Renungan Harian Kristen Protestan

Bukan Dunia yang Kiamat, Kamulah yang Kiamat Karena Ulahmu!

Namun yang tidak bisa kita pastikan adalah kapan kiamat itu terjadi dan dengan cara bagaimanakah kiamat itu akan terjadi?

Editor: Ferry Jahang
Dok Pribadi
Dr. Messakh Dethan 

Sikap solider ini ditunjukkan oleh sang penulis sendiri, dimana ia juga turut dihukum dan dibuang ke Pulau Patmos (Wahyu 1:9 9 Aku, Yohanes, saudara dan sekutumu dalam kesusahan, dalam Kerajaan dan dalam ketekunan menantikan Yesus, berada di pulau yang bernama Patmos oleh karena firman Allah dan kesaksian yang diberikan oleh Yesus.).

Si penulis mengajak mereka untuk berpikir positif dalam penderitaan mereka dan melihat makna iman di balik situasi yang sulit itu.

Penderitaan itu dipandang bagaikan emas yang dimurnikan dalam api (Wahyu 13:16).

Sikap positif yang dibangun orang Kristen pada abad pertama dan kedua inilah yang membuat agama Kristen tetap eksist dan berkembang bahkan ke seluruh dunia.

Karena penyertaan Roh Kudus maka agama Kristen, justru ketika dianiaya malah makin berkembanng. Semakin ditebang justru semakin merambat.

Menarik untuk kita dalami apakah sebetulnya yang dikatakan oleh Yohanes dalam ayat 1 dan 2?

Di sini Yohannes berbicara tentang suatu kota yang maha Indah, yaitu kota Yerusalem baru yang turun dari sorga.

Kota Allah ini dikatakan kudus (bnd. 3:12) dan diperuntukan bagi mereka yang setia mempertahankan imannya.

Kota ini turun dari surga, dan dalam kota itu kebebasan dan perdamaian Kristus tercipta di dalamnya.

Sebagai lawan dari kota Yerusalem baru ini adalah kota Yerusalem yang bersifat duniawi, dimana dalam tulisan-tulisan Kristen menyebutnya sebagai tempat hukum dan malah perlawanan terhadap Yesus (misalnya (Gal. 4:21-31, Ibr. 11:10, 12:22).

Di kota Yerusalem Yesus diadili untuk dihukum mati. Juga kota ini sebagai lawan terhadap mega stadt Rom pada waktu itu yang disebut oleh Yohanes sebagai Babilon.

Apakah artinya bagi Johanes ketika ia menulis tentang langit dan bumi dan baru? Masalah ini memancing perdebatan yang hangat dalam ilmu penafsiran.

Apakah maksudnya langit dan bumi yang pertama akan berlalu? Apakah kita mengartikannya bahwa langit dan bumi akan berlalu dan dihancurkan?

Pertanyaan-pertanyaan ini sangat penting, karena hal ini juga berkaitan dengan pandangan dan ajaran gereja tertentu bahwa dunia ini akan dihancurkan oleh Allah.

Apakah benar bahwa pada pengadilan terakhir Allah akan menciptakan bola bumi yang baru?

Sepintas lalu model penafsiran yang demikian mendasarkan pemahamannya pada kesaksian Alkitab dalam Perjanjian Lama (PL) maupun Perjanjian Baru (PB).

Memang banyak bagian PL seakan-akan berbicara tentang kehancuran langit dan bumi (mis. Mazmur 102:26; Jesaja 34:4,51:6).

Begitu juga dalam PB misalnya dalam (2.Pet 3:7,10-13) dikatakan bahwa pada akhir zaman langit dan bumi akan dihancurkan oleh api dan akan ganti dengan langit dan bumi yang baru.

Yesus sendiri katakan bahwa langit dan bumi akan berlalu tetapi Firmanku akan selama-lamanya.

Akan tetapi kutipan-kutipn dari Alkitab dan dilepaskan dari konteksnya tidaklah cukup kuat membuktikan bahwa bumi akan dihancurkan oleh Allah sendiri.

Sebab ketika Yesus mengatakan bahwa bumi akan berlalu, tetapi FirmanNya tidak berlalu itu tidak berarti bahwa Ia sedang berbicara tentang kehancuran bumi oleh Allah, namun ia mau menekankan keutamaan dari Firman Allah.

Bahwa jikalau dibandingkan bumi dengan Firman Allah, maka Firman Allah jauh lebih utama, karena segala sesuatu diciptakan menurut Firmannya (Kejadian 1 dan 2). Itulah maksudnya.

