BREAKING NEWS: Sampah Menumpuk di Trotoar Depan Kantor Gubernur NTT Lama
Sampah menumpuk di trotoar Jl. Basuki Rahmat, Naikolan, depan Kantor Gubernur Lama Provinsi Nusa Tenggara Timur
Penulis: Laus Markus Goti | Editor: Rosalina Woso
Sampah Menumpuk Di Trotoar Depan Eks Kantor Gubernur NTT
POS-KUPANG.COM | KUPANG - Sampah menumpuk di trotoar Jl Basuki Rahmat, Naikolan, depan Kantor Gubernur Lama Provinsi Nusa Tenggara Timur, Senin (11/3/2019).
Pantauan POS-KUPANG.COM, sekitar pukul 08.00 Wita, sampah-sampah yang menumpuk tersebut bermacam-macam, ada kresek, botol minuman, kertas, daun, dahan dan ranting pohon.
Dua tong sampah di dekat trotoar, penuh dengan sampah. Bahkan, tong sampah berwarna hijau tua tersebut hampir tidak kelihatan karena tumpukan sampah yang menggunung di sekitar tong sampah.
Sejumlah pengendara dan pejalan kaki yang melintas di ruas jalan tersebut hanya melirik dan berlalu begitu saja.
Sementara itu, di depan Kantor Gubernur Lama, yang kini menjadi Kantor Dinas Pekerjaan Umum Provinsi NTT, para pegawai tampak asyik bercerita.
• BUMN Buka Lowongan Besar-besaran Berikut Syarat Ketentuan Tes dan Juga Besaran Gaji D3 Hingga S2
• TNI Dorong Warga Rajin Buat Nasi Jagung
• Kesaksian Warga: Pemuda Pembunuh Ibu Kandung di Gresik Diduga Alami Gangguan Jiwa
• Pasien RSB Drs Titus Uly Kaget Saat Angin Kencang Menyapu Atap Ruang Rawat Inap
Beberapa warga yang ditanyai soal keberadaan sampah-sampah tersebut enggan berkomentar dan hanya menggelengkan kepala.
Ancam Tutup Hotel
Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat mengeluarkan pernyataan akan membongkar Hotel Sotis karena jarak bangunan hotel ke arah pantai telah menyalahi aturan.
Gubernur menginginkan agar antara air laut dengan fisik bangunan gedung berjarak 100 meter.
Menanggapi hal itu, Pengamat Tata Ruang Kota Kupang, Don Arakian, mengatakan bahwa kasus yang terjadi di sepanjang pantai pasir panjang, aturannya tidak seperti itu.
"Aturannya tidak seperti itu. Dulu waktu kasus M Hotel, saya pernah diundang untuk diskusikan soal itu. Saya bilang, persoalannya bukan pada pemberi izin didirikannya hotel itu," ujarnya.
Kasus ini, katanya, dimulai sejak dibangunnya Hotel Kristal. "Sejak itu, tata ruang kota ini sudah kacau. Aturannya, Tata Ruang Tingkat Kota merujuk pada UU 26 tahun 2007 tentang Tata Ruang. Dalam UU itu, diatur dua hal. Daerah konservasi dan daerah budidaya," jelasnya.
"Daerah konservasi adalah daerah yang tidak boleh diapa-apakan. Kalaupun membangun, itu dibatasi. Daerah mana saja yang disebut konservasi? Itu sempadan pantai. Kalau bicara sempadan pantai, kita gunakan UU KSDA. Dalam UU itu, yang disebut sempandan pantai adalah jarak seratus meter dari pasang tertinggi ke darat. Sepanjang 100 meter itu tidak boleh diapa-apakan. Begitu juga sempadan sungai atau kali," imbuhnya.
Pertanyaannya, sambungnya, kenapa sejak dibangun Hotel Kristal dan diikuti hotel lainnya, tidak ada yang melarang.