Renungan Harian Kristen Protestan
Bukan Dunia yang Kiamat, Kamulah yang Kiamat Karena Ulahmu!
Namun yang tidak bisa kita pastikan adalah kapan kiamat itu terjadi dan dengan cara bagaimanakah kiamat itu akan terjadi?
Sampah juga bisa menimbulkan bencana seperti yang terjadi dalam tragedi longsornya sampah di Leuwigajah, Cimahi, Jawa Barat, pada 21 Februari 2005 silam yang menelan ratusan korban meninggal dan 2 kampung adat hilang dari peta dunia (www.pikiran-rakyat.com/.../21/klipingpr-tragedi-longsor-sampah-di-tpa-leuwigajah ).
Sejak berabad-abad manusia telah memanfaatkan bumi bagi kebutuhan hidupnya. Manusia memanfaatkan segala potensi yang ada di bumi, mulai dari sandang, pangan, papan dan sebagainya.
Segala yang bergerak dari darat, laut maupun udara, baik makhluk hidup dan tumbuh-tumbuhan, dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kepentingan umat manusia.
Namun dampak dari pemanfaatan itu bukan hanya bersifat positif, tetapi juga berakibat negatif, baik bagi kehidupan sekarang, maupun bagi generasi yang akan datang dan kelanjutan dari bumi itu sendiri.
Dampak negatif yang paling nyata adalah, terjadinya kerusakan alam di mana-mana, baik berupa pencemaran air, udara, maupun kerusakan-kerusakan hutan yang parah.
Pemahaman teologi yang keliru berdasarkan penafsiran alkitab yang kurang akurat bisa juga turut memberi sumbangsi bagi kehancuran alam.
Hal ini bisa kita lihat pada kasus yang diceritakan oleh Bapak Rudolf Ora (70 tahun), seorang Utusan Injil di Amarasi, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur.
Ia bertutur bahwa pada masa mudanya, sekitar tahun 1930, ia dan teman-temannya turut serta dalam "misi penginjilan untuk menobatkan orang-orang Timor yang masih kafir untuk masuk Kristen.
Dalam "misi" itu, ia bersama-sama dengan para penatua, pendeta dan penginjil mengadakan "route penginjilan" dari satu desa ke desa yang lain.
Pohon-pohon besar, sumber-sumber air dan berbagai hal lainnya yang menjadi tempat penyembahan orang-orang Timor yang mau masuk Kristen dimusnahkan semuanya.
Tuturan Ora itu dibenarkan juga oleh Boas Nitti, yang bertempat tinggal di Tunbaun-Amarasi.
Nitti mengisahkan bahwa ia dan serombongan pemuda gereja, yang berjumlah kira-kira 400 orang, sekitar tahun 1957, dengan membawa Alkitab dan parang, memasuki hutan-hutan keramat di Batun untuk merusak dan menghancurkannya.
Penghancuran hutan, "tempat para iblis itu", didasarkan pada nas Alkitab yang diambil dari Ibrani 4:12: "Sebab Firman Allah hidup dan kuat dan lebih tajam dari pada pedang bermata dua manapun; ia menusuk amat dalam."
Pedang zending menebas pohon dan hutan, memusnahkan sumber-sumber air karena dipandang sebagai berhala.
Contoh kasus ini memperlihatkan suatu corak atau pandangan teologi mengenai alam semesta, bahwa bumi atau alam ini dipandang jahat. Hutan-hutan yang lebat dianggap sebagai sumber setan dan iblis yang membahayakan.