Saya yakin bahwa banyak yang menafsirkan teks alkitab lepas dari konteksnya. Dalam tradisi kitab PL tidak dikatakan bahwa Allah akan menghancurkan langit dan bumi yang telah ia ciptakan sendiri.

Dalam kitab Kejadian kita lihat bahwa kendatipun Allah menghukum manusia karena kejahatannya dengan airbah, tetapi toh kembali ia memulihkan langit dan bumi yang sama itu, dan menjamin kelangsungannya dengan janjinya kepada nabi Nuh (lihat Kej, 5:29 dst.).

Karena itu kalau kita mau memahami apa maksud Yohanes dengan langit dan bumi yang baru, kita tidak boleh melepaskan dari konteksnya.

Pertanyaannya adalah, apakah yang Yohanes maksudkan adalah kehancuran total dari bumi? Dan digantikan dengan bumi yang baru? Ataukah langit dan bumi yang lama itu hanya diperbaharui dalam arti direnovasi.

Jürgen Rolof, salah seorang penafsir Jerman yang terkenal, mengatakan bahwa yang Yohanes maksudkan adalah kehancuran total dari bumi, dan penciptaan bumi yang baru.

Langit dan bumi yang lama itu akan hilang lenyap selamanya, dan Allah akan menciptakan yang baru sama sekali.

Sehingga kata Rolof, itu akan menggenapi apa yang Yesaya katakan dalam Jes. 65:17. (bnd. Jes. 66, 22; 4 Esr. 7:29 ff.). Hal ini juga di dukung oleh para penafsir yang lain.

Akan tetapi saya tidak setuju dan meragukan model penafsiran yang demikian. Bagi saya apa yang Yohanes maksudkan, kalau kita melihat konteks kitab Wahyu secara menyeluruh, adalah tentang pemulihan dan renovasi dari langit dan bumi yang lama itu.

Hal ini didukung juga dari kitab PB yang lain misalnya dalam Roma 8:19-22; Kisah 3:21; Matt. 19:28.

Dalam Surat Roma Rasul Paulus berbicara tentang pemulihan dari ciptaan yang lama itu. Yesus dalam Injil Matius berbicara tentang regenerasi.

Ajaran PL menekankan bahwa tanah Israel yang dijanjikan Allah itu, bersifat kepemilikan kekal dan juga berbicara tentang pemulihan dan renovasi (band. Kej 48:4; Mazmur. 119:90).

Semua hal yang saya katakan ini didukung juga dalam ayat berikutnya khususnya dalam ayat 5. ,Aku menjadikan segala sesuatu baru".

Ungkapan ini lebih menunjuk kepada pemulihan dari ciptaan Allah. Sebab Yohanes mengunakan kata Yunani poieo/ (membuat, menjadikan) dan bukan kata Yunani ktizo (menciptakan). (bandingkan Wahyu 4:11, 10:6; Mat. 19:4, Eph. 2:15, 3:9).

Istilah membuat dan menciptakan sangat jauh berbeda makna. Itu artinya proses penciptaan dunia ini sudah selesai, Allah tidak mungkin lagi melakukan proses penciptaan lagi.

Tetapi bahwa Allah terus membuat ciptaannya makin lebih baik dari har ke hari menuju kepada kegenapannya adalah sesuatu yang pasti.

Jadi bumi yang ada sekarang tetap akan ada, kendatipun Allah memperbaharuinya atau memulihkannya.

Sebab jikalaupun Allah menciptakan bola bumi yang baru itu tidak berarti ciptaan Allah yang pertama itu sia-sia dan dihancurkan untuk selamanya.

Saya yakin bahwa ini bukan maksud dari kitab Wahyu sebagaimana yang terlihat dari konteksnya. Jikalau bukan hal itu, maka apa sebenarnya yang Yohanes maksudkan dalam kitab Wahyu?

Jawaban atas pertanyaan ini berkaitan dengan isi dan makna yang terkandung dalam ayat 1 dan 2 dari Wahyu 21 ini.

Kita harus memahami dengan seksama bahwa ayat ini dikutip atau didasarkan Yohanes pada kita PL terutama Jes 65:17, 66:22; 52:1, 61:10.

Dalam konteks kitab Nabi Yesaya ayat-ayat ini berkaitan dengan Janji Allah untuk menyelamatkan bangsa Israel, dimana pada masa itu mereka sedang berada dalam pembuangan di Babilon.

Sekarang Johanes mengkaitkan janji penyelamatan ini kepada orang-orang Kristen, yang berada di tujuh jemaat, dimana mereka sedang mengalami penganiayaan berat oleh karena iman mereka kepada Yesus Kristus.

Janji penyelamatan ini Yohanes maksudkan kepada tujuh Jemaat itu 1:4 dan 2:1 f) bahwa segala bentuk kejahatan dan para penganiaya jemaat itu akan dikalahkan, atau merekalah yang akan berlalu (band. Ayat 8), sementara orang yang setia mempertahankan imannya akan diselamatkan (ayat 7).

Dalam hubungan dengan itu, maka ungkapan langit dan bumi yang baru mesti dengan hati-hati ditafsirkan.

Karena istilah Yunani kainos dalam bahasa Yunani memiliki arti baru, tetapi juga "sesuatu dengan kualitas yang baru". Sehingga arti kainos atau baru disini berarti tansformasi atau pemulihan yang lama, yaitu menunjuk kepada penyelamatan Allah.

Allah akan menyelamatkan orang percaya dari kuasa-kuasa dunia yang menghancurkan itu dan menjamin suatu kualitas hidup yang baru.

Selain itu Johanes juga memberikan pentunjuk yang disamarkan atau disembunyikan, yaitu dalam ungkapan "kai he tallasa ouk estin eti" artinya dan laut pun tidak ada lagi".

Laut dalam tradisi kitab PL sebagai lambang atau simbol dari yang jahat atau kejahatan, simbol bagi Leviathan, laut sebagai tempat tinggal para monster. Laut sebagai tempat tinggal kuasa-kuasa jahat.

Dan dan juga dilukiskan sebagai yang berbahaya. Murid-murid dalam cerita Injil juga hampir mati binasa karena laut yang mengamuk.

Tetapi Yesus menyelamatkan mereka. Dalam tradisi beberapa suku di NTT, laut ditakuti karena dianggap sangat berbahaya, bahkan ada orang yang tidak mau mendekati garis pantai apalagi berlayar mengarungi lautan.

Jadi kalau kita memperhatikan makna laut yang demikian, maka kita sudah dapat memahami apa sebetulnya maksud Yohanes mengatakan laut tidak ada lagi.

Kata ini tidak boleh dipahami secara harafiah, sebab bagaimana mungkin Allah memusnahkan segala kehidupan dan keindahan yang ada dalam laut yang ia sendiri ciptakan itu, sebagaimana yang kitab dilukiskan dalam kitab Kejadian itu.

Bagi Johanes yang akan berlalu itu sebetulnya kuasa jahat yang dipraktekan pemerintah yang lalim, artinya Tuhan akan menghancurkan kuasa jahat atau orang jahat yang sedang menganiaya umatNya itu.

Argumentasi lain yang menguatkan hal itu adalah apa yang Johannes sendiri katakan dalam ayat 2. Yaitu kata Yunani "katabaino" (mendirikan).

Bahwa kemah Allah atau kota Allah yang baru justru akan didirikan dibumi, bukan di ruang angkasa atau bulan atau dimana.

Bahwa orang kristen tidak dikatakan akan diambil seperti UFO kembali ke langit, tetapi mereka akan tetap tinggal dibumi, sebab kota Allah yang baru, yang turun dari sorga itu didirikan di atas bumi kita ini.

Sehingga bumi kita ini tetap sebagai basis atas dasar bagi Yerusalem yang baru, dan dia akan tetap tinggal ada.

Sehingga gerakannya menurut Yohanes adalah dari langit ke bumi, dan bukan sebaliknya bumi ke langit. Dalam doa Tuhan Yesus juga dikatakan "jadilah kehendakmu dibumi seperti di sorga".

Itu berarti nasib bumi kita ini tidak boleh kita abaikan sama sekali.

Lebih jauh dari pada itu, dalam pasal 20 kitab Wahyu ini Johanes mengatakan bahwa sebelum Yerusalem yang baru itu didirikan di bumi, Kristus akan memerintah dibumi selama seribu tahun lamanya.

Dan dengan kekuasaan Yesus dibumi ini, maka kekuasaan kaiser Rom yang jahat akan dihapuskan. Dan juga kembali ditekankan bahwa kekuasaan seribu tahun Yesus ini juga di atas bumi.

Itu berarti bumi kita ini tetap penting dalam kerajaan Allah yang baru, sehingga kita tidak boleh membiarkan dia hancur oleh karena ulah manusia.

Kita tidak boleh membiarkan penghancuran hutan, pencemaran bumi menjadi-menjadi, tetapi sebalinya kita terpanggil untuk memeliharanya.

Dari uraian-uraian di atas kita dapat menyimpulkan tiga hal yang bisa direnungkan.

Pertama, sipenulis kitab Wahyu yang menuliskan surat kepada 7 jemaat di Asia kecil: Efesus, Smirna, Pergamus, Tiatira, Sardis, Filadelfia dan Laodikia."

(Wahyu 1:4, 11) tidak hanya melihat dari jauh permasalahan jemaatnya, tetapi ia hadir dalam pergumulan mereka, ia juga bahkan menjadi korban dari pemerintah yang lalim, dimana ia juga turut dihukum dan dibuang ke pulau Patmos (Wahyu 1:9).

Kita belajar sebuah ciri pemimpin jemaat yang mengandalkan Kristus dan yang peduli dengan umatnya bahkan dalam masa-masa sulit mereka.

"Aku, Yohanes, saudara dan sekutumu dalam kesusahan, dalam Kerajaan dan dalam ketekunan menantikan Yesus, berada di pulau yang bernama Patmos oleh karena firman Allah dan kesaksian yang diberikan oleh Yesus".

Peran Yohanes nampak dalam tiga kata kunci menghibur, memberi peringatan, menyuruh untuk menghentikan hal-hal yan jahat.

Pemimpin tipe Yohanes ini seperti orang yang mengatur lampu merah dalam arus lalu lintas. Harus di atur kapan lampu hijau, kapan lampu kuning, kapan lampu merah.

Kalau pada semua sisi menyala lampu hijau yang sama, maka yang terjadi adalah kecelakaan dan kaos. Kadang seorang pemimpin harus memberi lampu hijau kepada orang-orang yang dipimpinya. Ia mendukung semua hal yang baik berjalan semestinya.

Tetapi kadang ia harus memberi lampu kuning, memberi peringatan dan bahkan memberi lampu merah atau menghentikan semua hal yang buruk dan jauh dari rasa keadilan supaya jangan berlangsung terus.

Artinya pemimpin sebagai sumber inspirasi bagi kebaikan bukan trouble maker (pembuat masalah).

Pemimpin yang mengangkat dan menggali potensi rakyatnya sendiri untuk membangun, bukan bergaya dan sombong dengan hutang sana-sini untuk bangun ini itu hanya untuk cari nama dan demi mempertahan kekuasaan.

Kedua, ungkapan langit dan bumi yang baru dan ungkapan langit dan bumi yang lama akan berlalu bukanlah menunjuk kepada penghancuran dunia oleh Allah, tetapi sebaliknya menunjuk kepada penyelamatan dan pemulihan Allah itu sendiri, bukan saja bagi orang beriman, tetapi juga bagi seluruh ciptaan.

Gereja harus pro aktif untuk mengingatkan kesadaran jemaatnya untuk mengurangi penggunaan sampah non organik seperti kemasan minuman dan makanan dan kesadaran membuang sampah pada tempatnya.

Program-program Klasis dan jemaat yang berpihak pada alam yang tidak bersuara. Gerakan Tanam Air, Hutan Gereja, dsb.

Gereja memberi contoh membuat lubang-lubang serapan di halaman-halaman gereja, bukannya meninggikan halaman gereja agar airnya dibuang ke jalan dan menggenangi rumah-rumah jemaatnya sendiri.

Membuat bank sampah untuk warga sekitar lokasinya sebagai salah satu bentuk kepedulian pada isu lingkungan hidup.

Ketiga: Pembaharuan mesti datang dari gereja: Melalui persidangan Sinode, Klasis dan jemaat, para pemimpin membahas isyu-isyu aktual dan strategis dan merumuskan dalam program-program kebersamaan untuk mendatangkan pembaharuan bagi semua lingkup pelayanan di GMIT dan bagi dunia.

Pengharapan eskhatologis dan penantian parousia akan kedatangan Kristus yang ke dua kali tidak pernah akan hilang, namun penantian itu tidak membuat kita berdiam diri dan mengabaikan kehidupan dunia.

Sambil menanti secara aktif kehidupan sorgawi kita melakukan hal-hal bermanfaat dalam membangun gereja dan masyarakat, bangsa dan negara Indonesia bahkan dunia ini.

Kita berdoa agar berdasarkan karya Yesus yang memperbaharui kita, kita berkarya untuk perubahan dan pembaruan diri, gereja dan masyarakat.

Melalui Yesus kita bisa menjadi teladan. Sebagaimana kata Yesus dalam Matius 5:16 "Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga."

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved