Menggugat Wacana Lomba Terbang di Alor. Begini Kondisi Terburuk Bila Lomba Itu Terwujud
Masih sama, yang memberikan pernyataan adalah Bapak Eden Klakik. Di berita itu, saya melihat yang menarik dari
Oleh: Refael Molina
Putra Alor, tinggal di Kupang
POS KUPANG.COM -- Mendengar adanya wacana lomba terbang di Alor, sontak hati saya sangat emosional; takut, kaget, heran, sedih dan lucu bahkan menggelikan. Semuanya tercampur jadi satu.
Berita pertama adanya wacana itu saya dapat dari media online http://teropongalor.id/ tanggal 26 Februari 2018 dengan judul berita: 2019 dilaksanakan lomba terbang antar negara di Alor. Judul berita itu diambil dari pernyataan Kepala Bidang Pemasaran dan Perencanaan Dinas Pariwisata NTT, Eden Klakik.
Berita kedua yang saya baca pun dari media online http://www.reinha.com tanggal 24 Februari 2018 dengan judul berita: Pertama Di Dunia, Lomba Terbang Antar Negara Akan Digelar Di Alor NTT.
Masih sama, yang memberikan pernyataan adalah Bapak Eden Klakik. Di berita itu, saya melihat yang menarik dari pernyataan Bapak Eden Klakik menggunakan term metafisika. Saya lalu berpikir, sepertinya istilah terbang yang `sangar' itu kemudian diganti menggunakan metafisika. Jadi, maknanya kemudian terdengar lebih halus.
Jika ditengok ke belakang, term metafisika telah dimulai sejak zaman Yunani kuno, mulai dari filosof-filosof alam termasuk Aristoteles (284-322 SM). Aristoteles sendiri tidak pernah memakai istilah "metafisika".
Aristoteles menyebut disiplin yang mengkaji hal-hal yang sifatnya di luar fisika sebagai filsafat pertama (proto philosophia) untuk membedakannya dengan filsafat kedua yaitu disiplin yang mengkaji hal-hal yang bersifat fisika.
Istilah metafisika yang kita kenal sekarang, berasal dari bahasa Yunani ta meta ta physika yang artinya "yang datang setelah fisik". Istilah tersebut diberikan oleh Andronikos dari Rhodos (70 SM) terhadap karya-karya Aristoteles yang disusun sesudah (meta) buku fisika (Lorens Bagus, Matafisika, Jakarta: Gramedia, 1991, hlm 18).
Jika merujuk pada pengertian metafisika dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), metafisika sebagai kata benda yang memiliki arti `ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan hal-hal yang nonfisik atau tidak kelihatan.' Hal-hal non fisik atau tidak kelihatan ini sesungguhnya merujuk pada wacana lomba terbang.
Tidak Mampu Terbang
Masyarakat Alor pada umumnya tidak mampu terbang kecuali bagi yang memiliki kemampuan non fisik atau tidak kelihatan. Hal ini merujuk pada kekuatan gaib (magic) karena selama ini mereka yang mampu terbang jika telah memiliki kekuatan gaib. Itu sebabnya, istilah `suanggi' diberikan kepada orang-orang yang memiliki kekuatan itu.
Dalam realitas masyarakat Alor, suanggi pada umumnya tidak ingin menunjukkan `batang hidungnya' kala beraksi. Ini karena kemampuan `suanggi' bukan hanya soal terbang, tetapi diduga mereka juga bisa mengirim penyakit kepada orang yang menjadi sasaran mereka.
Praktik terselubung mereka akan dikatahui, jika dilakukan di tempat umum. Seperti jika ada yang terbang dan menabrak tiang listrik atau jatuh dengan sendirinya.
Jika kemudian wacana lomba itu terwujud, maka ada beberapa hal yang bakal terjadi. Pertama, tentu pesertanya akan datang dari berbagai kampung di Alor bahkan negara tetangga. Mereka yang disebut sebagai suanggi atau memiliki kekuatan metafisika yang selama ini melakukan praktik secara diam-diam akan diketahui publik.
Kedua, manakala lomba berlangsung, persaingan secara sehat bisa saja terjadi. Namun, patut diwaspadai kala perlombaan usai. Pihak yang kalah bisa saja tak menerima kekalahan dan terus `mengintai' yang menang dalam lomba di luar perlombaan. Saling curiga, timbul kebencian dan dendam lantas menjadi polemik yang berkepanjangan.