Headline Pos Kupang Hari Ini
EKSKLUSIF! Tenun Ikat NTT jadi Jaminan Kredit Pegadaian
Warga yang mau menggadaikan tenun ikat cukup membawa bukti identitas diri berupa KTP atau SIM atau passpor
Penulis: Yeni Rachmawati | Editor: Alfons Nedabang
POS-KUPANG.COM | KUPANG - Kantor Pegadaian menerima tenun ikat sebagai jaminan kredit. Masyarakat dari kabupaten/kota di Nusa Tenggara Timur (NTT) sudah memanfaatkan jasa pegadaian itu untuk mendapatkan uang setelah menggadai tenun ikat miliknya. Besaran pinjaman tergantung dari nilai kain.
Prosesnya tergolong mudah. Warga yang mau menggadaikan tenun ikat cukup membawa bukti identitas diri berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau Surat Izin Mengemudi (SIM) atau Passpor.

Pimpinan Kantor Pegadaian Cabang Kupang, Anom mengungkapkan, gadai barang non emas atau barang gudang ini merupakan kebijakan nasional. Seluruh Kantor Cabang Pegadaian diminta untuk melakukan pemetaan barang-barang jaminan yang bisa diterima khususnya barang gudang, dengan mengangkat potensi masing-masing. Barang dimaksud mempunyai nilai ekonomis tinggi.
"Karena di NTT banyak sekali kain adat tenun ikat yang bernilai ekonomis tinggi, di sini tenun ikat, maka Pegadaian memakai itu," kata Anom saat ditemui di ruang kerjanya, Kamis (23/5/2019).
Ia mengungkapkan sudah banyak masyarakat NTT yang menggadaikan tenun ikat, berasal dari berbagai kabupaten/kota, di antaranya Bajawa, Sumba, Maumere, Rote, Sabu dan Timor. Dikatakannya, siapapun yang memiliki tenun ikat bisa digadai di kantor pegadaian. "Sudah sejak lama Pegadaian Cabang Kupang menerima gadai kain tenun ikat," ujarnya.

Mengenai besaran pinjaman kepada nasabah, Anom mengatakan tergantung dari nilai kain. Menurutnya, pihak Pegadaian telah melakukan survei mengenai harga tenun ikat di pasaran. "Kami mengecek langsung di lapangan ke toko-toko atau pengrajin dan kami sudah punya data yang berlaku selama tiga bulan."
Apabila nasabah membawa tenun ikat maka petugas sudah mengetahui berapa pinjaman yang akan diberikan. Ia menyebut rata-rata kredit yang diberikan kepada nasabah Rp 500.000.
"Kredit diberikan tergantung dengan kondisi barang yang masuk, minimal mulai Rp 100-500 ribu. Di Pegadaian sudah sekitar 500-an kain yang digadai. Ada nasabah yang datang membawa satu kain atau beberapa kain," sebut Anom.
Mengenai pelunasan, Anom mengatakan, pihaknya memberi waktu selama empat bulan. Namun apabila belum luna maka nasabah bisa membayar bunga dan diperpanjang lagi empat bulan.

"Kalau tidak membayar bunga atau jatuh tempo maka akan dilelang. Pengalaman kami, belum pernah ada kain tenun yang dilelang," katanya.
Kantor Pegadaian Cabang Ende juga menerima sarung adat sebagai jaminan untuk meminjam uang. Hingga saat ini sudah ada ratusan lembar sarung adat yang digadaikan warga.
Penaksir Barang Gadaian pada Kantor Pegadaian Cabang Ende, Iman Core menjelaskan, sejak satu tahun terakhir Kantor Pegadaian Cabang Ende menerima barang gadaian berupa kain sarung tenun.
"Kalau sebelumnya yang bisa digadai hanya emas dan jenis perhiasan lainnya. Namun mulai tahun 2019, Pegadain telah menerima barang gadaian berupa sarung tenun," kata Iman saat ditemui di Ende.

Menurut Iman belum banyak warga Ende yang menggadai sarung tenun. Dia menduga masyarakat belum mendapat informasi tentang pelaksanaan pegadaian dengan barang jaminan sarung tenun. "Kalau di Pulau Sumba sudah lama tenun ikat dijadikan barang jaminan, sedangkan kalau di Flores khususnya di Ende baru dua tahun terakhir ini," jelas Iman.
Iman mengatakan pelaksanaan pegadaian sarung tenun ikat hanya dipusatkan di kantor cabang, tidak di kantor unit. Dia menyebut dua alasan pegadaian sarung tidak dilaksanakan di kantor camat, yaitu karena keterbatasan ruang untuk menyimpan barang gadaian dan terbatasnya petugas taksasi.
• Amien Rais Bawa Buku People Power saat Datangi Polda Metro Jaya, Berlanjut Usai Salat Jumat
Ada dua jenis barang gadaian tenun ikat yang diterima, yakni untuk tenun ikat dari bahan pabrik diharga Rp 200 ribu, sedangkan tenun ikat bahan alami Rp 500 ribu.
"Pegadaian menghargai produk lokal juga sebagai bentuk pemberdayaan ekonomi masyarakat khususnya para ibu-ibu yang berprofesi sebagai petenun," ucap Iman.
Pengadaian Cabang Prailiu di Kabupaten Sumba Timur juga melayani pinjaman dana dengan jaminan tenun ikat. Faktor kualitas tenun ikat menjadi pertimbangannya.

"Kami kasih pinjaman tapi berdasarkan kualitas kain Sumba Timur. Kami akan lihat apa kainnya asli apa tidak? Di Sumba Timur ada kain yang asli dan ada yang semi asli. Jadi pinjaman berdasarkan itu," terang Pimpinan Cabang Pengadaian Prailiu, Meriyori R. Molana, S.Sos saat ditemui di Waingapu.
Molana menyebut tenun ikat yang digadai tidak hanya yang baru selesai ditenun, tetapi juga yang sudah dipakai warga. Ada dua golongan barang jaminan, yaitu golongan A dan B. Untuk golangan A besar pinjaman dari Rp 50.000 sampai Rp 500.000 per lembar. Sedangkan golongan B dengan besar pinjaman mencapai Rp 750.000 per lembar.
"Besarnya pinjaman untuk golongan A dan B itu semua tergantung kualitas kain. Ada juga satu-satu kain golongan B yang kita pinjamkan hingga lebih dari Rp 750 ribu. Kami juga lihat harga pasaran," ujar Molana.

Menurut Molana, pihaknya sudah sangat lama memberlakukan jaminan pinjaman dana berupa tenun ikat Sumba Timur. Apabila nasabah tidak bisa mengantikan dana pinjaman maka barang jaminan akan dilelang.
"Rata-rata pelelangannya hanya di Sumba Timur, tidak sampai ke luar daerah. Lelangnya juga tidak banyak. Ya...kebanyakan lelang juga kain yang kualitas rendah seperti kain wantes, dan kain semi asli," ujar Molana.
Penenun Senang
Kebijakan Kantor Pegadaian meminjamkan dana dengan jaminan tenun ikat diapresiasi pengrajin tenun ikat.

Perajin tenun ikat di Sumba Timur mengaku sudah menggadai tenun ikat di kantor pegadaian. Menurut penenun, Pegadaian sudah lama melayani pinjaman dana dengan jaminan tenun ikat.
"Itu (gadai tenun ikat) sudah dilakukan sejak dari dulu oleh pengadaian," kata Adriana Mbali Idi (25), pengrajin tenun ikat saat ditemui di kediamanya Kampung Kalu, Kelurahan Prailiu, Kecamatan Kambera.
Adriana mengatakan, jaminan yang diberikan pengadaian itu sangat bagus karena rata-rata di Sumba Timur banyak penenun sehingga mudah memperoleh dana tunai.
• Saat Bertengkar dengan Pasangan Jangan Sampai Lakukan 7 Hal Ini Kalau Tak Mau Hubunganmu Berantakan
"Saya tahu kalau pinjaman Rp 200-300 ribu untuk kain tidak asli. Kalau yang asli bisa pinjam Rp 1 juta. Ini semua tergantung kualitas kain. Juga ditentukan motif berupa andung (manusia aneh) dan motif mahang (hewan-hewan)," katanya.
Adriana mengatakan ada kain tenun Sumba yang asli bisa dibrandol dengan harga Rp 10 juta hingga Rp 20 juta per lembar. Sejauh ini ada yang datang membeli, namun kebanyakan sistem orderan.
Penenun lainnya, Tinggi Hamu (65) mengatakan, pinjaman dana dengan jaminan kain tenun sangat bagus. Hal itu dapat membantu masyarakat yang membutuhkan dana.

Penenun asal Desa Botof, Kecamatan Insana Kabupaten Timor Tengah Utara, Gradiana Faotlo senang dengan kebijakan inovasi dari Kantor Pegadaian. Menurut Gradiana dengan adanya kebijakan itu dapat membantu masyarakat dan para penenun, manakala mengalami kesulitan keuangan.
"Sebagai masyarakat kami sangat senang, karena nanti ketika kami butuh uang, maka hasil karya kami bisa dijadikan sebagai barang jaminan, setelah itu baru ditebus," ujar Gradiana.
• Mau Cari Handphone Baru Harga Terjangkau? Ini Deretan Handphone Canggih dengan Harga 5 Jutaan
"Uang pinjaman dari Pegadaian itu nantinya bisa dijadikan sebagai modal untuk menenun. Karena bagaimanapun untuk menenun, para penenun membutuhkan modal yang tidak sedikit," tambahnya.
Gradiana yang juga bekerja sebagai guru ini mengharapkan, pihak Pegadaian dapat menentukan standar hasil tenunan yang nantinya dapat dijadikan sebagai barang jaminan. Dengan standar yang ditentukan oleh Pegadaian maka para penenun dapat mengikutinya.

"Supaya kita bisa ikuti standar yang mereka tentukan, misalnya ukuran lainnya seperti apa sehingga kita bisa ikuti kriteria yang mereka tentukan," ujarnya.
Menurutnya, para penenun, dalam menenun memiliki model, design sendiri, serta bahan yang biasanya digunakan berbeda-beda. "Jangan sampai bahan yang kita buat dengan proses waktu yang lama dinilai kurang memuaskan oleh pihak pegadaian, yang berdampak pada kualitas hasil tenunan," imbuh Gradiana.
Dia juga meminta agar harga yang ditentukan sebagai barang jaminan lebih berbeda dari harga pasar, sehingga dapat membantu para penenun.
• Renungan Harian Katolik, Jumat 24 Mei 2019:Kasih dan Pengorbanan
"Pegadaian itukan perusahaan milik negara, supaya harga bisa lebih tinggi dari harga pasar. Selama ini harga pasar lebih rendah dan cukup mengecewakan penenun," katanya.
Gradiana mengharapkan pihak Pegadaian mempertimbangkan biaya produksi, dan biaya jeri lelah para penenun sehingga dapat menentukan harga yang menguntungkan kedua belah pihak.
Harga Pantas
Wakil Ketua DPRD Provinsi NTT, Alex Take Ofong, S.Fil mengatakan, tenun ikat NTT aset ekonomi masyarakat. Warga bisa menggadaikan dan pihak pegadaian mau menerimanya.

"Ketika pegadaian mau menerima sarung atau tenun ikat yang digadai masyarakat, maka di situ akan muncul nilai ekonomi. Jadi, dengan menggadai hasil tenunan, itu artinya mereka sadar tentang nilai atau manfaat tenun ikat," kata Alex ketika dimintai tanggapannya, Kamis kemarin.
Politisi Partai NasDem ini menjelaskan, ketika masyarakat menggadai tenun ikat dengan harapan mendapat dana/uang. Hanya saja, lanjut Alex, fenomena itu juga memberi pesan belum didesain secara benar untuk mendatangkan keuntungan dan meningkatkan pendapatan serta kesejahteraan masayarakat.
• Demi Mencerdaskan Anak di Pulau Sumba, FPPS Gelar Rapat Koordinasi, Ini Loh Temanya!
"Karena itu, DPRD NTT mendorong pemerintah baik provinsi maupun kabupaten/kota untukk memanfaatkan peluang ini dengan kebijakan yang tepat," katanya.
Lembaga-lembaga keuangan diminta untuk bersama pemerintah memanfaatkan peluang ini secara kreatif. "Kita terus mendorong kiat baik pemerintah ini, sambil tetap memotivasi masyarakat agar melestarikan tenun ikat serta menjadikannya sebagai aset ekonomi yang menjanjikan," imbuhnya.
Ketua Komisi V DPRD NTT, Jimmi WB. Sianto, SE, MM mengharapkan Pemerintah Provinsi NTT memperhatikan usaha tenun ikat yang digeluti oleh masyarakat.

Perhatian dimaksud lebih pada peningkatan kualitas tenun ikat. Menurutnya, potensi tenun ikat di NTT sangat banyak untuk dikembangkan. Apalagi memiliki beragam motif masing-masing daerah.
"Karena itu, saya minta pemerintah baik provinsi, kabupaten dan kota agar perhatikan secara serius kelompok-kelompok tenun ijat yang ada di setiap daerah. Di Kota Kupang sendiri kita dengar ada kampung tenun ikat, tapi itu juga belum mendapat perhatian serius," kata Jimmi.
Jimmi yang juga merupakan salah satu pencinta tenun ikat ini menjelaskan, untuk meningkatkan usaha para penenun maka pemerintah perlu juga melakukan pendampingan.
• Jimmi Sianto Sebut Dirinya Pecinta Tenun Ikat NTT
"Saya lihat masih ada kendala, yakni soal kualitas tenun ikat, seperti masih ada yang luntur dan lain sebagainya. Jika pemerintah mau kembangkan tenun ikat, maka yang diperhatikan juga adalah mutu/kualitas tenun ikat" katanya.
Mengenai tenun ikat yang digadai, Jimmi mengatakan, kondisi itu juga merupakan salah satu persoalan, meski dari sisi lain bahwa pegadaian mau menerima barang tersebut sebagai jaminan dan masyarakat mendapat dana.
"Tapi ini juga bisa terkesan bahwa pasaran tenun ikat yang belum mampu menerima hasil tenunan masyarakat. Bisa juga karena mutu tenun ikat sehingga kalah bersaing. Karena itu, sekali lagi saya minta ini harus jadi perhatian pemerintah daerah," ujarnya.
Penaksir Kompeten
Ketua Program Studi Tenun Ikat Fakultas Sains dan Teknik Undana Kupang, Arie Kale Manu, ST, MT menyabut baik inovasi Pegadaian yang menjadikan tenun ikat sebagai jaminan.

"Saya sangat mendukung inovasi tersebut. Di samping mendukung program pemerintah, inovasi ini juga mendukung nilai budaya dan tentunya mendukung ekonomi masyarakat. Melalui inovasi tersebut dapat membuat masyarakat lebih menghargai tenun ikat karena tenun ikat akan memiliki nilai ekonomis tinggi sebab bisa digadaikan," kata Arie Kale.
Namun demikian, lanjutnya, pihak Pegadaian harus mengakomodir semua tenun ikat di NTT dan memiliki penaksir tenun ikat yang berkompeten. Sama seperti emas yang biasanya digadaikan masyarakat, ada penaksir yang berkompeten untuk memperkirakan kandungan karat dari emas tersebut.
• Wah! Nama Jimin BTS Ternyata Sering Disebut dalam Dialog di Beberapa Film Korea Ternama Ini
"Jadi harus ada penaksir yang tahu tentang kualitas kain, warna, motif dari kain tenun. Itu penting sehingga diberikan harga yang pantas. Jika hal tersebut tidak dilakukan, saya mengkhawatirkan akan terjadi kecemburuan sosial karena hanya beberapa tenun ikat yang diakomodir dan harga dari tenun ikat yang dirasa tidak menguntungkan masyarakat," ujarnya.
Apabila perajin tenun ingin meningkatkan nilai jual dari tenun ikat maka harus berinovasi baik dari segi bahan dan motif tenun ikat.

Arie Kale mengungkapkan, saat ini pihaknya mengembangkan dua jenis tenun ikat, yakni tenun ikat dengan inovasi terbaru yang memiliki kain halus dan ringan serta tenun ikat tradisional yang cukup berat saat dikenakan.
Jadi kami tetap kembangkan keduanya. Dan, motifnya kami pakai juga motif yang inovasi sehingga bisa digunakan oleh anak muda.
"Saya menilai perkembangan tenun ikat semakin maju. Hal tersebut dapat dilihat dari tenun ikat yang sering digunakan dalam acara formal maupun non formal," katanya.
Apalagi dengan program pemerintah yang mendukung dan mengkampanyekan tenun ikat saya pikir perkembangan tenun ikat akan semakin baik. Hal yang membuat tenun ikat semakin mahal harganya adalah bahan tenun ikat dan motifnya.
• Ambulans Partai Gerindra Penuh dengan Batu saat Aksi 22 Mei, Kok Bisa? Ini Pengakuan Sang Sopir
• Amien Rais Bawa Buku People Power saat Datangi Polda Metro Jaya, Berlanjut Usai Salat Jumat
Dia mencontohkan tenun ikat dari Sumba berbahan kapas yang dipintal dan pewarnaan pun menggunakan bahan-bahan alami serta proses pembuatannya mendetail.
Dari segi harga, kata Arie Kale, tenun ikat dari wilayah Sumba memiliki harga yang cukup tinggi berkisar Rp 8 juta sampai Rp 25 juta. Sedangkan harga tenun ikat dari daerah lainnya di NTT berkisar Rp 1 juta hingga Rp 4 juta.
"Mungkin agak lebih mahal motif Insana, Kabupaten TTU karena teknik tenun yang mendetail dan unik serta warna yang banyak disukai pembeli," ujar Arie Kale. (yenrom/rob/mm/yel/ii)