Seorang Siswi SMP di Pontianak Luka Fisik dan Psikis Setelah Dikeroyok Gerombolan Siswa SMA

Seorang siswi Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) di Kota Pontianak, sebut saja AU (14), menjadi korban pengeroyokan sejumlah siswi SMA.

Editor: Agustinus Sape
TRIBUN PONTIANAK/ANESH VIDUKA
Seorang siswi SMP di salah satu sekolah di Pontianak sempat diperiksa di Unit Radiology,RS Mitra Medika,karena diduga menjadi korban pengeroyokan 12 siswi SMA di Pontianak beberapa hari lalu. 

Seorang Siswi SMP di Pontianak Trauma Fisik dan Psikis Setelah Dikeroyok Gerombolan Siswa SMA

POS-KUPANG.COM, PONTIANAK - Seorang siswi Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) di Kota Pontianak, sebut saja AU (14), menjadi korban pengeroyokan sejumlah siswi SMA.

Akibatnya, gadis remaja ini mengalami luka-luka fisik hingga trauma psikis serius. Saat ini siswi tersebut masih mendapat perawatan di rumah sakit swasta Pontianak.

Peristiwa yang terjadi pada 29 Maret 2019 ini sempat viral di media sosial hingga memantik keprihatianan Wali Kota Pontianak, Edi R Kamtono.

"Ini sudah viral dan saya berharap kepolisian dan Dinas Pendidikan serta sekolah melakukan investigasi penyebab dari pengeroyokan itu,” kata Edi Kamtono, Senin (8/4/2019).

Menurutnya, kejadian semacam ini membuat pendidikan di Kota Pontianak tercoreng dengan ulah tidak terpuji pelajar yang rata-rata masih anak-anak di bawah umur. Pelajar sudah membuat genk dan bertindak kriminal, apalagi sampai menimbulkan korban traumatik mendalam.

"Saya kemarin sempat membesuk korban sisiwi SMP tersebut di rumah sakit. Saya mendengar cerita dari orangtuanya bahwa penganiayaan yang dilakukan pelajar SMA ini sungguh keterlaluan. Sampai ada hal yang tidak sepatutnya dilakukan oleh seorang pelajar, oleh sebab itu kasus harus dituntaskan bersama Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) sehingga korban dan pelaku bisa didampingi," tukas Edi.

Edi menegaskan akan melakukan pembinaan dan sosialisasi terus pada bidang pendidikan, orangtua agar peristiwa semacam ini tidak terulang lagi.

"Gejala-gejala yang dilakukan pelajar ini dapat memberikan dampak negatif, terutama korban. Kita harapkan tidak terulang lagi kasus seperti ini. Mereka juga merupakan anak di bawah umur, maka perlu investigasi secepatnya agar dapat diambil langkah dalam memberikan pembinaan," tambahnya.

Namun, menurut Edi, pelaku harus diberikan efek jera dan edukasi agar peristiwa ini tidak akan terulang kembali di Pontianak.

Edi mengaku sangat prihatin terhadap kebrutalan pelajar SMA tersebut. Sebab mereka melakukan penjemputan korban di rumah kakeknya dan dibawa ke jalan yang sepi kemudian dianiaya dengan brutal.

"Bahkan yang membuat kita miris, pelaku melakukan penjemputan korban dan terjadi penganianyaan hingga korban mengalami trauma psikis," imbuh Edi Kamtono.

Di era digital ini, Edi harapkan juga pada orangtua untuk mengawasi anak-anaknya dalam menggunakan media sosial.

"Ini sangat sering terjadi di media sosial, mem-bully, memfitnah dan sebagainya. Maka peran orangtualah yang harus mengontrol anak-anak mereka," pungkasnya.

Unit Radiology, Rumah Sakit Mitra Medika, Pontianak, Senin (8/4/2019). Seorang siswi SMP di salah satu sekolah di Pontianak sempat diperiksa di Unit Radiology,RS Mitra Medika,karena diduga menjadi korban pengeroyokan 12 siswi SMA di Pontianak beberapa hari lalu.
Unit Radiology, Rumah Sakit Mitra Medika, Pontianak, Senin (8/4/2019). Seorang siswi SMP di salah satu sekolah di Pontianak sempat diperiksa di Unit Radiology,RS Mitra Medika,karena diduga menjadi korban pengeroyokan 12 siswi SMA di Pontianak beberapa hari lalu. (TRIBUN PONTIANAK/ANESH VIDUKA)

KPPAD

Komisi Perlindungan dan Penanganan Anak Daerah (KPPAD) Kalbar siap melakukan pendampingan terhadap 12 tersangka siswa SMA dan korbannya seorang siswi SMP tersebut.

Ditemui saat konprensi pers, Wakil Ketua KPPAD Kalbar, Tumbur Manalu menceritakan kronologi kejadian penganiayaan tersebut.

Ia menuturkan, kejadian bermula saat korban dijemput oleh salah satu oknum di kediaman kakeknya. Oknum siswi pelajar SMA ini meminta korban mempertemukan dengan kakak sepupunya, yang berinisial PO, dengan alasan ada yang ingin dibicarakan. AU yang tidak mengenal para oknum menyanggupi hal itu hingga AU bertemu dengan kakak sepupunya.

Setelah bertemu kakak sepupunya, yang jemput tadi ternyata tak sendiri. Ada empat tersangka menggiring AU dan PO ke tempat sepi di Jalan Sulawesi. Kakak sepupu korban kemudian terlibat baku hantam dengan oknum berinisial DE.

“Tiga teman DE melakukan kekerasan terhadap AU, dengan melakukan pem-bully-an, penjambakan rambut, penyiraman air, hingga membenturkan kepala korban ke aspal, dan menginjak perut AU,” terang Tumbur.

Setidaknya, ada tiga oknum siswi yang diduga melakukan kontak fisik dengan korban AU. Namun di lokasi kejadian setidaknya terdapat sembilan siswi lain yang menyaksikan kejadian tersebut, sambil tertawa, tanpa berupaya menolong korban.

Korban dianiaya di dua lokasi, selain di Jalan Sulawesi, korban juga dianiaya di Taman Akcaya hingga kedua korban ditinggalkan begitu saja oleh para oknum siswi SMA gabungan ini.

"Korban merasa terintimidasi sehingga tak berani melapor, namun setelah dilaporkan pada pihak kepolisian, pada hari itu langsung ada proses mediasi di Polsek Pontianak Selatan dan proses sidiknya terhadap para pelaku masih berjalan," tambahnya.

Tumbur Manalu menuturkan, berdasarkan keterangan dari para pelaku, target mereka bukanlah korban namun PO, kakak sepupu korban.

"Permasalahan awal karena masalah cowok (pacar). Menurut infonya, mantan pacar kakak sepupu korban ini sekarang pacaran dengan oknum pelaku penganiayaan ini. Mereka ribut di media sosial, saling komentar sehingga pelaku menjemput korban karena kesal terhadap komentar itu," terangnya.

KPPAD berharap persoalan ini dapat diselesaikan secara kekeluargaan, karena dengan adanya proses hukum akan memberikan dampak kemudian hari pada mereka yang masih anak di bawah umur.

Ketua KPPAD Kalbar, Eka Nurhayati Ishak menyatakan akan mencari jalan tengah penyelesaian terhadap kasus tersebut. Mengingat baik korban maupun pelaku sama-sama masih di bawah umur.

Eka menjelaskan, pihaknya menerima pengaduan pada 5 April, sekira pukul 13.00 WIB, di mana korban didampingi oleh ibunya menyampaikan bahwa korban menerima kekerasan fisik yang menyebabkan anaknya menjadi trauma psikis.

"Si korban ditendang, dipukul, diseret sampai kepalanya dibenturkan di aspal dan ada pengakuan bahwa perbuatan pelaku juga pada bagian vital korban," ucap Eka.

Akibat perlakuan brutal dari para pelajar yang berasal dari berbagai sekolah itu, Eka menjelaskan korban mengalami muntah kuning dan saat ini opname/dirawat di salah satu rumah sakit swasta Kota Pontianak.

"Menurut pengakuan korban, pelaku utama itu ada tiga, NE, TP, dan NZ dan sembilan lainnya hanya ikut-ikutan saja. Ini semua anak SMA di Kota Pontianak . Sedangkan korban inisial AU, usia 14 tahun siswi SMP negeri di Kota Pontianak," jelasnya.

KPPAD juga melakukan koordinasi dengan pihak sekolah, setidaknya pelaku pengeroyokan berasal dari tiga sekolah berbeda. Eka berharap penanganan persoalan ini jangan sampai merugikan satu pihak, karena korban maupun pelaku masih di bawah umur.

"Kami berusaha semaksimal mungkin agar kasus ini jangan sampai ke ranah pengadilan. Anak-anak ini masih di bawah umur, sama sama memperoleh hak yang sama yaitu berhak dilindungi oleh UU Nomor 35 Tahun 2014," tegasnya.

Selain itu, KPPAD ingin menekankan kembali di dalam UU SPPA Nomor 11 tahun 2011, bahwa bagimana pun agar dapat memblurkan dan tidak membuka identitas secara langsung, karena ini sudah viral di media sosial, jangan sampai ada bully yang terjadi dan dialami oleh pelaku.

KPPAD akan memberikan pendampingan untuk korban, pendampingan yang diberikan berupa hipnoterapis dan akan menyusul fisikologklinis untuk pendampingan trauma healing-nya.

"Untuk pelaku juga akan kami berikan pendampingan yang sama," sebutnya.

KPPAD juga memberikan pendampingan, jangan sampai pelaku dikeluarkan dari sekolah. Sebab mereka mempunyai hak terhadap pendidikan mereka. 

Jalur Hukum

Keluarga AU, korban penganiayaan sejumlah pelajar SMA, masih terlihat syok. Mereka memilih bungkam ketika hendak dikonfirmasi.

Korban AU saat ini mengalami perawatan intensif di Rumah Sakit Mitra Medika untuk menjalani rontgen untuk memeriksa tengkorak kepalanya karena dibenturkan pada aspal dan trauma bagian dada akibat mengalami aniaya.

Seorang keluarga korban mengatakan AU sekarang semakin depresi, tertekan, traumatik, terus psikisnya sudah terkena. Bahkan korban yang mengidap penyakit asma ini juga kerap mengigau seolah-olah masih dalam penganiayaan, akibat tingkat trauma yang tinggi.

Keluarga bersikukuh akan tetap melanjutkan permasalahan ini ke jalur hukum, untuk memberikan efek jera bagi para pelaku. Keluarga korban juga menolak upaya mediasi yang ingin dilakukan oleh para oknum.

“Saya maafkan dia, anak-anaknya. Tapi untuk proses hukum harus berlanjut,” ujar keluarga korban.

Saat dikonfirmasi, Kanit PPA Polresta Pontianak, Iptu Inayatun Nurhasanah menyatakan pihaknya baru saja menerima limpahan berkas kasus tersebut dari Polsek Pontianak Selatan.

"Penanganan dari PPA akan terus berlanjut, kita baru mendapatkan limpahan berkas dari Polsek Pontianak Selatan,"ucap Inayatun. PPA Polresta Pontianak akan memanggil orangtua korban untuk melakukan penyelidikan lebih lanjut. "Kita akan lakukan pendalaman dan penyelidikan terhadap kasus ini," pungkasnya.

Kerusakan Moral

Pengamat Pendidikan Untan, Dr Aswandi menilai memang yang terjadi harus kita akui dan tidak boleh kita tutupi bahwa telah terjadi kerusakan akhlak dan mental karakter anak kita.

Selama ini kita selalu menutupi itu. Nah sudah terungkap dan kejadian seperti yang terjadi kali ini baru kita pada bilang bahwa memang ada.

Persoalannya mengapa kita tidak bisa mengatasinya, salah satunya karena selama ini kita menutupi itu. Sekalipun kita mengungkapkan itu, tapi tidak pada akar persoalannya.

Kita memang sering mendengar berita kekerasan dalam pendidikan, bahkan hampir setiap hari di berbagai media atau diomongkan di masyarakat. Tapi itu hanya yang ada di permukaan.

Kasus pelajar membuat kriminal, memerkosa, memukul dan sebagainya ini menunjukkan ada hal yang salah dalam pendidikan itu, namun yang dibicarakan hanya kasusnya.

Kita tidak membicarakan mengapa mereka berkelahi, mengapa mereka membuat kriminal, anak seperti apa yang berkelahi dan membuat kriminal itu.

Memang harus kita akui, selama ini belum sampai di sana pembahasan kita.

Ibaratnya baru membicarakan dan melihat kasus di hilirnya saja, tapi tidak melihat di hulunya. Itulah kesalahan kita selama ini. Kita selalu ingin menyelesaikan masalah, bukan pada apa sebenarnya yang terjadi dan penyebabnya.

Istilahnya, sudah rumah terbakar baru kita bergerak memindahkan barang. Sementara rumah belum terbakar, kita tidak pernah peduli bagaimana rumah itu tidak terbakar.

Pemerintah atau kita semua harusnya serius dalam menangani persoalan yang ada di dalam pendidikan ini. Jangan hanya dianggap angin lalu dan menyelesaikan persoalan hilirnya saja.

Ini seperti fenomena gunung es, kemungkinan masih banyak yang belum muncul di permukaan.
Kepribadian anak didik kita harus kita akui sudah rusak atau Sprite Personality. Maka dalam mengurus moral, mengurus karakter anak jangan hanya sekadar formalitas.

Sekarang hanya formalitas, persoalan administratif saja. Sehingga tidak betul-betul dipahami apa yang terjadi.

Kalau mau membenahi maka semua elemen harus dilibatkan, polisi tidak mampu sendiri, harus didampingi psikolog, didampingi orang pendidikan, didampingi orang sosial lainnya.

Persoalan ini sangat kompleks, bukan hanya karena melihat di media sosial.

Saat ini juga ada sesuatu yang hilang, termasuk keluarga. Anak belajar dari apa yang ada di keluarganya, bisa saja keluarga lalai. Sebab batasan orangtua melihat pendidikan anaknya hanya berkaca dari nilai raport dan hasil ujian semata, tapi kurang memperhatikan karakternya.

(tribunpontianak.com)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved