Polri dan Soteriosentrisme Pancasila, Apa Sih Maksudnya?

Isi doanya memperlihatkan visi soteriosentrisme yang dianutinya, dihayatinya dan diamalkannya. Soteriosentrisme

Editor: Dion DB Putra
ilustrasi

Selanjutnya, Joshua Roose dari Australian Catholic University (lih.The Conversation, 20 Mei) mengatakan bahwa bertumbuh kembangnya kelompok ekstrem kanan dan kembalinya para pegiat Negara Islam (IS) Suriah justru memberikan tantangan yang berat bagi negara dalam mengatasi problem terorisme.

Hal senada diingatkan oleh Wahid Institute, Pusat Pengkajian Islam Masyarakat dan Setara Institute.

Pancasila sebagai ideologi NKRI dan filsafat hidup Nusantara rasanya berlawanan dengan fenomena dan noumena radikalisme dan terorisme yang menganut paham soteriosentrisme versi inspirasi `aliran kecil' dari agamanya.

Unik bin aneh, jika keselamatan di dunia akhirat, ditentukan dengan selera untuk jadi `pengantin bidadari surgawi' melalui tindakan bunuh orang kafir dan merusak rumah-rumah ibadatnya.

Maka radikalisme dan terorisme sejenis ini, eviden bertentangan dengan sila perikemanusiaan yang adil dan beradab dan sila persatuan Indonesia. Maka cita-cita membentuk Negara Islam melalui kegiatan ini langsung melawan sila III, persatuan Indonesia.

Begitu pula tindakan bom bunuh diri, bunuh sesama dan menghancurkan rumah ibadat seperti gereja, jelas bertentangan dengan sila kedua yaitu perikemanusiaan yang adil dan beradab. Singkatnya, tindakan teroris adalah tindakan yang berperi kebinatangan yang liar dan buas.

Dalam konteks soteriosentrime, ide keselamatan yang terhubung dengan Pancasila adalah jenis keselamatan yang integral dan komprehensif. Misalnya dalam hubungan dengan sila ke V Pancasila memberi afirmasi tentang keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Keadilan sosial adalah tanda nyata dari hadirnya keselamatan di dunia kehidupan hic et nunc. Dan dalam hubungan dengan sila pertama yang menyebut tentang prinsip Ketuhanan Yang Mahaesa, keselamatan yang diperjuangkan adalah juga masalah toleransi hidup beragama untuk menghasilkan keharmonisan hidup di dunia sekarang dan di sini, di NKRI.

Sila pertama tidak memberi ruang bagi salah satu penganut agama di Indonesia untuk memaksakan pemberlakukan hukum-hukum agamanya bagi penganut agama lain.

Usul saya, kiranya Polri dan seluruh elemen bangsa melakukan tindakan afirmasi untuk dukung kebijakan pendidikan nasional era Jokowi dewasa ini, untuk sungguh berpihak pada ideologi Pancasila dan Konstitusi Negara yang menjunjung tinggi pilar-pilar kebangsaan kita.

Dengan demikian para guru dan dosen yang terbukti menjadi agen radikalisme dan terorisme harus diberi tindakan hukuman yang tegas dan adil. Begitu pula para siswa dan mahasiswa yang menganut paham tersebut juga harus memperoleh perlakukan hukum yang sama.

Untuk itu semua elemen bangsa yang bergiat di medan pengajaran dan pendidikan ini baik negeri maupun swasta sepantasnya punya visi dan misi soteriosentrisme Pancasila.

Dalam tradisi agama Katolik, misalnya, karya pastoral Gereja di bidang pendidikan, termasuk pada pendidikan di sekolah kader seperti seminari, tidak eksklusif dengan pengajaran dan pendidikan berbasis cura animarum ("pelayanan jiwa dan rohani insani") yang bernaopskan kekatolikan semata, tetapi terbuka atau inklusif terhadap pengajaran dan pendidikan berbasis cura hominum ("pelayanan kemanusiaan manusia yang seutuhnya).

Itulah nilai kebenaran pengajaran dan pendidikan yang terpantul berkat adanya energi Ilahi yang menerangi dan menjiwai Gereja, yaitu Roh Kudus, untuk terus mengarahkan manusia kepada sasaran keselamatan yang integral dan komprehensif. *

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved