Berita NTT Terkini
Terkait Sumur Bor di Kota Kupang! Ini Kajian WALHI NTT
Misalnya, melemahnya kestabilan lapisan tanah yang berpotensi timbulnya longsor dan penurunan muka air tanah di sekitarnya
Penulis: Gecio Viana | Editor: Ferry Ndoen
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Gecio Viana
POS-KUPANG.COM | KUPANG - Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) NTT, Umbu Wulang Tanaamahu Paranggi mengungkapkan, terdapat potensi ancaman dari masifnya sumur bor yang ada di Kota Kupang.
"Sumur bor tentu memudahkan warga atau berbagai pihak memperoleh air. Akan tetapi, ada potensi ancamannya juga, apalagi kalau pengeboran dilakukan masif dan tidak terkontrol. Misalnya, melemahnya kestabilan lapisan tanah yang berpotensi timbulnya longsor dan penurunan muka air tanah di sekitarnya," katanya ketika dihubungi POS-KUPANG.COM pada Kamis (17/1/2019) malam
Menurutnya, sumur bor juga berdampak buruk dengan rusaknya siklus hidrologi sehingga sering terjadi habisnya cadangan air yang berguna untuk menyeimbangkan tekanan permukaan tanah.
Eksploitasi air tanah yang berlebihan ditambah minimnya daerah resapan air, lanjut Umbu, berpotensi terjadinya penggenangan sebagian kecil wilayahnya.
"Karena Wilayah-wilayah tersebut menjadi lebih rendah daripada permukaan air laut karena permukaan tanahnya turun," ungkapnya.
• Ini Ajakan Gubernur NTT Viktor Laiskodat untuk Keluarga Abusur Kiser
• Rp 5,2 Miliar Lebih ! Anggaran Perjalanan Dinas di Sekretariat DPRT TTU
Selain itu, dijelaskannya, untuk Kota Kupang dampak dari masifnya sumur bor berdampak pada lingkungan, salah satunya, pengeboran air tanah ditambah minimnya daerah resapan air membuat beberapa wilayah di Kupang mengalami penggenangan yang cukup tinggi.
"Dan ini tidak terjadi di Kupang, penggenangan besar banyak terjadi atau meningkat mulai di sekitar periode 2010 hingga sekarang," katanya.
Dikatakannya, seharusnya pemerintah Kota Kupang lebih fokus untuk mendorong pembuatan sumur dangkal dan sumur resapan air hujan.
"WALHI NTT mendorong untuk pelayanan air minum berbasis PDAM diperkuat kembali dengan bekerja sama dengan kabupaten Kupang," tegasnya.
Selain itu, WALHI NTT juga menduga banyak atau sebagian besar pengeboran air tanah tidak memiliki ijin sesuai dengan regulasi yang ada.
Regulasi tersebut, tambah Umbu, yakni Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 2015 tentang Hak Guna Air dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 121 Tahun 2015 tentang Pengusahaan Sumber Daya Air.
Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 121 Tahun 2015 tentang Pengusahaan Sumber Daya Air salah satunya mengatur tentang ijin pengusahaan air tanah.
"Pertanyaannya adalah, ijin diberikan, kalaupun diberikan mengapa pemerintah begitu royal memberikan ijin?," Imbuhnya. (*)