Dari Black Board ke White Board, Masih tentang Pendidikan di NTT
Lalu mereka membalikkan papan tulis tersebut. Bagian depan yang sudah penuh tulisan bapak ibu guru yang menggunakan
2) Proses kenaikan kelas. Yang berhak naik kelas adalah siswa/i yang telah memenuhi syarat kurikulum secara murni dan obyektif. Kejujuran akademik, bukan target jumlah siswa yang banyak atau penilaian hasil belajar siswa atas dasar belas kasih. 3) Faktor guru yang kompeten, punya kompetensi di bidang mata pelajaran yang diajar.
Bertanggung jawab dan mampu melaksanakan tugas mengajar. Menguasai isi dan materi kurikulum (silabus nasional) serta memiliki buku-buku sumber mata pelajaran berstandar.
4) Pemda provinsi (gubernur) harus berani mengambil keputusan politik pendidikan untuk menegakkan mutu pendidikan (mutu sekolah/siswa/lulusan) di NTT.
Secara praktis dapat diformulasikan, siswa yang duduk di kelas IV (SD), VII (SMP) dan X (SMA) pada tahun pelajaran 2018/2019 hendaknya sudah dipersiapkan dan diproyeksikan menuju UN yang berkualitas di tahun 2020/2021 dengan merujuk pada butir-butir yang dikemukakan di atas tanpa mengabaikan aspek-aspek lain.
Pekerjaan menaikkan mutu pendidikan/lulusan di daerah ini memang tidak gampang. Ibarat sebuah batu besar yang menghadang di tengah jalan.
Ia tak akan tergeser sedikit pun kalau tidak ada yang berani mengambil sikap dan bertindak meminggirkan atau menggulingkannya. "Butuh kerja keras dan kerja cerdas", begitu kata-kata kampanye yang inspiratif. Selamat merayakan Hardiknas 2018!*