Wah, Ada Empat Tips Memata-matai Orang Kaya Kekinian, Ini Lho Caranya!

Ya, orang yang berduit adalah mereka yang gemar belanja barang-barang mahal sebagai penanda bahwa mereka golongan kelas atas.

Editor: Rosalina Woso
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Warga memasukkan formulir SPT Pajak mereka para kotak yang tersedia di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cibeunying, beberapa waktu lalu. 

Para nasabah tersebut ingin mengikuti tren gawai dengan membeli produk-produk teranyar melalui utang.

Akibatnya, tidak sedikit dari debitur KTA tersebut yang kesehatan finansialnya menjadi bermasalah.

Sementara itu, Director of Marketing and Communication PT Erajaya Swasembada, Djatmiko Wardoyo saat berbincang dengan saya menceritakan tren penjualan smartphone di perusahaannya.

Menurut Djatmiko, dari seluruh penjualan smartphone yang dibukukan perusahaan, 40 persen konsumen membayar secara tunai dan 60 persen menggunakan kartu kredit.

Nah, dari 60 persen konsumen yang membayar dengan kartu kredit, hanya 20 persen yang melunasinya secara langsung (reguler) dan sisanya 80 persen membayar dengan cara mencicil.

Pola pembayaran ini berlaku di seluruh jenis smartphone. Mulai dari yang kelas rendahan hingga smartphone yang highend.

Tidak bermaksud melakukan generalisasi terhadap pemilik smartphone, namun yang jelas tak bisa menilai naiknya kekayaan atau aset seseorang dari kepemilikan smartphone.

Barang tersebut tidak serta-merta mencerminkan peningkatan pendapatan.

Alih-alih pertanda kenaikan aset, smartphone baru justru bisa menjadi indikator naiknya utang yang ditanggung seseorang.

Memata-matai Orang Kaya

Melihat trend orang kaya kekinian, ada baiknya Ditjen Pajak mulai kritis, kreatif, dan inovatif memikirkan hal-hal lain yang harus dilaporkan dalam SPT pajak.

Dan, tak terpatok pada barang-barang yang dianggap sebagai penanda kesuksesan seperti smartphone.

Untuk itu, bro Dirjen Pajak bisa memerintahkan stafnya untuk mulai memata-matai orang kaya kekinian dengan cara lain.

Pertama, mendaftar hobi para wajib pajak. Caranya, ya dengan mewajibkan para wajib pajak melaporkan hobi mereka ke dalam SPT pajak. Bagaimanapun, hobi-hobi tertentu patut dicurigai sebagai hobinya orang kaya.

Kedua, mencatat makanan kesukaan wajib pajak. Seluruh wajib pajak perlu untuk melaporkan makanan favoritnya dalam SPT pajak.

Ini penting untuk dilaporkan. Orang kaya memiliki selera makanan yang berbeda dari orang kelas menengah pekerja yang kebanyakan suka makan fast food.

Jika dalam kolom ini ada tulisan "organik", Ditjen Pajak bisa memata-matai wajib pajak tersebut.

Ketiga, jika masih dirasa kurang komprehensif, Ditjen Pajak bisa menambah kolom cita-cita dalam SPT pajak.

Bagaimanapun, cita-cita penting untuk dilaporkan ke dalam SPT pajak, karena orang-orang berduit punya utopianya sendiri.

Jika cita-cita yang dilaporkan masih umum, wajib pajak tersebut tak perlu dicurigai.

Namun, apabila cita-cita itu sudah agak berbeda dengan orang pada umumnya, ini nih yang patut dicurigai sebagai orang kaya.

Keempat, Ditjen Pajak perlu untuk memaksa para wajib pajak menuliskan pesan dan kesan dalam SPT pajak.

Orang berduit biasanya punya pesan dan kesan tertentu kepada pemerintah menyangkut isu-isu yang sangat spesifik dan berbeda dari kebanyakan masyarakat pada umumnya.

Jika pesan dan kesannya agak nyleneh, yang bersangkutan pantas dimasukkan dalam daftar wajib pajak yang harus diawasi.

Demikian saja, semoga Ditjen Pajak selalu diberi kesuksesan dan kelancaran dalam memata-matai orang berduit di Indonesia.(*)

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved