Konsolidasi Internal
Bagi Partai Golkar, hal terpenting yang perlu dilakukan saat ini ialah melakukan evaluasi secara menyeluruh hambatan maupun kegagalan selama ini.
DEWAN Pimpinan Daerah (DPD) Partai Golkar Provinsi NTT menyelenggarakan Musyawarah Daerah (Musda) IX selama dua hari sejak Kamis (11/8/2016) hingga Jumat (12/8/2016). Salah satu agenda Musda yang dibuka Ketua Umum DPP Partai Golkar, Setya Novanto, ini adalah memilih Ketua DPD Partai Golkar NTT.
Pemilihan ketua yang diikuti pemilihan para pengurus baru merupakan proses formal yang harus dilakukan oleh setiap organisasi politik (partai politik) dalam setiap lima tahun. Salah satu tujuannya untuk mengganti pengurus lama dengan pengurus baru sekaligus untuk menyegarkan roda organisasi itu. Juga bisa mempertahankan pengurus lama tapi semakin memperkuat soliditas dan konsolidasi sehingga organisasi itu bisa menghadapi persaingan dengan organisasi politik lainnya.
Dalam konteks Musda Golkar NTT, siapapun yang akan terpilih menjadi ketua umum berikut badan pengurusnya tentunya tidak masalah, karena semua kader yang dicalonkan tentu merupakan kader terbaik partai itu. Asalkan proses pemilihannya dilakukan secara demokratis. Demokratis dalam konteks ini ialah calon yang terpilih benar-benar calon yang sesuai dengan keinginan dan aspirasi murni dari para pemilih tanpa dipengaruhi tekanan atau intimidasi apapun.
Hal lain yang sangat penting ialah ketua dan pengurus yang terpilih bisa menakhodai organisasi itu untuk kemajuan organisasi itu ke depan sehingga mampu menghadapi persaingan dengan organisasi politik lainnya. Tak hanya membawa organisasi secara lembaga tapi juga mampu mendidik para kadernya untuk menjadi pemimpin masa depan.
Bagi Partai Golkar, hal terpenting yang perlu dilakukan saat ini ialah melakukan evaluasi secara menyeluruh hambatan maupun kegagalan-kegagalan yang terjadi selama ini sehingga berpengaruh terhadap perolehan kursi di legislatif.
Selain itu, melakukan konsolidasi secara internal. Konsolidasi secara internal ini penting mengingat beberapa tahun terakhir ini terjadi 'perpecahan' di dalam tubuh Golkar setelah munculnya pimpinan Golkar versi Agung Laksono dan Aburizal Bakrie.
Meskipun secara legal formal Golkar sudah bersatu kembali setelah terpilihnya Ketua Umum Baru, Drs. Setya Novanto, namun tidak tertutup kemungkinan rasa iri dan sentimen- sentimen pribadi antarpengurus masih terus membekas. Dalam konteks inilah pentingnya rekonsiliasi dan rekonsolidasi antarpengurus sehingga para pengurus kembali bersatu membentuk kekuatan untuk menghadapi pertarungan selanjutnya.*