Seorang Siswi SMP di Pontianak Luka Fisik dan Psikis Setelah Dikeroyok Gerombolan Siswa SMA

Seorang siswi Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) di Kota Pontianak, sebut saja AU (14), menjadi korban pengeroyokan sejumlah siswi SMA.

Editor: Agustinus Sape
TRIBUN PONTIANAK/ANESH VIDUKA
Seorang siswi SMP di salah satu sekolah di Pontianak sempat diperiksa di Unit Radiology,RS Mitra Medika,karena diduga menjadi korban pengeroyokan 12 siswi SMA di Pontianak beberapa hari lalu. 

Kerusakan Moral

Pengamat Pendidikan Untan, Dr Aswandi menilai memang yang terjadi harus kita akui dan tidak boleh kita tutupi bahwa telah terjadi kerusakan akhlak dan mental karakter anak kita.

Selama ini kita selalu menutupi itu. Nah sudah terungkap dan kejadian seperti yang terjadi kali ini baru kita pada bilang bahwa memang ada.

Persoalannya mengapa kita tidak bisa mengatasinya, salah satunya karena selama ini kita menutupi itu. Sekalipun kita mengungkapkan itu, tapi tidak pada akar persoalannya.

Kita memang sering mendengar berita kekerasan dalam pendidikan, bahkan hampir setiap hari di berbagai media atau diomongkan di masyarakat. Tapi itu hanya yang ada di permukaan.

Kasus pelajar membuat kriminal, memerkosa, memukul dan sebagainya ini menunjukkan ada hal yang salah dalam pendidikan itu, namun yang dibicarakan hanya kasusnya.

Kita tidak membicarakan mengapa mereka berkelahi, mengapa mereka membuat kriminal, anak seperti apa yang berkelahi dan membuat kriminal itu.

Memang harus kita akui, selama ini belum sampai di sana pembahasan kita.

Ibaratnya baru membicarakan dan melihat kasus di hilirnya saja, tapi tidak melihat di hulunya. Itulah kesalahan kita selama ini. Kita selalu ingin menyelesaikan masalah, bukan pada apa sebenarnya yang terjadi dan penyebabnya.

Istilahnya, sudah rumah terbakar baru kita bergerak memindahkan barang. Sementara rumah belum terbakar, kita tidak pernah peduli bagaimana rumah itu tidak terbakar.

Pemerintah atau kita semua harusnya serius dalam menangani persoalan yang ada di dalam pendidikan ini. Jangan hanya dianggap angin lalu dan menyelesaikan persoalan hilirnya saja.

Ini seperti fenomena gunung es, kemungkinan masih banyak yang belum muncul di permukaan.
Kepribadian anak didik kita harus kita akui sudah rusak atau Sprite Personality. Maka dalam mengurus moral, mengurus karakter anak jangan hanya sekadar formalitas.

Sekarang hanya formalitas, persoalan administratif saja. Sehingga tidak betul-betul dipahami apa yang terjadi.

Kalau mau membenahi maka semua elemen harus dilibatkan, polisi tidak mampu sendiri, harus didampingi psikolog, didampingi orang pendidikan, didampingi orang sosial lainnya.

Persoalan ini sangat kompleks, bukan hanya karena melihat di media sosial.

Saat ini juga ada sesuatu yang hilang, termasuk keluarga. Anak belajar dari apa yang ada di keluarganya, bisa saja keluarga lalai. Sebab batasan orangtua melihat pendidikan anaknya hanya berkaca dari nilai raport dan hasil ujian semata, tapi kurang memperhatikan karakternya.

(tribunpontianak.com)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved