Breaking News

Tahun Persekutuan, Tahun Politik, Pesan Penting untuk Keuskupan Ruteng

Selain berkaitan dengan agenda pastoral yang sifatnya gerejani, tema ini sangatlah kontekstual bagi masyarakat NTT

Editor: Dion DB Putra

Oleh: Dr. Fransiska Widyawati, M. Hum
Ketua LPPM STKIP Santu Paulus Ruteng

POS KUPANG.COM -- Gereja Katolik Keuskupan Ruteng menetapkan tahun 2018 sebagai Tahun Persekutuan.

Selain berkaitan dengan agenda pastoral yang sifatnya gerejani, tema ini sangatlah kontekstual bagi masyarakat NTT karena di Tahun Politik ini konstelasi politik akan memanas dengan adanya Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur pada level provinsi dan pemilihan bupati dan wakil bupati di tingkat lokal.

Kendatipun tema ini khas bagi umat di Keuskupan Ruteng, namun, gagasan mengenai persekutuan pada Tahun Politik kiranya sangat cocok bagi seluruh masyarakat Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).

Persekutuan yang jadi fokus pastoral Keuskupan Ruteng menekankan kehidupan umat beriman yang dilandaskan kesatuan, persaudaraan dan solidaritas.

Kesatuan ini mencakup seluruh aspek kehidupan; jasmani dan rohani; sosial dan religius; iman dan amal kasih. Setiap orang adalah saudara.

Jika satu orang menderita, maka semua turut menderita; jika satu orang dihormati, anggota lain turut bersuka cita. "Kamu semua adalah Tubuh Kristus dan kamu masing-masing adalah anggotanya" (1 Kor 12:26-27). Demikianlah nilai biblis dan teologis dari persekutuan itu.

Persekutuan ini diinspirasi kesaksian biblis cara hidup jemaat perdana. Kisah Para Rasul 2:41-47 menampilkan model hidup persekutuan yakni "sehati dan sejiwa".

Kesatuan dan persekutuan umat perdana ditandai "berkumpul untuk berdoa dan memecahkan roti", "tekun mendengarkan pengajaran para rasul", "menjual harta miliknya dan membagi kepada yang membutuhkan".

Persekutuan ini "disukai semua orang". Selain cara hidup jemaat perdana, persekutuan Kristiani terutama didasarkan pada persekutuan Allah yang sifatnya Trinitaris; Allah yang Satu di dalam Semua; Allah yang berada di dalam pribadi lain.

Persekutuan yang diambil dari nilai religius ini kaya maknanya bagi masyarakat Provinsi NTT di tahun politik. Di masa-masa seperti ini, bahaya dan ancaman terhadap persekutuan sangat kuat. Kesatuan, solidaritas, harmoni dan kerukunan riskan rusak dan ternoda selama masa pesta demokrasi.

Ironis memang. Demokrasi sebenarnya sama sekali tidak ada hubungan dengan konflik dan perpecahan. Pemilihan umum, malahan, sebenarnya adalah cara yang paling baik dan logis agar tidak terjadi konflik perebutan kekuasaan.

Demokrasi sejatinya persis berlawanan dengan cara kekerasan dan hegemoni dalam memperoleh pemimpin di dalam suatu masyarakat.

Jika dulu untuk jadi pemimpin orang harus mengalahkan lawan dengan kekuatan senjata, dewasa ini sifatnya persuasif: membawa orang ke bilik suara untuk memilih pemimpinnya.

Jika dulu orang berperang dan saling membunuh untuk menjadi raja, kini ini orang berlomba memenangkan hati pemilih di hari pencoblosan.

Dengan sistem pemilu, setiap orang memiliki hak dan wewenang yang sama, diatur sistem yang sama untuk memperoleh kesempatan yang setara mendapatkan pemimpin yang disukai.

Demokrasi aslinya membuka ruang bagi rasionalitas dalam memilih. Demokrasi memungkinkan adu argumentasi dan kekuatan non fisik demi memenangkan pilihan tertentu.

Demokrasi adalah suatu uji dan perlombaan memenangkan simpati warga untuk memberikan suaranya bagi pemimpin tertentu. Demokrasi juga sekaligus menjadi ujian bagi tim sukses untuk mempromosikan calonnya sedemikian rupa agar menarik suara pemilih.

Pemilihan kepala daerah di era demokrasi adalah momen mentransformasi potensi-potensi konflik di zaman lama. Namun idealisme ini biasanya tidak selalu berjalan baik. Pemilu atau pilkada identik datangnya badai dan angin ribut.

Bila sebelumnya individu atau kelompok tertentu adem ayem, tenang dan menjalankan rutinitas kesehariannya secara wajar; di musim pilkada banyak yang berubah.

Aroma demokrasi ditandai musim saling menghujat, menjelek-jelekkan, musim kampanye hitam, menuduh, mencari-cari kesalahan orang lain, musim mengolok-olok, mengungkit-ungkit.

Pilkada ibarat musim bagi uang, musim munafik, memisahkan diri dari orang/kelompok lain, pamer identitas ekslusif, musim menyingkirkan. Pilkada menjadi masa menebar hoax, berita bohong, menanam kebencian, membagi dan menerima uang tidak halal.

Di musim ini hubungan antara orang menjadi sangat sensitif, apa-apa diukur dan dinilai dalam kaitannya dengan politik. Sentimen yang memungkinkan terjadinya perpecahan menguat.

Identitas agama, suku, asal, kabupaten, keluarga, dll yang semula dilihat sebagai kekayaan di bumi yang plural ini menjadi rentan digadai untuk untuk memecah belah. Persaudaraan semu bisa muncul dadakan.

Obrolan hangat persaudaraan di musim biasa, bisa berubah menjadi gosip politik yang pedas lagi memuakkan. Status manis, narsis, informatif atau sekadar lucu di media sosial, di musim ini bisa penuh aroma busuk politik saling menghujat.

Walaupun musim buruk ini tidak dilakukan atau menimpa semua pihak, namun dampak sosialnya sangat kuat. Eskalasi konflik antarwarga, wilayah, kelompok, keluarga, agama, suku, membahayakan kesatuan warga.

Pada tataran inilah, gagasan mengenai persekutuan menjadi sangat relevan. Persekutuan menjadi nilai mahal yang harus dijalankan. Apa konkretnya dalam tahun politik ini?

Jika umat di Keuskupan Ruteng mengartikan persekutuan sebagai kesatuan umat dalam hidup bersama yang dilandaskan iman, Sabda Allah, ritual agama, keadilan dan cinta kasih, sebagaimana diuraikan sebelumnya; menurut hemat kami, persekutuan masyarakat publik dan politis kiranya juga harus dilandasi oleh nilai-nilai yang sama dan serupa.

Tahun demokrasi dan politik adalah tahun berkumpul, bersua, berjumpa. Di dalamnya ada kesempatan berpikir, bernalar, berargumentasi, berinovasi guna mendapatkan gagasan, program, visi dan misi yang memajukan daerah ini.

Masyarakat NTT adalah warga beriman. Tahun politik bisa menjadi moment untuk bersekutu mencari "sabda" dan "kehendak Ilahi" yang harus dimiliki oleh calon pemimpin dan seluruh masyarakat yang bergulat membangun NTT atau kabupaten yang lebih adil, makmur dan sejahtera.

Di tahun politik, kesempatan untuk berkumpul sebagai media persekutuan; memperjumpakan harapan, merumuskan kerinduan akan keadilan dan kebaikan warga.

Seperti jemaat perdana yang saling memberi dan menerima, masa pilkada bisa menjadi waktu untuk berbagi, memberi dan menerima; bukan uang suap, melainkan informasi, pengetahuan, situasi, kebutuhan dll sebagai dasar menemukan arah untuk membangun masyarakat.

Perjumpaan politik, kampanye, sosialisasi, debat, penggalian aspirasi atau pertemuan lainnya yang melibatkan calon pemimpin, tim sukses, partai dengan masyarakat adalah masa studi, mengajar dan belajar.

Tahun politik sebagai tahun persekutuan menjadi saat membangun solidaritas, merasa senasib dan seperjuangan membangun bersama wilayah ini. Inilah waktu untuk memperlihatkan keberpihakan pada keadilan, saat untuk menjadi inklusif yakni merangkul semua pihak dan bertoleransi dengan kebaikan.

Untuk mensukseskan tahun politik sebagai tahun persekutuan, tentu saja, sistem dan pelaksanaan setiap pemilu yang profesional dan adil harus ditaati oleh semua pihak.

Ini bisa dimulai dari profesionalisme penyelenggara pemilu. Bersikap netral, transparan, tidak berpihak pada kelompok tertentu, memahami tugas dan SOP, bebas money politics, dll menjadi taruhan bagi terciptanya persekutuan.

Demikian pula pemerintah, lembaga agama, pendidikan, polisi, TNI dan lembaga publik lainnya memainkan peran krusial menciptakan kesatuan.. Jangan sampai mereka turut dalam permainan politik merebut kekuasaan dan bersifat tidak netral.

Bagi para pemain langsung, para calon pemimpin, partai politik, tim sukses dan pihak-pihak terkait lainnya, etika berpolitik yang santun, harmonis, jujur, adil dan rasional akan mendukung tata masyarakat yang damai dan tenang.

Pada aras masyarakat, rasionalitas dan kecerdasan berpolitik sangat dibutuhkan. Warga harus mampu mendidik dirinya untuk tidak menjadi pemecah-belah sesama warga, tidak mudah dibeli, tidak gampang tersulut emosi dan cerdas menerima dan menanggapi isu dan informasi yang berkembang akan membantu terciptanya persekutuan yang baik.

Hanya di dalam kesadaran tersebut, tahun politik akan menjadi tahun persekutuan penuh rahmat; Persekutuan yang melahirkan harapan bahwa provinsi kita berjalan menuju keadaan yang baik dan lebih baik.*

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved