Penyelenggaraan SPAM di NTT dan Faktor yang Mempengaruhinya

Selain itu, tweet pelanggan yang bernuansa keluh kesah juga cukup ramai menghiasi rubri

Editor: Dion DB Putra

Oleh Noldy D.P. Mumu, SE, MM
Praktisi dan Pemerhati

POS KUPANG.COM - Ketika musim kemarau tiba, tidak jarang kita menyaksikan bahkan merasakan sulitnya memperoleh pasokan air bersih untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Di sisi lain pada saat seperti itu biasanya di kantor PDAM, customer service-nya sibuk melayani pelanggan yang komplain, baik melalui nomor telepon layanan gangguan maupun melayani pelanggan yang bertanya, mengadu bahkan komplain secara langsung pada front desk kantor.

Selain itu, tweet pelanggan yang bernuansa keluh kesah juga cukup ramai menghiasi rubrik 'curhat' pada berbagai media terbitan harian.

Hal tersebut sesungguhnya merupakan fenomena yang tidak biasa bagi PDAM pada beberapa daerah 'beruntung', seperti Jawa, Sumatera, Bali, Kalimantan, sebagian Sulawesi dan beberapa lainnya, tetapi menjadi sebuah fenomena 'tidak asing' bagi umumnya PDAM di daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).

Pihak PDAM sendiri sesungguhnya sama sekali tidak menghendaki pelanggannya mengalami ketidak-nyamanan tersebut, namun faktanya selalu saja PDAM di NTT dihadapkan pada kondisi demikian. Mengapa?

Sistem SPAM dan Faktor Lain yang Mempengaruhinya
Penyelenggaraan urusan per-air minum-an di negara kita, berdasarkan perundang-undangan, diatur dalam suatu sistem tertentu yang dinamakan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) sesuai PP Nomor 16 Tahun 2005, yang menempatkan lembaga PDAM hanya sebagai operator, sedangkan regulatornya adalah Pemerintah dan DPR, baik di tingkat pusat maupun daerah.

Sekalipun dalam posisinya yang hanya operator dalam sistem SPAM, namun dalam kapasitasnya sebagai sebuah perusahaan, umumnya jajaran manajerial PDAM memiliki konsep hingga road map hal baik dan idealnya sebuah tata kelola perusahaan yang goal-nya antara lain bagaimana memberikan kepuasan kepada customer (pelanggannya). Namun hal konsep dan road map tersebut tidak akan terlaksanakan jika pemerintah dan DPR selaku regulator tidak terlalu meresponsnya.

Semisal, berdasarkan road map yang telah disusun, untuk sebuah penyelenggaraan SPAM yang optimal, dibutuhkan alokasi sejumlah anggaran mutlak tertentu per tahun dalam suatu periode waktu tertentu, namun jika oleh regulator kebutuhan anggaran mutlak tersebut tidak dialokasikan dalam R-APBN/R-APBD, maka penyelenggaraan SPAM sudah pasti akan tidak optimal. Jika sudah demikian, PDAM sebagai operator harus siap berhadapan dengan ketidak-puasan masyarakat (pelanggan) head to head.

Terlepas dari hal sistem tadi, penyelenggaraan SPAM di Provinsi NTT dihadapkan juga pada tantangan faktor geografis, dimana karena letaknya, maka secara klimatologis intensitas curah hujan di daerah NTT hanya 1/2 (setengah) dari intensitas rata-rata curah hujan nasional. Hal ini menyebabkan cadangan air baku, baik air tanah maupun air permukaan sangat minim sehingga menyebabkan kapasitas produksi air baku PDAM pun sangat terbatas.

Oleh karena terbatasnya debit air permukaan, banyak PDAM di NTT mengeksploitasi air baku yang berbasis air tanah dalam (sumur bor) untuk memenuhi kebutuhan masyarakat pelanggannya, padahal sesungguhnya dalam sistem PDAM, pengoperasian sebuah sumur bor apalagi dengan debit produksi kurang dari 3 ltr/dtk tidak disarankan sebab hal itu tidak feasible dari sisi ekonomi maupun dari aspek lingkungan.

Selain itu, secara topografis, kontur permukaan tanah wilayah NTT pada umumnya juga memberikan tantangan tersendiri dalam hal teknis operasional sistem jaringan distribusi PDAM sebab perbedaan elevasi yang ekstrem dapat menyebabkan gangguan tekanan hidrolis pada jaringan pipa yang dapat mengakibatkan pasokan air kepada pelanggan sering terganggu secara temporer.

Kondisi tidak balance-nya antara kebutuhan, ketersediaan dan pasokan air PDAM kepada masyarakat pelanggannya ini akan lebih terasa pada musim kemarau dimana saat itu tingkat konsumsi air oleh pelanggan akan meningkat tajam, sedangkan di sisi lain kapasitas debit produksi air baku PDAM justru mulai menurun yang disebabkan cadangan air baku yang semakin menyusut.

Pada kondisi yang demikian, rasanya tidak berlebihan jika di NTT fenomena sebagaimana dipaparkan di atas sebagai fenomena yang 'tidak asing'.

Mencermati kondisi di atas, izinkan penulis berpijak dalam posisi sebagai pemerhati (terlepas sebagai praktisi), menyarankan: pertama, agar para shareholder dan stakeholder utama (regulator) memberikan prioritas lebih terkait urusan SPAM dalam setiap kebijakan budgeting R-APBN dan R-APBD dengan mempertimbangkan road map yang diajukan manajemen PDAM.

Kedua, mengingat secara klimatologis, intensitas curah hujan di Provinsi NTT sangat minim, maka penyediaan air baku berbasis waduk/bendungan maupun embung merupakan konsep ideal sebab sekalipun intensitas (volume) curah hujan di NTT minim, namun jika ditampung secara efektif dan dikelola secara efisien, maka cadangan air baku untuk air minum kita akan surplus, bahkan sesungguhnya akan lebih dari cukup untuk memenuhi semua kebutuhan masyarakat terhadap air.

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved