Menggugat Wacana Lomba Terbang di Alor. Begini Kondisi Terburuk Bila Lomba Itu Terwujud

Masih sama, yang memberikan pernyataan adalah Bapak Eden Klakik. Di berita itu, saya melihat yang menarik dari

Editor: Dion DB Putra
ilustrasi 

Ketiga, perlombaan ini tentu sangat kontra produktif karena pada saat bangsa ini berupaya memperjuangkan generasi muda agar mendapat ilmu pengetahuan dan teknologi guna membangun peradaban bangsa yang berkualitas dan bermartabat, termasuk membuat sistem transportasi yang baik, malah generasi kita dipertontonkan dan diajar untuk mempelajari ilmu terbang.

Entah bernada serius atau guyon, ada yang ingin menjadikan kemampuan terbang sebagai jasa transportasi darat dengan nama `travel suanggi' dan udara sebagai `suanggi air line'.

Hemat saya, ini sangat melecehkan dan merendahkan kehadiran produk pendidikan dan teknologi yang selama ini digunakan dalam bentuk alat transportasi. Ini juga sangat merendahkan martabat dan kesucian proses pendidikan kita.

Keempat, untuk Dinas Pariwisata NTT alangkah bijak jika anggaran yang hendak dikucurkan untuk perlombaan terbang dialokasikan kepada masyarakat-masyarakat kecil di desa-desa wisata kita atau memperbaiki tempat-tempat wisata kita yang masih minim fasilitas. Dampaknya tentu akan berkepanjangan, ketimbang tontonan `suanggi terbang' yang yang dipoles dengan term `manis' metafisika.

Pada titik ini, saya setuju dengan permohonan maaf yang disampaikan Kepala Dinas Pariwisata NTT, Marius Jelamu di http://kupang.tribunnews.com, Selasa (27/2/2018) soal kontroversi wacana lomba terbang di Alor.

Dia menjelaskan, apa yang disampaikan oleh Kepala Bidang Pemasaran dan Perencanaan, Eden Klakik itu baru sebatas wacana sehingga tidak perlu dibesar-besarkan karena akan menjadi polemik.

Ketua Sinode GMIT, Pdt. Dr. Mery Kolimon seperti dilansir dari http://www.kantorberitapemilu.com, Selasa (27/2/2018) menegaskan, rencana lomba terbang di Alor bukan sesuatu yang mendidik.

"Kami harap pemerintah lebih kreatif, bijak, dan berhikmat dalam upaya mencerdaskan kehidupan rakyat dan bangsa melalui peningkatkan kualitas hidup masyarakat, sebagaimana amanat konstitusi," tegas Pdt. Mery.

Wacana inipun kemudian mendapat kontroversi hebat di media sosial; facebook, whatsaap maupun istragram. Bagaimanapun ini hanya sebatas wacana, kita tentu berharap wacana lomba terbang di Alor dibatalkan demi menghindari stigma buruk orang-orang luar, terhadap suanggi atau ilmu sihir yang selam ini melekat kepada orang Alor.

Sebab insan negeri seribu moko itu mestinya lebih berjuang mempertahankan kearifan lokalnya dengan cara-cara yang produktif, bukan sebaliknya; kontra produktif, tidak mendidik, penuh kontroversi dan menimbulkan polemik yang berkepanjangan. Mari gugat wacana lomba terbang di Alor. Semoga.*

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved