Integritas dan Keberanian di Panggung Politik
Itulah sifat dan sikap manusia yang paling dikagumi John Fritzgerald Kennedy (1917-1963), Presiden ke-35 Amerika Serikat (1960-1963).
Oleh: EP da Gomez
Pengamat Politik, Tinggal di Maumere-Sikka
THOMAS Carlyle menulis, "Keberanian yang kita idamkan dan puji setinggi langit bukanlah keberanian untuk mati secara terhormat, melainkan hidup secara jantan".
Keberanian. Itulah sifat dan sikap manusia yang paling dikagumi John Fritzgerald Kennedy (1917-1963), Presiden ke-35 Amerika Serikat (1960-1963). Ia mengagumi orang yang berani, tegar, disegani, baik di medan perang atau di lapangan baseball, di arena politik atau di ruang pengadilan.
Judul artikel ini diambil dari buku Profiles in Courage karya tulis John F. Kennedy, seorang politisi, senator dan presiden Amerika Serikat yang sangat terkenal pada zamannya dan terus dikenang sampai kini dan sampai kapan pun. Begitu terbit, buku ini menjadi sangat laris, best seller, sedikitnya memberi petunjuk bahwa banyak orang suka dan sudah membacanya. Surat kabar Boston Globe menyebutnya sebagai sebuah buku sejarah senat Amerika Serikat. Dan Cabell Philips menulis di halaman depan The New York Times Book Review bahwa Profiles in Courage adalah jenis buku yang memulihkan penghargaan kepada suatu profesi yang terhormat dan yang banyak disalahgunakan. Yang dimaksud dengan profesi di sini adalah profesi politikus.
Tidak ada pekerjaan selain politik yang menuntut seseorang mengorbankan kehormatan, prestise, dan kariernya demi sebuah isu. Pengacara, pelaku bisnis, guru, dokter, semuanya menghadapi permasalahan pribadi yang melibatkan integritas mereka, namun hanya sedikit, kalau memang ada, yang menghadapinya di tengah sorotan umum seperti mereka yang memangku jabatan di bidang politik. Lord Tweedsmuir, salah seorang penulis favorit John F. Kennedy, menulis dalam autobiografinya, "Arena politik adalah puncak karier, dan bagi orang muda itu adalah ambisi yang paling tinggi nilainya. Politik tetap merupakan petualangan terbaik dan termulia".
Namun, tidaklah mudah berkeberanian, bersikap tegar sebagai politikus, juga di negara seperti Amerika Serikat yang pelaksanaan sistem demokrasinya pada umumnya dinilai baik, dan para anggota lembaga perwakilan rakyatnya dapat mengemukakan pendapatnya dengan bebas, dengan berterus terang dan lugas.
John F. Kennedy yang bertampang gagah, ganteng, cerdas dan berani itu mengemukakan bahwa sedikitnya ada tiga presi, tiga kekuatan penekan terhadap para politisi yang menjadi anggota Kongres (Senat dan DPR), yaitu pertama, tekanan atau presi untuk berkompromi; kedua, tekanan atau presi dari partai politik pengusung; dan ketiga, yang terpenting, yang bisa melunturkan semangat keberanian dalam diri seorang Senator atau anggota Kongres, adalah tekanan yang berasal dari pemilih, kelompok kepentingan, kolumnis politik dan media massa, kalangan pelaku bisnis, pemberi suara khususnya para penyumbang dana.
Suami dari perempuan cantik, anggun dan memikat hati itu, Jaequeline, mengatakan bahwa menghadapi tekanan-tekanan semacam itu, tidak saja untuk menolaknya, bahkan untuk menurutinya, adalah suatu tugas bahkan beban yang luar biasa beratnya. Setiap kali ketika menghadapi situasi dan kondisi politik yang demikian, seorang wakil rakyat dihadapkan pada pilihan yang sulit. Misalnya berkompromi untuk memuaskan semua pihak dan dengan demikian menyelamatkan diri sendiri, atau menyuarakan hal-hal yang menurut keyakinannya memang benar dan merupakan aspirasi masyarakat, walau akan menyebabkan bentrok dengan kepentingan atau keinginan kekuatan politik lawan yang lebih besar atau lebih kuat.
Melakukan pilihan semacam itu memang tidaklah mudah, karena kenyataan yang dihadapi adalah jarang yang hanya hitam-putih. Harus diperhitungkan pula dimensinya ke depan, bukan hanya kekiniannya. Di lain pihak sulit kiranya dibenarkan seorang wakil rakyat berkompromi untuk menyelamatkan diri agar menguntungkan kepentingan pribadinya, tanpa memedulikan kepentingan umum, kepentingan rakyat yang diwakilinya. Tokoh politikus semacam itu dalam kalangan masyarakat politik dijuluki sebagai Pak Slamat dan Pak Untung. Karena itu, tidaklah mudah menjadi wakil rakyat. Ia tidak hanya mesti menguasai bidang tugasnya, tapi ia pun mesti seorang yang bijaksana dan berkeberanian moral.
Profiles in Courage mengungkapkan kepribadian, keyakinan dan ketokohan John F. Kennedy. Dalam hidupnya, ia selalu mencari orang-orang di berbagai bidang kegiatan yang menunjukkan keberanian, ketegaran sikap, orang-orang yang dapat diandalkan dalam memperjuangkan suatu tujuan, suatu ideal. Ia hanya ingin mengedepankan apa yang dikaguminya, yakni keberanian moril, ketegaran sikap, dan siapakah tokoh-tokoh sejarah Senat Amerika Serikat yang menurut penilaiannya menampilkan keberanian dan ketegaran sikap itu. John F. Kennedy menjadikan mereka tokoh idolanya, tokoh yang hendak dicontohnya. Apakah ia berhasil dalam usahanya itu? Sejarah Amerika Serikat mencatat John F. Kennedy sebagai presiden yang sukses, meski masa jabatannya sangat pendek, cuma tiga tahun. Di antara demikian banyak hal yang sukses, dapat dicatat bahwa Kennedy menempatkan Amerika Serikat sebagai negara pelopor pelaksanaan hak asasi manusia dan mewujudkan program Apollo sebagai tujuan nasional dalam ambisi besar untuk mendaratkan manusia pertama di bulan pada tahun 1969, meski ia sendiri tidak sempat menyaksikan saat yang menegangkan dan membanggakan itu.
Ia menulis kisah tentang sejumlah pemberani yang telah mengukir sejarah negerinya. Mereka menyuarakan hati nurani kendati harus mempertaruhkan kehormatan dan harga diri, masa depan, bahkan kesejahteraan istri-anak mereka. Mereka membentuk hidupnya dengan mengacu pada idealisme. Pada zamannya mereka menyadari tindakan apa yang dilakukan, dan melakukannya, dengan berani menanggung risiko yang harus dihadapinya. Kennedy suka mengutip ucapan Dante, bahwa tempat terpanas di neraka disediakan untuk mereka yang tetap bersikap netral di saat krisis moral melanda.
Bila ada pelajaran yang bisa dipetik dari kehidupan para tokoh yang ditulis Kennedy, bila ada pelajaran tentang kehidupan dan kematiannya, itu adalah bahwa dalam dunia ini tak seorang pun dari kita boleh menjadi penonton, kritikus yang hanya berdiri di luar lapangan.
Delapan politisi yang dikedepankan dalam buku Profiles in Courage semuanya pernah menjadi senator, dan seorang di antaranya adalah Presiden ke-6 Amerika Serikat, John Quincy Adams (1767-1848) dari negara bagian Massachusetts. Tujuh tokoh lainnya adalah Daniel Webster dari Massachusetts (1782-1850), Thomas Hart Benton dari Missouri (1748-1832), Samuel Houston dari Texas (1793-1863), Edmund G. Ross dari Kansas (1730-1779), Lucius Quintus Cincinatus Lamar dari Missisippi (1825-1893), George W. Norris dari Nebraska (1861-1944) dan Robert Alphonso Taft dari Ohio (1889-1953).
Itulah tokoh-tokoh menurut pandangan Kennedy sebagai manusia yang dilahirkan Amerika Serikat dengan kualitas karakter yang paling luhur: keberanian. "Mulia karena tampan", begitulah menurut Ernest Hemingway. Kennedy mengisahkan tentang berbagai tekanan yang dialami oleh delapan tokoh itu berikut kemuliaan mereka dalam memikul semua risiko terhadap karier, ketidakpopuleran jalur yang mereka tempuh, tercemarnya nama baik, dan sedikit, sedihnya hanya sedikit, upaya pemulihan reputasi dan prinsip yang mereka pegang.
Membaca Profiles in Courage, buku yang persuasif dan mendalam tentang integritas politik, karya politikus berkaliber dunia dan bernama besar seperti John F. Kennedy, sungguh membangkitkan semangat dan memberi kecerahan. Kalau saja para pemimpin dan wakil rakyat kita di Indonesia, Provinsi NTT dan Kabupaten Sikka berkualitas dan memiliki integritas sebagaimana mereka yang diprofilkan oleh John F. Kennedy.