Mahasiswa Unwira Gantung Diri
Mahasiswa Bunuh Diri Lagi Trend di Kupang, Seperti Inilah yang Akan Mereka Alami di Dunia Orang Mati
Dalam lima tahun terakhir saja, tercatat delapan mahasiswa yang mati karena nekat bunuh diri.
Penulis: Agustinus Sape | Editor: Agustinus Sape
"Saya adalah YY."
"Kalau aku tidak salah, Anda membunuh diri. Apakah Anda meminum racun?"
Aku melihat aura (kabut) berwarna hitam di atas kepalanya. Mereka yang membunuh diri, rohnya sendirian saja, tidak mempunyai orang yang datang menjemput dan membimbing mereka ke dunia roh.
"Ya, betul, saya meminum racun," katanya sambil mulai menangis dan bercerita.
Kisahnya adalah sebagai berikut:
Ibu YY wafat ketika ia masih di tahun pertama kuliah di akademi. Ia jatuh cinta pada saat itu.
Sayang sekali, ayahnya yang seorang pengusaha kaya raya menginginkan ia untuk menikah dengan anak dari seorang teman dagangnya yang juga kaya raya. Ia menolak.
Karena ayahnya melarangnya untuk menikah dengan pemuda yang dicintainya, ia meminum racun membunuh diri.
"Anda sebetulnya tidak perlu sampai membunuh diri," kataku kepadanya.
"Saya tidak mempunyai pilihan lain."
"Anda meninggal begitu muda usia. Betapa sayangnya dan sia-sianya. Anda telah kehilangan arti kehidupan ini."
"Sudah terlambat," katanya.
"Ke mana Anda ingin pergi sekarang?"
"Saya ingin menemui ibuku."
"Hmm, itu aku dapat bantu. Pejamkanlah matamu. Bayangkan wajah ibumu. Panggil nama ibumu. Rohmu dan roh ibumu akan terhubungkan meskipun ibumu berada di tempat yang sangat jauh sekalipun. Ibumu akan muncul dan membimbingmu ke tempatnya."
Tidak lama kemudian, dari kejauhan, sebuah wajah muncul. Ia adalah ibu dari YY, memancarkan sinar.
Sebagai seorang roh yang telah berpengalaman, ia menuntun putrinya itu. Tubuh dari roh YY semakin jauh dari pandangan dan akhirnya menghilang, terbang seperti seekor kupu-kupu, menyatu dengan dunia roh.
Jalan itu terlihat sangat panjang dan sangat sepi. Aku menyimpan foto dari YY yang diberikannya kepadaku. Aku berpikir, "Jalan ini akan dilalui oleh banyak sekali orang."
Yang membuatku tak mengerti adalah, ketika aku terbangun dari meditasiku, foto dari Wen itu masih berada di genggaman tanganku.
Di lain waktu juga terjadi perbincangan dengan arwah bunuh diri seperti berikut ini :
"Nona ZZ, apa yang menyebabkan kematian anda?" saya bertanya.
"Saya membunuh diri dengan meminum racun."
"Mengapa Anda membunuh diri?"
"Saya patah hati."
"Setelah Anda membunuh diri, apakah roh Anda lebih menderita dibandingkan sewaktu Anda masih hidup?"
"Ratusan kali, ribuan kali, bahkan puluhan ribu kali lebih menderita! Orang-orang yang membunuh diri seperti saya selalu diremehkan di dunia roh. Pak Lu, tolonglah saya dan bebaskanlah saya." Ia hampir menangis.
Kadang-kadang karena soal kecil, orang membunuh diri menggunakan berbagai cara seperti memotong, menggantung diri, minum racun, menenggelamkan diri, dan sebagainya. Ini salah.
Pengecualiannya adalah mereka yang mengorbankan nyawa mereka demi kesetiaan, kebajikan, keadilan, dan kesucian.
Orang-orang yang membunuh diri karena emosi, menghindarkan diri dari kejahatan, hukuman, kemiskinan, putus asa, atau iseng -- orang-orang ini akan masuk ke neraka.
Setiap 12 hari, mereka akan mengulangi penderitaan sewaktu mereka membunuh diri itu.
Roh mereka tidak dapat menemukan tempat yang tenang, dan sangat susah bagi mereka untuk dibebaskan.
Membunuh diri tidak memberikan kebebasan. Ini merupakan judul dari bab pertama buku ini.
Saya bisa mengerti tentang penderitaan hidup, tetapi juga mengerti bahwa jalan keluarnya bukanlah dengan membunuh diri.
Orang-orang awam mengira bahwa segala sesuatu berakhir ketika ia mati.
Ini adalah pengertian yang salah. Ada tuntutan-tuntutan yang berkaitan dengan kehidupan, dan ini tidak dapat dihindarkan. Untuk hidup di dunia, kita harus menghadapi realitas dengan gagah dan menjadi orang baik yang dapat menghadapi berbagai ujian. (*)