Catatan Sepakbola
Magis Bola yang Membenci Kepongahan
Kendati secara individu keterampilan kaki Hazard dan Mbappe setimbangan beratnya, namun tetap ada faktor pembeda di antara
Memasuki menit ke-5, Inggris mengejutkan Kroasia melalui tendangan bola mati oleh Trippiere dari jarak 20 meter dekat kotak pinalti yang dijaga Danijel Subasic. Selepas gol itu, Inggris tidak menaikkan tempo permainannya.
Sebaliknya mereka cenderung bermain nyaman. Makin lama, makin lamban. Terlihat jelas Inggris bertanding dengan cara yang aneh, untuk tidak mengatakan terlalu santun dan sopan.
The Three Lions kehilangan resonansi dan harmoni tim. Yang nampak kental justru ego individu. Mungkinkah masing-masing dari mereka hendak menulis rekor untuk dirinya sendiri? Bisa jadi begitu.
Tendangan para striker Inggris acapkali meleset jauh di luar gawang. Memang benar ada satu atau dua gempuran Inggris yang relatif membahayakan pertahanan Kroasia, tetapi kematangan seorang Subasic membuat benteng Kroasia menjadi lebih kokoh.
Trio algojo Harry Kane-Delle Ali-Raheem Sterling tampak seperti macan ompong. Berselang beberapa menit memasuki babak kedua, Sterling bahkan tergoda untuk `latihan' diving di kotak pinalti lawan.
Lagak tipuan yang sering dibuatnya di Liverpool itu, mirip benar dengan hobi Neymar yang sudah lebih dulu terusir dari Rusia. Sterling masih beruntung karena tidak dihadiahi hukuman kartu kuning. Membaca situasi timnya yang kian rawan, Gareth Southgate bereaksi cepat. Dia menarik keluar Sterling untuk digantikan Markus Rashford.
Tepat memasuki menit 68, gelandang Kroasia, Ivan Perisic mengejutkan back Inggris, si kribo Walker. Tendangan stylish kaki kiri Perisic dari arah samping punggung Walker membuat Inggris terbengong-bengong, sadar bahwa bola telah menggetarkan jala gawang Jordan Pickford.
Gol indah Perisic adalah gol penyama kedudukan (1-1). Hasil seri ini bertahan hingga akhir laga di babak normal. Tak terelakan, laga harus dilanjutkan dengan perpanjangan waktu 2x15 menit. Keadaan tetap tidak berubah sampai memasuki fase setengah main dari babak tambahan.
Memasuki fase penutup babak perpanjangan waktu, tepatnya di menit 109, Mario Madzukic muncul seperti hantu diantara tembok pertahanan Inggris.
Miskomunikasi diantara pemain belakang Inggris, membuat Mandzukic begitu mudah menjemput bola liar. Tendangan keras kaki kirinya yang menghujam jala gawang Pickford membuat Kroasia berbalik unggul 2-1.
Mandzukic menulis sejarah penting bagi Kroasia, termasuk bagi dirinya sendiri. Gol itulah yang memastikan Kroasia untuk pertama kalinya menembus partai final Piala Dunia.
Di pinggir lapangan, Zlatko Dalic, sang pelatih Kroasia, tampak riang tetapi matanya tetap awas. Beberapa menit setelah gol Mandzukic, Dalic menarik keluar beberapa pemain pilar diantaranya Mandzukic yang cedera, dan gelandang Luca Modric yang kelelahan.
Bersamaan dengan itu, dalam posisi ketinggalan satu gol, Gareth Southgate memasukkan striker Jemmy Vardi, yang sebelumnya tidak masuk dalam starting line up lantara cedera ringan.
Masuknya ujung tombak Leicester City seperti hanya jadi bumbu penyedap di hadapan ribuan fans Inggris. Vardi tak kuasa menaikkan moral tim, apalagi waktu pertandingan segera berakhir.
Pemain Inggris ngotot di tengah ketidakberdayaan kolektif mereka. Langkah kaki mereka yang gontai terus mengejar menit-menit sang waktu. Padahal, sang waktu telah bergulir memasuki labirin masa. Semua yang dibuat Inggris sia-sia belaka. Tiada lagi faedahnya.