Sopir Angkutan Desa di Belu sebut Bus Damri Mematikan Usaha Mereka, Ini Alasannya
Ada dua unit Bus Damri yang melayani trayek Atambua-Haekesak, Kecamatan Raihat dan Atambua-Builalu, Makir Kecamatan Lamaknen.
Penulis: Fredrikus Royanto Bau | Editor: Fredrikus Royanto Bau
POS KUPANG.COM|KUPANG – Sebulan terakhir, ada dua unit Bus Damri yang melayani masyarakat Perbatasan RI-RDTL di Kabupaten Belu khususnya di wilayah Kecamatan Raihat dan Kecamatan Lamaknen.
Kehadiran Bus Damri ini bagi para sopir dan pengusaha angkutan di desa sangat merugikan mereka dan bahkan mengancam usaha mereka di desa.
Pasalnya, Bus Damri ini mengangkut penumpang di jalur yang selama ini dilayani oleh sejumlah angkutan desa dengan tarif yang lebih murah.
Keluhan ini disampaikan perwakilan sopir dan pengusaha angkutan desa, Marselinus Asa ketika menghubungi POS-KUPANG.COM dari Atambua ke Kupang, Jumat (13/4/2018).
Baca: Tokoh Adat Malaka Gelar Ritual untuk Membatasi Wilayah Manusia dengan Buaya
Menurut mantan Kepala Desa Henes ini, sopir dan pengusaha angkutan desa bukan menolak beroperasinya Bus Damri itu tetapi meminta agar trayeknya diubah ke wilayah lain yang belum dilayani angkutan apapun.
“Damri ini mematikan Mikrolet dengan pikap. Kami merasa setengah mati karena harganya juga di bawah.
Kami setuju Damri layani masyarakat di wilayah perbatasan. Tapi kalau jalur yang ada pengusaha kecil tidak boleh di situ.
Kami kewalahan saat ini karena semua dimuat dan harganya mematikan kami,” ujarnya.
Baca: Mobil Toyota C-HR Incar Konsumen Kelas Atas yang Doyan Lakukan Hal ini

Dia merincikan saat ini ada dua unit Bus Damri yang melayani trayek Atambua-Haekesak, Kecamatan Raihat dan Atambua-Builalu, Makir Kecamatan Lamaknen.
Padahal, jalur ini sudah ada angkutan desa yang dimiliki pengusaha kecil.
“Kalau Damri tarifnya Atambua- Haekesak, Rp 15 ribu perorang. Sedangkan kami Rp 25 ribu per orang.
Kami merasa Damri ini tidak layak di jalur yang sudah ada kendaraan angkutan desa,” ujarnya.
Harusnya, lanjut Marselinus, Bus Damri itu melayani masyarakat di wilayah Lakmaras, Kecamatan Lamaknen dan juga wilayah Kecamatan Lamaknen Selatan.
Baca: Toyota Kijang Innova, Fortuner, dan Alphard Jadi Mobil Resmi Asia Games 2018
“Kalau di Lamaknen Selatan bisa karena di sana angkutan desa tidak ada.
Kami ada beberapa sopir yang hari-hari ini mengeluh. Wajar kalau Damri melayani warga perbatasan tapi harus dilihat.
Ini sangat mengganggu kami. Pendapatan kami menurun dengan adanya damri di wilayah itu,” pungkasnya.
Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Belu, Anton Suri yang dikonfirmasi melalui layanan WhatsApp Jumat (13/4/2018) menjelaskan, para sopir dan pengusaha angkutan di desa tidak perlu resah atau risau karena Bus Damri itu kategori angkutan kota dalam propinsi (AKDP).
Artinya, lanjut Anton, Damri mengangkut dan menurunkan penumpang dari perbatasan ke Kota Atambua, Kota Kefa.
Lalu Kota Soe dan Kota kupang. Bukan dari desa ke desa.
Dia mengingatkan bahwa mobil pickup itu bukan mobil penumpang atau angkutan orang tetapi mobil angkutan barang.
Dan juga, khusus Damri itu ijin operasionalnya adalah kewenangan Dinas Perhubungan Provinsi NTT.
“Pikap dilarang mengangkut penumpang. Sekali lagi dilarang keras mengangkut penumpang.
Yang diperbolehkan hanya sopir, satu orang kondektur dan satu orang pemilik barang,” pungkasnya. (*)