Guru dan Elite
Kepentingan itu bermain lewat birokrasi yang menjadikan uang sebagai patokan nilai beli dan posisi tawar menawar.
Masyarakat harus tahu bahwa semangat profesionalisme akan luntur karena adanya disorientasi jabatan. Birokratisasi menciptakan hubungan kerja hierarkis dan top down, dan menghapuskan kesejatian profesi guru yang seharusnya merdeka untuk menentukan berbagai aktivitas profesinya tanpa harus terbelenggu oleh kepentingan elite pemimpin yang menjadi budaya birokrat. Guru harus diberi ruang kebebasan dan masyarakat harus mendorong guru agar berani menempati ruang tersebut tanpa harus dibayangi ketakutan pada kekuasaan birokrasi.
Karena dalam ruang inilah guru bisa melibatkan diri dalam setiap pengambilan kebijakan pendidikan yang partisipatif, bebas berpendapat, mengkritik, berekspresi dan berserikat sebagai wujud kemandirian profesinya mulai dari tingkat sekolah sampai penentuan kebijakan pendidikan di tingkat kabupaten atau kota, provinsi maupun pemerintah pusat. Dengan demikian guru tidak boleh lagi ditempatkan sebagai bawahan dan bayang-bayang elite birokrat yang hanya menerima berbagai kebijakan birokrasi. Dan yang paling utama adalah bahwa perubahan paradigma ini tentunya membutuhkan kebijaksanan politik birokrasi terhadap profesi guru yang tepat dan adil, yang tidak reduksionis dan meminggirkan dari para elite birokrat itu sendiri.*