Video

VIDEO: Ansi Rihi Dara, Cukup Sudah Anak NTT Jadi Korban Trafficking

Direktris LBH Apik NTT, Ansi D Rihi Dara, SH, berharap tak ada lagi anak NTT yang menjadi korban Human Trafficking.

Laporan Wartawan Pos Kupang.com, Novemy Leo

POS-KUPANG.COM, KUPANG --- Direktris LBH Apik NTT, Ansi D Rihi Dara, SH, memastikan akan menempuh upaya litigasi dan non litigasi untuk menindaklanjuti laporan masyarakat dimaksud.

Demikian disampaikan Ansi usai menerima pengaduan masyarakat dari Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) terkait kasus human trafficking, Jumat (13/2/2015) pagi.

"Saya melihat kasus ini tidak berdiri sendiri karena melibatkan banyak jaringan yang rapi. Kenapa saya bilang demikian. Karena masa seorang anak yang dari kampung yang tidak memiliki apa-apa dia bisa keluar dari kampung dan ada di luar negeri. Cukup sudah masyarakat NTT menjadi korban Human Trafficking," kata alumni Fakultas Hukum Undana Kupang tahun 1998 ini.

Karena itu Ansi berharap agar kedepan semua pihak pihak dapat bekerja sama untuk memberikan akses dan kemudahan kepada masyarakat yang di kampug kampung terutama yang sering menjadi korban.

"Saya berharap semua pihak pihak dapat bekerja sama untuk memberikan akses dan kemudahan kepada masyarakat yang di kampug kampung terutama yang sering menjadi korban. Baik itu akses komunikasi, pengetahuan dan pemahaman tentang Human Traffincking, akses mendapatkan trasportasi yang baik sehingga mereka pergi dan dapat melaporkan kasusnya secepatnya," kata Ansi.

Untuk diketahui, EB (16), warga Desa Neke, Kecamatan Oenino, Kabupaten TTS- Propinsi NTT, menghilang dari rumah sejak dua tahun lalu atau tepatnya tanggal 17 September 2013. Barulah pada Oktober 2014 lalu EB mengabari orangtuanya bahwa dia sudah bekerja sebagai tenaga kerja wanita (TKW) di Malaysia.

Tidak terima dengan proses perekrutan EB sebagai TWK itu, orangtua EB melaporkan kasus itu ke Lembaga Bantuan Hukum (PBH) Apik NTT di Kupang, Jumat (13/2/2015) pagi. Mereka diterima oleh Direktris LBH Apik NTT, Ansy Damaris Rihi Dara, SH; pengacara LBH Apik NTT, Ester Day, SH, dan Kabid HAM Kementrian Hukum dan HAM NTT, Marciana Dhone, SH.

Saat itu EB didampingi oleh Child Protection Officer WFI TTS, Irene Koernia Arifajar dan Simon Sila, Ketua kelompok Perlidungan anak Desa Neke.

SB, ayah kandung EB mengatakan, tanggal 19 September 2013 lalu, anaknya tercatat sebagai murid salah satu SMP di daerah itu pamit hendak ke sekolah. Namun kemudian EB tidak pulang ke rumah hingga saat ini.

"Waktu itu EB pakai seragam sekolah dan bilang mau pergi ke sekolah. Tapi sejak saat itu dia tidak pulang pulang sampai sekarang," kata SB, ayah kandung EB. Beberapa bulan kemudian SB mendapat informasi dari keluarga bahwa EB sudah dibawa ke Malaysia oleh tetangga mereka bernama Santi.

Namun informasi itu belum jelas karena Santi yang adalah warga Desa Neke, itu tidak muncul di kampung tersebut. Barulah pada bulan Oktober 2014, keluarga menerima telepon dari EB yang mengabarkan bahwa EB sudah bekerja di Malaysia.

"Saya tanya ke EB siapa yang ajak dia ke Malaysia dan dia bilang Santi yang mengajaknya," kata SB.

SB mengatakan, pihaknya tidak setuju dengan proses perekrutan yang dilakukan Santi terhadap anaknya itu. Apalagi saat itu anaknya baru berusia 16 tahun dan dia sebagai orangtua tidak diberitahukan padahal EB masih dibawah umur. Karenanya, kasus ini akan diproses hukum dan dia melaporkannya kepada LBH Apik.

Sementara itu, MT (17) dari Desa Basmuti, Kecamatan Kuanfatu, Kabupaten TTS juga menghilang dengan seragam sekolah sejak tanggal 26 Juni 2014. ST dan YT, ayah dan kakak MT ditemui di LBH Apik, mengatakan, hari itu seperti biasanya MT pamit mau ke sekolahnya di SMP di Kuanfatu. Namun saat siang pulang sekolah, MT tidak pulang ke rumah.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved