Belalang, Pangan dan Facebook, Inilah Catatan Kritis yang Perlu Anda Tahu

Nama yang salah bisa berakhir dengan tindakan pengendalian yang kurang tepat sasaran. Seperti menghadapi

Editor: Dion DB Putra

Hanya saja, pemasarannya harus bersaing dengan pemasaran insektisida kimiawi yang sudah lebih dahulu menguasai pasar. Akibatnya, insektisida kategori ini masih kurang dikenal. Padahal dari segi kemanjurannya membunuh belalang kembara, bioinsektisida ini sudah sangat teruji. Bukan hanya itu, bioinsektisida juga sangat selektif dalam membunuh karena mematikan hanya terhadap belalang kembata dan jenis-jenis belalang merusak lainnya. Dengan begitu maka burung, kadal, dan satwa pemakan belalang kembara pun aman, tidak ikut mati sebagaimana bila yang kita gunakan adalah insektisida kimiawi.

***
BELALANG kembara jumlahnya banyak, tapi apakah kita kalah banyak? Berapa jumlah belalang kembara yang sekarang menyerbu Sumba Timur? Sepuluh juta, lima puluh juta, seratus juta? Kita lupa, jumlah kita orang Indonesia saat ini sudah lebih dari 250 juta. Itulah sebabnya kita menjadi pengguna media sosial Facebook peringkat keempat terbanyak di dunia.

Menurut Statista, The Statistics Portal, jumlah pengguna Facebook di Indonesia pada tahun ini mencapai angka yang fantastis, 111 juta orang. Media sosial lainnya, Twitter, meskipun jumlah pengguanya tidak sebanyak jumlah pengguna Facebook, mencapai peringkat ketiga dunia dengan jumlah pengguna sebanyak 24,34 juta pada tahun lalu. Belum lagi kalau ditanya jumlah pengguna telepon seluler (ponsel).

Meski data mutakhir tidak tersedia, menurut data tahun 2013 Indonesia menduduki peringkat keenam dunia dalam jumlah penggunaan ponsel. Tapi tunggu dulu, apa hubungan Facebook, Twitter, dan ponsel dengan belalang kembara?

Menurut konsep ketahanan hayati (biosecurity), konsep yang kini dianut negara-negara maju dalam menghadapi bencana yang ditimbulkan oleh mahluk hidup perusak semacam belalang kembara, kunci dalam menghadapi ancaman hayati adalah deteksi dini dan tanggap cepat. Temukan belalang kembara sedini mungkin dan lakukan pengendalian secepatnya, begitu kira-kira landasan pikirnya. Lalu siapa yang bisa menemukan belalang kembara sedini mungkin di tengah hamparan savana Pulau Sumba yang mahaluas? Tentu petugas dinas yang bidang tugasnya mencakup pengendalian organisme pengganggu tidak akan mampu melakukannya.

Pakar universitas juga tidak akan mampu melakukannya, kecuali mungkin pakar di universitas negara-negara maju dengan teknologi super canggihnya. Tapi ada yang bisa melakukannya, siapa lagi kalau bukan para petani yang sehari-hari sangat akrab dengan hamparan padang savana. Mungkin belum ada petani yang mempunyai akun Facebook, tetapi petani yang mempunyai ponsel biasa sudah bisa mengirimkan pesan singkat, asalkan ada yang menerima pesannya, dan menghargai jerih payahnya.

Tugas selebihnya tentu saja di luar jangkauan petani pada umumnya. Ada pemerintah
kabupaten yang begitu bangga sudah mempunyai website, tentu berarti aparatnya sudah bisa mengakses Internet. Berarti pula pada dinas yang mempunyai tugas yang berkaitan dengan organisme pengganggu tanaman tersedia akses Internet.

Dan, karena itu bisa menggunakan layanan gratis FrontlineSMS untuk menerima pesan singkat dari dan mengirimkan pesan kembali kepada petani. Dan karena itu juga bisa menggunakan layanan Crowdmap gratis yang disediakan oleh Usahidi untuk memetakan kawasan sehingga dapat ditentukan dari mana saja pesan singkat mengenai keberadaan belalang kembara masuk paling banyak. Atas dasar itu pengambil keputusan dapat mengirimkan petugas untuk segera melakukan pengendalian.

Lalu Facebook dan Twitter untuk apa? Bukankah sekolah ada di banyak tempat dan murid zaman sekarang banyak yang menggunakan ponsel pintar yang dapat digunakan untuk mengambil foto yang kemudian dapat disebarkan melalui Facebook? Dan para petinggi di kabupaten tentunya mempunyai akun Twitter untuk membagikannya di kalangan para petinggi, di tingkat provinsi bahkan di tingkat pusat?

Tentu saja kuncinya bukanlah Facebook. Juga bukan Twitter dan bukan pesan singkat. Semua itu hanyalah sarana yang penggunaannya bergantung pada kita semua. Kita yang menggunakan itu semua untuk tujuan apa. Apakah sekedar untuk unjuk diri dengan membagikan foto selfie atau untuk tujuan lain yang bermanfaat bagi orang banyak.

Kuncinya adalah kita, khususnya kita yang diberikan wewenang dan tanggung jawab di bidang perlindungan tanaman untuk melakukan koordinasi lintas sektoral dan pendekatan masyarakat untuk mengajak semua pihak berkolaborasi. Tanpa kolaborasi dan partisipasi semua pihak, mustahil aparat dinas terkait dapat melakukan sendiri tugas yang mahaberat ini.

Kalau belalang kembara menjadi merusak karena jumlahnya yang banyak, mengapa kita tidak menggunakan orang banyak untuk bersama-sama menghadapinya? Itulah pilihan yang ada pada kita sekarang, dan kita harus memulai dengan apa yang ada pada kita, bukan terus menunggu bantuan orang lain. *

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved