Tambang NTT dan Dunia Persilatan Antar Fundamentalisme?

ALAM hal tambang, mana yang Anda pilih: ekonomi atau lingkungan? Bila Anda adalah pekerja LSM lingku-ngan, kemungkinan Anda memilih lingkungan. Bila Anda penganut pa-ham fundamentalisme ekologis, maka lingkungan adalah harga mati, .........

Oleh  Jonatan Lassa (Anggota Forum Academia NTT (www.ntt-academia.org), Indonesia Research Fellow (Post-doctoral) di Ash Center, Harvard Kennedy School, Harvard University)

ALAM hal tambang, mana yang Anda pilih: ekonomi atau lingkungan? Bila Anda adalah pekerja LSM lingku-ngan, kemungkinan Anda memilih lingkungan. Bila Anda penganut pa-ham fundamentalisme ekologis, maka lingkungan adalah harga mati, insentif sebesar atau sekecil apa pun dari sum-berdaya alam tidaklah penting.

Ke-lompok ini kemudian mendekati akar rumput untuk ‘disadarkan’ untuk ‘bertobat’ menuju jalan benar menebus kerusakan alam. Kelompok ini dalam bentuk ekstrim disebut dengan nama eco fascism atau juga deep ecology. Dalam perdebatan tambang, tipikal kelom-pok ini adalah secara tegas menolak tambang secara total dan jarang parsial.

Sebaliknya, bila Anda adalah peme-rintah daerah atau bupati dan perusa-haan swasta, maka besar kemung-kinan Anda memilih ekonomi.

Bila Anda penganut fundamentalisme pasar, maka gampang ditebak, Anda memilih ekonomi ketimbang lingku-ngan hidup, dengan harga apa pun, meski itu berarti penyingkiran hak-hak rakyat setempat pada tanah, air dan udara yang sehat. Bisa dipahami karena Anda berjarak (liveout)  dari ri-siko-risiko yang ditimbulkan. Kelom-pok ini mendekati aktor-aktor lokal termasuk akar rumput dengan argu-mentasi insentif ekonomi. Kelompok pro ekonomi kemudian dilabel dalam perdebatan-perdebatan saat ini di me-dia-media lokal sebagai pro neo-liberalisme.

Sebagaimana fundamentalisme agama dikritik karena hanya menggu-nakan teks tunggal dalam memahami semesta dan realitas, begitu pula fun-damentalisme lingkungan maupun fundamentalisme pasar. Dialog-dialog pun tersendat. Di koran-koran kita ha-nya melihat binary thinking (0 atau 1), hitam atau putih. Mati atau hidup. Ling-kungan atau ekonomi. Ekonomi atau lingkungan. Tidak ada ekonomi ling-kungan maupun lingkungan ekonomi.

Menurut penulis, kedua kelompok ini kelompok malas pikir karena logi-kanya terjebak pada pendekatan OAFAC (one approach fit all context - atau satu pendekatan untuk semua konteks). Satu doktrin advokasi ling-kungan ataupun ekonomi dipakai un-tuk semua konteks. Flores sama de-ngan Timor, Timor sama dengan Australia, Australia sama dengan Kalimantan. 1000000 konteks, satu kitab.

Data-data statistik pun jadi penghias sekadar membangun legiti-masi ‘kitab suci’ masing-masing - ini dikenal dengan nama ‘politik perang data’. Maka bagi fundamentalist pasar, semua sumber daya alam bisa diuang-kan. Fundamentalist ekologi, istilah sumber daya alam pun adalah sebuah kesalahan karena alam janganlah diganggu sama sekali.

Di NTT, perang antara dua kelom-pok ini tentu dimenangi oleh pihak pertama, karena pihak kedua adalah kaum marginal dengan tipikal sebagai berikut: kalau bukan kelompok akar rumput yang ‘diberdayakan’ (oleh LSM), maka mereka adalah kelompok kelas menengah, berpendidikan ting-gi, berbasis di kota dan memiliki jari-ngan ide, ideologis dan juga finansial (yang tentunya terbatas) dan karena-nya dilihat sebagai kelompok peng-ganggu penguasa, sehingga media menjadi tumpuan untuk memberi-takan peristiwa-peristiwa ‘unjuk rasa’.

Perlu ditegaskan bahwa keduanya da-tang dari alasan-alasan ‘demi kebaikan umat manusia’ -  mirip argumentasi fundamentalisme agama ‘untuk kese-lamatan manusia.’ 1000000 bencana, 1 penjelasan: ‘karena Tuhan menghu-kum’ atau ‘karena salah dan dosa ma-nusia’ (pendekatan ala mengutuk kor-ban atau kepemimpinan) - tentu ter-gantung jenis fundamentalisme yang dianut.

Apakah ada jalan tengah? Ada. Tetapi jalan tengah dicurigai para fundamentalists (ekonomi maupun ekologis) sebagai kaum kompromistis.

Pendekatan jalan tengah bicara soal 1000000 konteks 1000000 kitab, karena tiap konteks berbeda. Bagi jalan tengah, manusia tidak harus melihat semuanya dalam kaca mata pasar. Sebaliknya juga, manusia tidak harus melihat semuanya dalam kaca mata ekologis radikal karena toh radical ecologist pun konsumen tambang, jujur ataupun tidak. Radikalist pasar pun hidup bergantung pada kesehatan ekologis, jujur atau pun tidak. Manusia adalah makhluk ekonomi sekaligus manusia hanya bisa mempertahankan masa depannya dengan lingkungan yang sehat. 

Kecurigaan ini dipahami karena penggunaan teks tunggal dalam fun-damentalisme agama, yang lainnya setara dengan kekafiran. Media yang mencoba memuat keduanya sering diprotes dan dicap ‘sudah dibeli’ salah satu pihak. Dalam studi kebijakan lingkungan (yang penulis anut), ada jalan ketiga yang memilih keseimba-ngan antara ekonomi dan lingkungan.

Dalam dunia yang saling bergantung (secara lingkungan maupun ekonomi), orang butuh uang untuk hidup dan tidak mungkin hidup tanpa lingku-ngan hidup yang sehat.
Tetapi jalan ketiga pun tidak tung-gal. Selalu ada varian dan mungkin berat sebelah. Dalam studi lingkung-an, ada ilmu ekonomi lingkungan (environmental economics) yang menco-ba membuat valuasi ekonomi atas alam-lingkungan dan keputusan un-tuk eksploitasi didasarkan pada rasio-nalitas cost-benefit analisis.

Halaman
12
BERITATERKAIT
  • Ikuti kami di
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    berita POPULER

    © 2023 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved