Kemerdekaan dan Fenomena Heterophobia, Catatan Menarik dari Guru SMPK St Yoseph Kupang

Namun, apakah selebrasi-selebrasi ini sanggup menyentil nurani masyarakat untuk mentransformasi kesadaran nasionalisme

Editor: Dion DB Putra

Kelebihan pendekatan pro-eksistensi terletak dalam tuntutan etisnya bahwa dari kelompok-kelompok etnis atau religius itu, tidak hanya dituntut untuk sekadar hidup berdampingan secara damai, melainkan dituntut agar kelompok-kelompok itu tanggap atau peduli terhadap kelompok lain.

Tensi sosial yang mulai meningkat sekarang ini membutuhkan pendekatan pro-eksistensi sebagai tuntutan etis sosial. Paradigma berpikir yang picik harus segera dibongkar. Membangun kesatuan dengan etika kepedulian (ethics of care) dan etika tanggung jawab (ethics of responsibility) demi kekeluargaan sebagai nilai khas bangsa Indonesia.

2). Dari toleransi pasif menuju toleransi aktif. Toleransi merupakan kata kunci membangun kerukunan dan perdamaian dalam tiap bangsa. Toleransi sebagai sikap menghargai akan perbedaan menunjukkan aspek sosialitas dan keterbukaan akan faktum kebhinekaan.

Namun, selama ini kita masih banyak bergerak dalam horison toleransi pasif. Toleransi ini berupa "toleransi diam" dengan penekanan mengindari konflik dengan komunitas lain. Toleransi ini merupakan toleransi yang minimalis, karena tiap-tiap komunitas entah itu suku, agama, partai politik dan lain sebagainya hanya mengurusi urusan pribadi. Fokus perhatiannya masih menjangkarkan diri pada komunitas sendiri (ad intra).

Kini, bangsa kita harus bergerak dari toleransi pasif menuju toleransi aktif, yakni toleransi yang hidup dalam dialog dan perjumpaan yang saling menghargai dan membantu.

Kita harus berani keluar dari kungkungan ideologi komunitas kita yang sempit menuju perjumpaan dengan komunitas lain. Agama-agama memiliki agenda besar dalam upaya mengartikulasikan kehadirannya dalam ruang publik yang majemuk.

Para pemuka agama sebagai agen kerukunan perlu mengkontekstualisasikan ajaran agama dalam horison kemajemukan. Jika tidak, maka sebuah status yang mengandung ujaran kebencian di facebook yang berbalutkan sensitivitas agama dapat saja membangun kericuhan yang luar biasa.

3). Membangun demokrasi dan keadilan. Demokrasi dan keadilan merupakan tuntutan mutlak dalam negara pluralis seperti Indonesia. Kehidupan demokrasi yang sehat dapat mengakomodir tuntutan ham tiap individu masyarakat sekaligus menjamin suasana yang bebas dan terbuka bagi tiap warga negara untuk menyatakan pendapat serta kebutuhannya.

Hal ini membantu pemerintah untuk bersikap tanggap terhadap keluhan, tuntutan dan kebutuhan rakyatnya. Demokrasi juga membuka ruang bagi adanya diskusi, pertukaran pikiran, perdebatan yang kritis, kompetisi yang sehat dan bentuk-bentuk interaksi sosial-politik lainnya. Proses ini amat dibutuhkan untuk menciptakan kesejahteraan sosial di Indonesia.

Selain itu, membangun keadilan juga merupakan kebutuhan esensial untuk menciptakan kesejahteraan. Banyak konflik sosial dipicu karena faktor ketidakadilan sosial. Kemiskinan dan kesenjangan sosial akan menjadi lahan yang subur bagi konflik sosial yang bernuansa SARA. Dan untuk mewujudkan keadilan, maka tidak bisa tidak, kedaulatan hukum harus menjadi pamong di negara kita.

Supremasi hukum harus ditegakkan oleh seluruh elemen masyarakat Indonesia. Demokrasi yang sehat serta keadilan sosial merupakan kekuatan untuk menangkal bahaya konflik sosial yang mengancam kedaulatan bangsa kita.

Pahlawan bangsa telah merebut kemerdekaan dari tangan para penjajah. Namun, kemerdekaan bukanlah sebuah hadiah cuma-cuma. Tugas kita tidak kalah penting. Sebab, kemerdekaan adalah proses yang harus terus-menerus kita hidupi. Fenomena keretakan sosial yang muncul dari patologi heterophobia mengancam kemerdekaan kita sebagai bangsa yang bersatu dan berdaulat. Siapkah kita untuk memeranginya?

Chantal Mauffe ingin memberika awasan kritis bahwa tak pernah ada identitas yang sudah selesai. Yang ada adalah proses konstruksi identitas kolektif yang tak pernah berakhit. "Niemals Identität, imer Identifizierungen; tak pernah ada identitas, tapi proses identifikasi."

Kemerdekaan de jure memang telah dimiliki negara Indonesia selama 72 tahun. Namun, in sensu lato (dalam pengertian yang luas) kemerdekaan masih terus diperjuangkan sebagai sebuah proses identifikasi diri.

Hal ini penting, karena merdeka bukanlah semacam harta yang dimiliki dan dapat disimpan, melainkan perlu terus diperjuangkan dan dihidupi sepanjang hayat. Fenomena heterophobia yang telah menjadi patologi sosial masyarakat Indonesia perlu diberantas dengan menghidupi filsafat Bhineka Tunggal Ika. Salam Merdeka! *

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved