Putusnya Matarantai Kepemimpinan NTT

dan pemerintah daerah pada masa lampau, saat ini tinggal kenangan dan nyaris dilupakan karena

Editor: Dion DB Putra
zoom-inlihat foto Putusnya Matarantai Kepemimpinan NTT
IST
Jacob Nuwa Wea

Model kepemimpinan "kapitan perahu" inilah yang didambakan oleh generasi muda kita saat ini. Fenomena dimana generasi muda mengidolakan kepemimpinan Ahok di Jakarta, harus menjadi inspirasi bagi kita, agar momentum pikada atau pilgub di NTT bisa melahirkan pemimpin dengan kriteria "kapitan perahu" guna membenahi tata kelola Pemerintahan, Partai Politik, dan Masyarakat di NTT, agar ke depan kepemimpinan yang dilahirkan melalui proses politik mampu mengelola kehidupan masyarakat, sejalan dengan hakekat demokrasi itu sendiri yaitu dari, oleh dan untuk rakyat sebagai pihak yang punya kedaulatan.

Karena itu gereja, partai politik dan tokoh masyarakat harus duduk bersama menjadi fasilitator yang baik untuk mendiskusikan bagaimana sebaiknya melahirkan seorang pemimpin fenomenal yang memiliki rekam jejak "kapitan perahu" di NTT. Memusyawarahkan siapa-siapa saja bakal
calon yang memenuhi kriteria "kapitan perahu", buka seluruh
rekam jejak para bakal calon Bupati-Wakil Bupati, Walikota-Wakil Walikota, Gubernur-Wakil Gubernur dan Caleg-caleg yang akan muncul pada tahun 2017, 2018 dan 2019, melalui saluran "keterbukaan informasi publik", agar masyarakat secara leluasa dapat mengakses rekam jejaknya guna menilai siapa sebenarnya calon pemimpin yang memenuhi kriteria "kapitan perahu" agar masyarakat tidak terjebak
seperti membeli kucing dalam karung.

Saat ini di NTT sudah mulai ramai muncul sejumlah nama untuk menjadi bakal calon Gubernur dan Wakil Gubernur NTT, Bupati dan Wakil Bupati atau Walikota dan Wakil Wali Kota di sejumlah Kabupaten dan Kota dalam menghadapi proses politik, baik untuk pilgub maupun untuk pilkada tahun 2017 dan tahun 2018.

Sejumlah nama bakal calon sudah bermunculan dari berbagai profesi, latar belakang dan asal-usul. Bahkan ada
indikasi kekuatan-kekuatan politik tertentu akan mencoba membangun dinasti politik (memajukan nama istri, adik dan ipar-iparnya) dengan memanfaatkan celah kelemahan UU Pilkada, untuk tujuan memperbesar pundi-pundi keluarga dan kroni-kroninya dari hasil KKN, yang tergolong nyaman dilakukan di NTT, karena belum ada satupun diproses hukum dan penjara karena terbukti korupsi.

Di sini gereja, partai politik dan para tokoh masyarakat dituntut
untuk berperan memberikan pendidikan politik dan menjadi filter terbaik melahirkan calon pemimpin kapitan perahu, agar dalam pilkada, pilgub dan pileg di masa yang akan datang, masyarakat NTT tidak salah memilih atau jangan sampai masyarakat memilih seseorang karena uangnya banyak, karena popularitas atau karena alasan primordial yang sempit.

Saatnya semua bakal calon Bupati-Wakil Bupati, Walikota-Wakil Walikota, Gubernur-Wakil Gubernur dan caleg-caleg di seluruh NTT, diseleksi rekam jejaknya melalui seluruh saluran informasi publik yang tersedia, media massa dan forum-forum diskusi agar masyarakat dapat berdialog dan sekaligus menguji seberapa besar modal sosial seorang bakal calon, sampai di mana tingkat popularitas dan elektabilitasnya dan apa saja infrastruktur politik yang mendukungnya di masyarakat dan apakah telah memenuhi kriteria pimimpin "kapitan perahu".

Dengan demikian, maka ketika terjadi pilkada, pilgub dan pileg, rakyat sudah punya catatan tentang rekam jejak masing-masing bakal calon dan/atau calon dan masyarakat harus sudah punya pilihan yang rasional yaitu hanya memilih satu paket pasangan sebagai calon yang sudah memenuhi kriteria "kapitan perahu", apakah dia kader partai politik atau tokoh pemuda kader gereja melalui jalur independen, mengikuti pola "Teman Ahok" yang kemudian mendapat dukungan politik dari sejumlah partai politik berikut infrastruktur politik yang ada.

Soal calon perseorangan model "Teman Ahok", barangkali untuk pilgub dan pilkada di NTT, Gereja dan para tokoh-tokoh agama lainnya bisa menjadi fasilitator untuk memfasilitasi kelompok anak muda menjadi mesin politik mirip "Teman Ahok" berikut segala infrastruktur politik dan modal sosial yang dimiliki oleh calon ybs. diusung agar 96 bersaing dengan pasangan calon yang dijagokan oleh calon dari Partai Poltik, sebagai pintu alternatif melahirkan kepemimpinan fenomenal "kapitan perahu".*

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved