Bansos Sikka Diduga Menyimpang Rp 10,7 M

MAUMERE, POS KUPANG.Com---Penyaluran bantuan sosial (Bansos) tahun anggaran 2009 senilai Rp 10,7 miliar di Bagian Kesejahteraan Masyarakat Sekretariat Daerah Kabupaten Sikka ditengarai menyimpang. Penyimpangan terjadi lantaran pertanggungjawaban belanja bantuan sosial pada Bagian Kesra senilai Rp 10,7 miliar tidak menggambarkan kondisi yang sebenarnya.

MAUMERE, POS KUPANG.Com---Penyaluran bantuan sosial (Bansos) tahun anggaran 2009 senilai Rp 10,7 miliar di Bagian Kesejahteraan Masyarakat Sekretariat Daerah Kabupaten Sikka ditengarai menyimpang. Penyimpangan terjadi lantaran pertanggungjawaban belanja bantuan sosial pada Bagian Kesra senilai Rp 10,7 miliar tidak menggambarkan kondisi yang sebenarnya.

Fakta itu terungkap dalam laporan hasil pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan RI Perwakilan NTT bernomor 11.c/LHP-LKPD/XIX.KUP/2010 tertanggal 6 Agustus 2010 yang kopiannya diperoleh Pos Kupang, Sabtu (18/12/2010) pagi. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan NTT melakukan pemeriksaan laporan keuangan Pemkab Sikka tahun anggaran 2009 atas kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan beberapa bulan lalu.

Kepala Bagian Kesra Setkab Sikka, Servasius Kabu, yang dikonfirmasi Pos Kupang di kantornya, Sabtu (18/12/2010), tidak berada di tempat. Beberapa stafnya menyatakan Servasius sudah pulang ke rumah.

Untuk  mendapatkan konfirmasi, Pos Kupang mencoba menghubungi nomor telepon seluler milik Servasius. Beberapa kali dihubungi terdengar nada sambung, tetapi tidak diangkat. Pos Kupang juga mengirim SMS berisi meminta konfirmasi terkait temuan BPK RI itu ke nomor handphone Servasius. Namun belum dibalas hingga Sabtu (18/12/2010) sore.

Berdasarkan LHP BPK RI tersebut masalah ini berawal ketika ada laporan realisasi anggaran tahun 2009 disajikan anggaran belanja bantuan sosial sebesar Rp 26.661.770 dengan realisasi sebesar Rp 24.927.012.850. Dari anggaran tersebut, dana sebesar Rp 13.585.000.000 merupakan bantuan sosial organisasi kemasyarakatan yang dikelola Bagian Kesra Setkab Sikka. Sesuai laporan itu realisasi anggaran mencapai Rp 12.489.789.500.

Terhadap laporan itu, BPK RI Perwakilan NTT melakukan uji petik atas belanja bantuan sosial yang dikelola Bagian Kesra. Dari total anggaran sebesar Rp 13.585.000.000 terdapat anggaran bantuan sarana prasarana ibadah sebesar Rp 1,5 miliar dan bantuan sosial lainnya, sebesar Rp 10,5 miliar yang baru ditetapkan dalam APBD Perubahan Sikka tahun anggaran 2009.

Sebelumnya, dalam APBD Sikka tahun anggaran 2009 tanggal 28 Januari 2009 hanya ditetapkan masing-masing Rp 1,5 miliar dan Rp 4 miliar. Pengujian atas bukti pertanggungjawaban menunjukkan bahwa sebelum tanggal 22 Agustus 2009 realisasi masing-masing telah mencapai Rp 2.456.656.000 (163,78 %) dan Rp 8.296.3030.500 (207,41%). Dengan demikian terjadi selisih penggunaan anggaran yang sudah ditetapkan dalam APBD induk masing-masing Rp 956.656.000 dan Rp 4.296.303.500.

Pengujian lebih lanjut terhadap bukti pertanggungjawaban belanja sebesar Rp 10.752.959.500 menunjukkan  bahwa dana tersebut digunakan untuk pengadaan sarana dan prasarana ibadah senilai Rp 2.456.656.000, bantuan emergensi bencana Gunung Api Egon, Rp 656.431.500, bantuan emergensi kebakaran rumah tinggal Rp 6.129.697.000, bantuan emergensi bencana angin topan, Rp 681.500.000 dan bantuan emergensi bencana abrasi, banjir dan tanah longsor Rp 828.675.000.

Seluruh belanja tersebut dibayarkan bendahara pengeluaran pembantu dana bantuan Bagian Kesra, YO, dengan bukti pendukung berupa kuitansi internal Bagian Kesra. Menurut BKU bendahara tersebut, terdapat 29 kali pembayaran dengan kuitansi untuk belanja bahan baku bangunan dan belanja bahan makanan yang seluruhnya kepada CV GI beralamat di Jalan Diponegoro Waidoko, Maumere.

Hanya saja kuitansi itu tidak didukung dengan informasi yang jelas baik menyangkut nama pemilik, alamat, keterangan spesifikasi barang, serta tanpa lampiran, kuitansi eksternal, faktur pajak, SSP, kontrak kerja, dan berita acara penyerahan barang dari rekanan kepada Bagian Kesra maupun dari Bagian Kesra kepada masyarakat penerima bantuan.

Konfirmasi BPK kepada pemilik CV GI berinisial BH didapati fakta CV GI tidak pernah bekerja sama secara langsung dengan Bagian Kesra ataupun menerima pembayaran uang dari YO. Kepada BPK, BH yang ditemui tanggal 22 Juli 2010 menyebutkan CV GI hanya meminjamkan nama perusahaan kepada UD SP untuk memasok barang-barang ke Bagian Kesra. Pasalnya sejak berdiri tahun 2002, CV GI tidak pernah menyediakan barang-barang.

Selanjutnya BPK mengonfirmasi kepada pemilik UD SP berinisial SA tanggal 24 Juli 2010 dan menyebutkan bahwa terjadi pembayaran dari YO kepada pemilik UD SP melalui transfer bank sebesar Rp 3.750.000.000. Pemilik UD SP, SA, mengakui pembayaran tersebut diterima atas pasokan barang-barang kepada Bagian Kesra. Namun UD SP tidak memiliki catatan jumlah barang yang telah diserahkan kepada Bagian Kesra maupun masyarakat.


Perintah BPK RI Perwakilan NTT agar kasus ini dilaporkan ke aparat penegak hukum seperti polisi dan jaksa ternyata belum ditindaklanjuti. Penelusuran Pos Kupang, aparat Polres Sikka dan Kejaksaan Negeri Maumere belum menanganinya.
Kepala Kejaksaan Negeri Maumere, Sanadji, S.H, yang dikonfirmasi membenarkan belum menangani kasus ini. Ia malah meminta data-data dari masyarakat terkait kasus tersebut.

Meski begitu, kata Sanadji, Kejari Maumere siap menindaklanjuti setiap laporan dugaan tindak pidana penyalahgunaan keuangan negara. (aly)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved