Oleh Dr. Paul Budi Kleden
Tuhan dan Manusia di Jalan Salib
MASA puasa atau Prapaskah orang-orang Katolik sebagai masa persiapan untuk merayakan Paskah ditandai oleh satu permenungan istimewa akan salib Kristus. Tradisi gereja menyebutnya sebagai jalan salib. Jalan salib sudah dimulai sejak awal di Yerusalem.
Para penguasa Roma dan pemimpin agama Yahudi memang merasa cemas bahwa gerakan yang diprakarsai Yesus dapat menggoyangkan kekuasaan mereka, kendati Yesus sama sekali tidak bermaksud merebut kekuasaan politis. Dia hanya berusaha menunjukkan bahwa Tuhan tidak menghendaki penindasan manusia oleh sesamanya, tidak merestui ketidakadilan yang terjadi, juga atas nama agama. Hidup dan wartanya memberikan rasa percaya diri pada kaum yang terpinggirkan, bahwa keadaan mereka tidak harus selalu seperti itu, bahwa perubahan mungkin terjadi, pertama-tama di dalam hati dan pikiran mereka. Namun, warta ini menggentarkan para penguasa. Menanggapi kegentaran ini, mereka menghukum Yesus dengan hukuman yang paling kejam saat itu, dan mempertunjukkan hukuman itu kepada semua warga.
Hukuman untuk menimbulkan rasa takut sering pula merupakan logika di balik kebiasaan memberikan sanksi baik di dalam keluarga maupun dalam masyarakat luas. Hukuman yang dijatuhkan kepada seorang anak di dalam keluarga sering dimotivasi oleh pikiran agar anak-anak yang lain tidak berani lagi melakukan tindakan yang sama. Orang menjatuhkan hukuman kepada seorang sesama warga dengan pikiran yang sama. Namun, kesadaran yang dibangun di atas rasa takut tidak akan bertahan lama. Kalau anak tidak lagi berada di bawah kekuasaan orangtua atau guru dia akan melakukan pelanggaran yang sama, atau malah lebih buruk.
Pada jalan salib Yesus kita melihat kembali pengkhianatan, pengadilan yang penuh rekayasa dan hukuman yang dipertontonkan. Di dalam sosok Yesus kita melihat diri kita sendiri, yang sering dikhianati, mengalami pengadilan yang diarahkan oleh berbagai kepentingan politik dan ekonomi, serta ditakuti-takuti dengan hukuman dan kekerasan yang dikenakan pada sesama kita. Namun, salib Yesus bukanlah salib pembalasan dendam. Kenangan yang dibangkitkan saat melihat salib Yesus bukanlah perasaan dendam terhadap para penguasa Roma dan Yahudi yang telah berlaku tidak adil dan kejam terhadapNya.
Merenungkan jalan Yesus mestinya membawa orang Kristen masuk ke dalam jalan salibNya, agar bersama Dia mereka turut menyelamatkan dunia. Langkah pertama yang perlu dilakukan sebagai konsekuensi dari jalan salib, adalah membuka mata semua orang lain terhadap berbagai kenyataan ketidakadilan dan kekerasan yang terjadi di dalam sejarah dan masyarakat, melihat dan mengakui pengkhianatan yang terjadi. Selanjutnya, orang Kristen dipanggil untuk turut menjaga, agar pengkhianatan dan kekerasan terhadap sesama dan lingkungan tidak terjadi lagi.*
Staf Pengajar STFK Ledalero, Maumere