Mempertimbangkan Neo Tribalisme

Pemikirannya diperkuat Scout (1999) yang menyebut bahwa era milenium baru dapat disebut sebagai the time of tribalism.

Editor: Dion DB Putra

Harus diakui bahwa modernitas dan sistem demokarsi sebagai anak kandung reformasi 98, telah melahirkan sebagian masyarakat yang berkharakter personal individual yang menjunjung HAM. Salah satu dampaknya adalah menggelorakan kehadiran identitas lokal yang dalam istilah Giddens (1991) dalam Modernity and Self Indentity disebut "individualism -identity and locality".

Untuk keperluan itu, bandul revolusi mental demokratis tersebut harus sungguh dijalankan secara terencana, tertib dan tertata.

Dalam dan melaluinya komunitas bangsa kita boleh muncul sebagai masyarakat post traditional yang adil dan beradab. Sayang jika rejim reformasi, yang diperankan oleh eksekutif, legislatif dan yudikatif seperti para anggota DPR, DPD, DPRD, Jaksa, Hakim, MK, dan pimpinan partai-partai politik masih suka KKN dan olehnya menjadi karpet merah bagi ada dan menjadinya the time of tribalism and the primitive day di berbagai penjuru negri.

Catatan untuk Ormas dan Peran Polda

Dalam alur pemikiran di atas, saya mendukung tekad baja dan tindakan nyata Menkopolkam Jenderal Wiranto dan Mendagri, yang tegas melarang ormas HTI yang mempunyai agenda idelogi komunalitas trbalistisnya sendiri. Bagi saya ormas yang anti ideologi kebangsaan Pancasila dan konstitusi UUD 45 adalah etis untuk dilarang dan karenanya didukung sepenuhnya oleh Pori dan TNI. Saya salut atas aparat negara yang konsisten dalam menunaikan tugas `ipoleksosbudhankamnasling'-nya.
Dalam alur dan pemikiran yang sama, saya memuji langkah kebijakan Pemda dan Polda NTT yang rancang bangun eksistensi `polisi adat' yang bersumber dari institusi masyarakat adat untuk turut menjaga kambtimas di Provinsi NTT.

Pertemuan Kapolda NTT dengan komunitas masyarakat adat Timor (Rabu, 15/3/2017) dalam representasi Meo Naek Teflopo, yang konon memimpin 108 suku di Timors, patut diapresiasi. Kita tunggu geliat yang sama di berbagai kabupaten Flobamorata yang lain. Namun tetap dengan catatan pertimbangan seperti yang diulas pada tulisan ini, yaitu sejauh mungkin ormas yang berabasis komunitas adat itu perlu menjinakkan bibit neotribalisme dari dalam dirinya sendiri yang cenderung destruktif untuk berkiprah secara konstruktif.

Maka bagi saya, walaupun mungkin dari sisi akademik masih perlu dikaji serius keakuratan data kebudayaannya dan keampuhan strategi kebudayaan yang dirancang bangun, Polda se-Nusantara pada umumnya dan Polda NTT pada khususnya teruslah loyal dan berkomitmen tinggi bersama elemen masyarakat lain termasuk lembaga polisi adat, bersinergi membangun ruang-ruang perjumpaan dan kesepakatan pancasilais, bagi penegakan hukum, baik hukum adat maupun hukum positif yang berlaku di ranah lokal. Kita mendoakan agar kerjasamanya berlangsung ramah dan cerdas, untuk memperkokoh pilar-pilar ideologi kebangsaan dan peradaban universal.*

Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved