANG.COM - Aksi massa yang berakhir rusuh 21- 22 Mei lalu menimbulkan keprihatinan di kalangan dosen Universitas Gadjah Mada ( UGM).
Merespon hal itu, dosen UGM mengirim pesan damai dan menyerukan elite politik dan seluruh elemen bangsa mempertahankan kesatuan dan persatuan bangsa.
• Setelah Diluluskan, Siswa SMAN 1 di Lombok Timur Ini Menangis lalu Peluk Kepala Sekolah
"Kami para dosen UGM menyerukan kepada para pihak, baik para elite politik dan elemen masyarakat, untuk kembali mengedepankan amanat Proklamasi 17 Agustus 1945. Marilah kembali ke nilai-nilai kejujuran, integritas dan tidak menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan," kata Rektor UGM, Prof.
Panut Mulyono saat menyampaikan deklarasi pesan persatuan dan perdamaian di Balairung, Gedung Pusat UGM, Jumat (24/5/2019).
• Mako Brimob Purwokerto Ditembak Orang Tak Dikenal, Tim Labfor Olah TKP
Dalam pembacaan pesan perdamaian ini, Rektor didampingi Prof. Koentjoro (Ketua Dewan Guru Besar), Prof. Sigit Riyanto (Dekan Fakultas Hukum), Prof. Mohtar Mas'oed (Guru Besar Fisipol UGM), Rimawan Pradiptyo dan Fahmi Radhi (Ekonom UGM).
Berpihak kepentingan bangsa Seperti diwartakan laman resmi UGM, dalam pembacaan pesan perdamaian tersebut Rektor UGM mengajak seluruh elemen masyarakat bersama-sama menanggalkan sebutan yang kurang patut kepada pihak yang memiliki aspirasi dan preferensi politik berbeda.
Selanjutnya, meninggalkan penyebaran berita bohong dan saling mendiskreditkan antar anak bangsa.
"Marilah kembali kita bersatu, menjunjung persatuan dan kesatuan serta menjunjung integritas untuk bersama-sama membangun Indonesia," ujarnya.
Dekan Fakultas Hukum, Prof. Sigit Riyanto mengatakan beberapa proses tahapan penyelenggaraan pemilu sudah selesai dengan penetapan pemenang pilpres dan pileg oleh KPU.
Namun begitu, pasca pengumuman, menurut Sigit, ada aksi massa yang berakhir rusuh sehingga ia prihatin atas kondisi tersebut.
"Saya kira ada upaya untuk mengganggu ketertiban dan upaya melakukan pelanggaran hukum yang sangat meresahkan," katanya.
Selain itu, ia mengimbau semua pihak menuruti koridor hukum, menjauhkan sikap anarki dan menjauhkan upaya menghalalkan segala cara. "Kembali pada jati diri bangsa dan berpihak pada kepentingan bangsa," katanya.
Dampak kabar bohong Mohtar Mas'oed mengatakan perbedaan pilihan politik dan identitas dalam berpolitik merupakan hal wajar, namun sebaiknya elite politik tidak menjadikan perbedaan identitas untuk memobilisasi massa apalagi menjurus sikap agresif dan anarkis.
"Pelajaran kita ke depan, mobilisasi mesti dikurangi dan dihilangkan, meski identitas tidak bisa dihilangkan, namun jangan dimobilisasi," ujarnya Ketua DGB UGM psikolog, Prof. Koentjoro menilai kerusuhan yang terjadi pada aksi massa di ibu kota dan di beberapa daerah disebabkan penyebaran berita bohong di media sosial.