Selamat Jalan Ben Mboi
Sang Mahaguru Kearifan Indonesia dari Nusa Tenggara Timur
Ibarat anak sungai yang telah bersua samudera, Pak Ben pun akhirnya menyudahi ziarah fananya dan kini bergabung dengan keabadian.
Di Resto Nekamese ia berkisah tentang loyalitas yang harus dimiliki seorang pemimpin yang ia temukan dalam ziarah hidupnya. "Kamu tahu, selama ini dalam hierarki kebudayaan maupun etika, di birokrasi atau kemiliteran, orang dituntut bahkan dipaksa menjalankan loyalitas bottom up. Yang mudah menghormati yang tua, murid harus mendewakan guru, staf harus patuh pada atasan dan prajurit harus taat pada perintah komandan. Itulah bottom up loyalty" simpulnya. Itulah mentalitas pejabat.
"Kalau kamu adalah pemimpin, hendaknya jangan lupakan ini, top down loyalty yang hanya bisa dilakukan oleh orang yang rendah hati dan lembut budi untuk dapat menjalankannya. Dan, kepemimpinanmu menjadi lengkap bila di dalamnya ada horizontal loyalty yang menumbuhkan, merawat dan memperkuat solidaritas dan kesetiakawanan. Sempurnalah sudah bila kamu dapat mempersembahkan 3 watak loyalitasta di dalam melayani rakyatmu. "Untuk yang terakhir ini saya sendiri menamakannya ministry loyalty untuk menyebutkan kepemimpinan yang bercorak pelayanan.
Waktu terus bergulir. Pada bulan April 2013, saya mendapat kesempatan mengunjungi Pak Ben di rumahnya yang terletak di Kelurahan Oetona Kota Kupang, bertetangga dengan rumah almarhumah mertua saya, ibunda dari isteri saya. Saya waktu itu mendampingi Pak Prabowo. Meski kami tidak sempat berbincang secara pribadi, namun aura kearifannya tetap tidak pernah lekang dimakan usia maupun tempat.
Dalam pertemuan itu Pak Ben dan Pak Prabowo banyak bertukar keprihatinan dan kepedulian terhadap nasib bangsa dan rakyat Indonesia. Pandangan keduanya sangat selaras hampir dalam setiap agenda perjuangan pembangunan Indonesia. Saya sungguh bangga bisa ada bersama dua tokoh fenomenal tersebut dalam ruang dan waktu yang sama.
Akhirnya dalam acara bedah buku "Koepang Tempo Doeloe" di auditorium Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal pada tanggal 23 September 2013 saya bertemu lagi dengan Pak Ben, dan kali ini kami berbincang akrab tentang berbagai hal termasuk perkembangan pembahasan RUU Provinsi Kepulauan di mana saya menjadi Ketua Pokjanya. Ia sangat antusias dengan perjuangan tersebut dan berharap bisa terealisasi dalam waktu dekat karena itulah salah satu handicap pembangunan di NTT; sebuah provinsi yang berpulau-pulau tetapi kebijakan pembangunannya continental.
Ibarat anak sungai yang telah bersua samudera, Pak Ben pun akhirnya menyudahi ziarah fananya dan kini bergabung dengan keabadian. Raganya sudah tak tampak lagi di batas horizon, namun roh kearifannya akan tetap berkobar dalam hidup dan hati sanubari seluruh pewaris Indonesia di Nusa Tenggara Timur. Selamat jalan Pahlawan. Engkau legenda nusa kita.*