Moralitas dalam Pilkada NTT
Ada dugaan, sejumlah kandidat cagub/cawagub, cabub/cawabub juga melakukan hal yang sama. Karena itu pengunduran
Oleh: Robert Bala
Alumnus Diploma Resolusi Konflik Universidad Pontificia de Salamanca Spanyol
POS KUPANG.COM -- Kisah mundurnya Azwar Anas, calon wakil gubernur (wagub) Jawa Timur sempat menjadi viral di medsos NTT.
Ada dugaan, sejumlah kandidat cagub/cawagub, cabub/cawabub juga melakukan hal yang sama. Karena itu pengunduran diri Anas diharapkan menjadi contoh yang perlu diikuti.
Tetapi apakah moralitas yang dimaksud terbatas pada pelanggaran seksual-fisik? Apakah hal itu begitu penting sehingga perlu menjadi kriteria utama dalam menentukan kepantasan dan kelayakan seseorang untuk dipilih? Apa sebenarnya indikator moralitas?
Pandangan Myopik
Moralitas demikian Kess Bertens, dalam Etika (2002) diartikan sebagai keseluruhan asas dan nilai yang bekenaan dengan baik dan buruk.
Sementara Sonny Keraf dalam Etika Bisnis, 1993, menekankan bahwa peranan etika adalah sebagai pengatur dan petunjuk bagi manusia dalam berperilaku agar dapat dikategorikan sebagai manusia yang baik dan dapat menghindari perilaku yang buruk.
Berpijak pada pengertian ini, moralitas memiliki cakupan yang sangat luas, berkaitan dengan penilaian dan perilaku yang baik dan buruk. Sebuah penilaian yang tentu mencakup seluruh dimensi kehidupan.
Itu berarti, moralitas yang dimaksud harus bersifat menyeluruh mengingat tindakan manusia tidak saja berkaitan dengan aktivitas seksual, tetapi lebih luas. Dalam konteks ini, moralitas tidak bisa sekadar dilihat dalam tartan seksualitas.
Bahkan tentang seksualitas, sebuah kekeliruan juga ketika melihat identifikasi seksual hanya pada organ seks dan perwujudannya. Tentu saja hal itu penting, menjadi bagian dari penilaian moral, tetapi tidak menjadi satu-satunya.
Sebaliknya, bila terjadi pemusatan berlebihan pada pelanggaran fisik, ditakutkan bahwa moralitas sebatas menganggap aktivitas perwujudan seksual dilihat sebagai satu-satunya pijakan moral.
Semestinya moralitas-seksual dipahami sebagai sebuah keseimbangan ekologis di dalam pribadi manusia sebagai makhluk seksual.
Artinya adanya kebutuhan dan penghargaan diri dari semua elemen dan lingkungannya. Sayangnya, ada sementara orang yang memiliki kecenderungan pandangan myopik pada dimensi fisik dari kepbribadian.
Jelasnya, seksualitas, apabila dipahami, harus mengarah keapada kesadaran akan kekuatan personal untuk membagi diri (self with self) dan dengan yang lain, hal mana ditulis Robert Joyce dalam Human Sexual Exology A Philosophy and Ethic of Man and Woman.
Di sana ada penilaian baru dari seluruh hubungan manusia. Karena alam pandangan ini, seksualitas esensi dari hubungan kita dengan diri kita sendiri, dengan orang lain, dengan semua ciptaan, dan dengan Tuhan.
