Guru dan Semangat Pengabdian

Perkumpulan guru sebenarnya sudah ada sejak zaman pemerintahan Belanda dengan nama Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB) tahun 1912.

Editor: Agustinus Sape
POS KUPANG/ENOLD AMARAYA
MERIAHKAN HARI GURU -Handayani Group yang anggotanya terdiri dari guru-guru perempuan SMA negeri di Kupang memeriahkan perayaan HUT ke-71 PGRI dan Hari Guru Nasional ke-22 dengan tarian kreasi Mogi Ye di Gedung Olah Raga (GOR) Flobamora, Kupang, Jumat (25/11/2016). 

Oleh: Yulita Hety Sujaya, S.Pd
Guru Sejarah di SMAK Setia Bakti-Ruteng

TANGGAL 25 November ditetapkan sebagai Hari Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI). Penetapan ini tentu tidak terlepas dari kiprah atau peran dari para guru dalam upaya mewujudkan kemerdekaan Indonesia. Di samping itu juga untuk mengembangkan amanah dan tanggung jawab mewujudkan misi memanusiakan manusia. Tetapi, sebelum kita melangkah lebih jauh terkait semangat revolusioner dari guru, kita mencoba untuk melakukan tinjauan historis terkait penetapan tanggal 25 November sebagai Hari Persatuan Guru Republik Indonesia.

Perkumpulan guru sebenarnya sudah ada sejak zaman pemerintahan Belanda dengan nama Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB) tahun 1912. Tetapi pada tahun 1932 berubah nama menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI). Menariknya lagi, pada tahun 1945, para guru membentuk kongres guru untuk mendukung kemerdekaan Indonesia di Kota Surakarta. Selanjutnya Hari Guru Nasional kembali diperkuat tahun 1994 melalui Keputusan Presiden (Kepres) No. 78 Tahun 1994 dan juga yang tercantum di dalam UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.

Tentu saja menjadi hal yang menarik ketika kita melihat jauh ke belakang terkait tujuan pembentukan perkumpulan para guru. Semangat untuk berkumpul pada masa awal kemerdekaan menegaskan betapa mereka itu memiliki semangat dan komitmen yang kuat untuk merebut kemerdekaan dari para penjajah. Misi awal untuk terwujudnya kemerdekaan kemudian berkembang menjadi semangat untuk mewujudkan misi memanusiakan manusia. Hal ini tentu saja tidak terlepas dari keinginan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945.

Guru dalam Perkembangannya
Setiap era pasti mempunyai cerita tersendiri, terutama apa yang dialami oleh para guru. Hal ini tentu saja tidak terlepas dari situasi dan kondisi yang terjadi. Zaman dahulu kala, ketika buku dan pulpen belum ada, guru hanya mengandalkan batu. Di situlah mereka mulai menuangkan ilmu pengetahuan kepada para siswa. Selanjutnya ditemukan alat tulis yang disebut dengan kapur (batu tulis). Penemuan batu tulis ini dijadikan sebagai alat kebutuhan pokok bagi para guru untuk menerangkan materi kepada para siswa dengan menuliskannya di papan yang berwarna hitam yang dipajang di depan kelas. Kisah seperti ini masih terus berlanjut sampai sekarang terutama di daerah-daerah terpencil termasuk di NTT.

Tetapi seiring dengan revolusi teknologi yang begitu cepat, perkembangan pun sudah mulai dirasakan. Tak terkecuali dalam dunia pendidikan. Saat ini banyak guru yang sudah menggunakan laptop, komputer, whiteboard dan sebagainya. Kemunculan alat-alat seperti ini setidaknya memberikan kemudahan bagi para guru dalam menyampaikan materi. Tetapi kita juga tidak bisa menafikan jika kemunculan alat ini menjadi hal yang sangat sulit bagi guru-guru yang lain karena harus melalui tahap penyesuaian yang cukup panjang. Tetapi ada satu hal yang perlu digarisbawahi bahwa setiap era selalu menyisakan kisah tersendiri, terutama yang dialami oleh para guru dalam tugas dan pengabdiannya bagi anak bangsa.

Semangat Pengabdian
Guru adalah sosok yang tangguh, merupakan ungkapan yang tepat untuk dialamatkan kepada para guru di Indonesia. Karena bagaimana pun, tugas dan tanggung jawab dari mereka (baca: guru) sangatlah besar. Mereka tidak hanya berurusan dengan kepentingan akademiknya siswa, melainkan juga pada kepentingan non akademik seperti sikap dan perilaku. Hal ini pun kembali dipertegas dalam Kurikulum 2013 yang cenderung memfokuskan diri pada pendidikan karakter. Kedua peran ini selalu dimainkan secara bersamaan oleh setiap guru.

Semangat pengabdian dari para guru sesungguhnya tidak cukup hanya dilihat pada permukaan saja. Tetapi coba kita secara bersama-sama menyelami lebih jauh seperti apa nasib yang dialami oleh guru yang mendedikasikan dirinya di tempat terpencil. Mereka tidak hanya berhadapan dengan para siswa, melainkan juga berjuang untuk menghadapi tantangan alam. Medan perjuangan dinilai terasa sulit dan keras, tetapi totalitas dan semangat mereka sangatlah tinggi. Di sinilah sebenarnya pemerintah harus membuka mata lebih lebar lagi. Kesejahteraan dari para guru perlu ditingkatkan lagi, bukan hanya berorientasi pada mereka yang mengabdi di perkotaan. Tidak jarang juga banyak guru yang harus dipersalahkan dan dianiaya karena melakukan tindakan kekerasan kepada para siswa yang nakal. Upaya pemerintah untuk melindungi nasib para guru pun masih jauh dari harapan.

Walaupun dalam tulisan ini, penulis tidak bisa menafikan lagi akan beberapa hal yang kerapkali dianggap menyimpang dari peran yang sesungguhnya. Dimana masih ada beberapa oknum guru yang melakukan tindak kekerasan seksual kepada para siswanya. Di samping itu, guru juga melakukan penganiayaan terhadap siswa di luar batas toleransi. Hal lain yang juga kerapkali dipertontonkan oleh para guru kepada publik adalah perilaku korupsi terstruktur, sistematis dan masif. Beberapa hal ini dianggap mampu mencederai dan mencoreng citra dari para guru.

Harapan
Seribu harapan tentu saja bermunculan di benak para guru di seluruh Indonesia. Tetapi satu hal yang pasti, bahwa para guru membutuhkan perlindungan dari negara dalam menjalankan tugas dan pengabdiannya bagi bangsa Indonesia. Perlindungan dalam tulisan ini tentu saja memiliki makna yang banyak. Aspek kesejahteraan melalui peningkatan gaji dan tunjangan kesehatan perlu diberikan sebagai bentuk apresiasi negara terhadap kinerja guru.

Di samping itu, di hari ulang tahunnya ini ada sejuta harapan yang mungkin disematkan kepada para guru oleh negara untuk tetap teguh, setia dan totalitas dalam mendedikasikan diri bagi nusa dan bangsa. Guru harus tetap menjadi aktor sekaligus garda terdepan dalam upaya mewujudkan misi mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia dan terwujudnya manusia Indonesia yang lebih manusia. Akhirnya selamat hari guru, semoga negara selalu ada untuk guru di seluruh tanah air Indonesia.*

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved