Opini Pos Kupang

Guru Ideal Sebagai "Pelukis" Masa Depan

Mereka adalah guru yang aktif mengajar, pensiunan guru yang aktif berjuang, dan pegawai pendidikan Republik Indonesia yang baru

Editor: Dion DB Putra

Namun, jika para guru saling bergandeng tangan melihat dan memaknai profesinya sebagai panggilannya dalam mengabdi kepada negara, penulis optimistis pendidikan di Indonesia akan semakin berkualitas.

Masalah kualitas pendidikan, rupanya menjadi perhatian di dunia pendidikan dewasa ini. Menurut Tilaar (1990: 187), bukan saja bagi para profesional, juga bagi masyarakat luas pun terdapat suatu gerakan yang menginginkan adanya perubahan sekarang juga. Untuk meningkatkan mutu pendidikan sasaran sentralnya yang dibenahi adalah mutu guru dan mutu pendidikan guru (Zamroni, 2001:51).

Paulo Freire mengatakan profesionalisme guru dalam menentukan metode pengajaran di sekolah sangatlah menentukan kualitas pendidikan. Freire menyebutkan pendidikan lama itu adalah pendidikan dengan sistem bank. Guru merupakan subyek yang memiliki pengetahuan yang diisikan kepada murid. Murid adalah wadah atau suatu tempat deposit belaka.

Dalam proses belajar itu murid hanya objek belaka. Sangat jelas dalam pendidikan semacam itu, bagi Freire, tidak terjadi komunikasi yang sebenarnya antara guru dan murid, sehingga murid dalam konsep yang dibangun oleh Freire hanya sebagai bank pengetahuan (berfungsi menyimpan tanpa ada aktualiasasi yang jelas).

Dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan, maka perlu kiranya dilakukan sejumlah kegiatan. Pertama, absensi dan kedisiplinan guru. Jika guru jarang hadir atau tidak disiplin maka hal itu akan menghambat proses belajar mengajar dan akan mengakibatkan peserta didik menjadi malas. Akan tetapi, jika guru selalu tepat waktu tidak pernah terlambat dalam mengajar, maka hal inilah yang akan menjadi pemacu semangat peserta didik dalam belajar.

Kedua, membentuk teacher meeting. Forum pertemuan atau rapat guru yang merupakan salah satu teknik supervisi dalam rangka memperbaiki situasi belajar mengajar di sekolah.

Tujuannya menyatukan pendapat tentang metode kerja yang akan membawa mereka bersama ke arah pencapaian tujuan pengajaran yang maksimal dan membantu guru, baik secara individu maupun secara bersama-sama untuk memenuhi kebutuhan mereka, menganalisa problem mereka, perkembangan pribadi dan jabatan mereka.

Dari semuanya itu teacher meeting yang dilaksanakan harus sampai pada kerangka dalam mengevaluasi metode pembelajaran dan perkembangan para murid. Ketiga, mengikuti penataran. Penataran merupakan salah satu saran yang tepat untuk meningkatkan mutu guru terutama dalam hal kemampuan profesionalisme.

Seperti yang diungkapkan Djumhur dan Moch Surya dalam bukunya "Bimbingan dan Penyuluhan Di Sekolah": Penataran adalah usaha pendidikan dan pengalaman untuk meningkatkan mutu guru dan pegawai guna menyelaraskan pengetahuan dan keterampilan mereka sesuai dengan kemampuan dan perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidangnya masing-masing (Djumhur,1975:115). Penataran dimaksudkan untuk:

Pertama, mempertinggi mutu petugas dalam bidang profesinya masing-masing. Kedua, meningkatkan efisiensi kerja menuju tercapainya hasil. Penataran yang diikuti oleh guru adalah penataran yang diadakan oleh Depag, Dikbud maupun lembaga lain.
Solusi terakhir yang dapat meningkatkan profesisonalisme guru adalah apa yang ditawarkan Paulo Freire yakni metode "problem-posing education" atau "pendidikan hadap masalah" yang memungkinkan konsientisasi.

Dalam konsientisasi, guru dan murid bersama-sama menjadi subyek yang disatukan oleh obyek yang sama. Tidak ada lagi yang berpikir dan yang tinggal menelan, tetapi mereka berpikir bersama. Guru dan murid harus secara serempak menjadi murid dan guru. Dialog menjadi unsur sangat penting dalam pendidikan.

Dalam pendidikan "hadap masalah" itu guru belajar dari murid dan murid belajar dari guru. Guru menjadi rekan murid yang melibatkan diri dan merangsang daya pemikiran kritis para murid. Kedua belah pihak bersama-sama mengembangkan kemampuan untuk mengerti secara kritis dirinya sendiri dan dunia tempat mereka berada. Pengetahuan adalah keterlibatan.

Bagi Freire dialog adalah unsur penting dalam pendidikan kaum tertindas. Inti dialog adalag kata. Kata mempunyai dua dimensi refleksi dan aksi dalam interaksi yang radikal. Tanpa refleksi hanya akan terjadi aktivisme, dan taksi dan refleksi, kata menjadi benar-benar kata yang sejati. Kata sejati adalah kata yang memungkinkan mengubah dunia.

Dialog adalah pertemuan antara kata dengan tujuan "memberi nama kepada dunia". Dialog mengandaikan kerendahan hati, yaitu kemauan untuk belajar dari orang lain meskipun menurut perasaan kebudayaan lebih rendah; memperlakukan orang lain sederajat; keyakinan bahwa orang lain dapat mengajar kita. Artinya tindakan dialogis selalu bersifat kooperatif. Adanya kesatuan antara bawahan dan atasan dalam usaha memacu proses perubahan.*

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved