Berita Kabupaten TTU Terkini
Cerita Nus, Salah Seorang Pengumpul Kayu Sonokeling di TTU
Nus Barabosa, salah satu dari sekian banyak pengumpul kayu sonokeling di wilayah Kabupaten TTU tampak duduk santai di samping rumahnya
Penulis: Thomas Mbenu Nulangi | Editor: Kanis Jehola
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Tommy Mbenu Nulangi
POS-KUPANG.COM | KEFAMENANU - Nus Barabosa, salah satu dari sekian banyak pengumpul kayu sonokeling di wilayah Kabupaten TTU tampak duduk santai di samping rumahnya yang beralamat di Kampung Baru, Kelurahan Aplasi, Kecamanatan Kota Kefamenanu.
Nus duduk santai dengan sedikit bertelanjang dada karena baju diletakan di bahu sebelah kiri. Sambil menegukkan kopi buatan istrinya tercinta, Nus juga sesekali mengisap rokok sambil bermain handphone.
Saat didatangi oleh POS-KUPANG.COM, Sabtu (27/10/2018) Nus segera mengambil baju yang diletakan dibahu kirinya lalu memakainya. Dengan rama Nus langsung mempersilakan saya bersama dengan teman untuk duduk.
Baca: Eratkan Tali Persaudaraan, Prodi Pendidikan Matematika Undana Gelar Pensi
Kamipun memulai melakukan diskusi mengenai pembalakan kayu sonokeling di Kabupaten TTU. Nus mengatakan, sebelumnya masyarakat Kabupaten TTU tidak mengetahui kayu sonokling. Karena kayu tersebut biasanya digunakan untuk membakar batu merah.
Baca: Pemerintah Dinilai Terlambat Mencegah, Nus Akui Kayu Sonokeling di TTU Hampir Habis
"Dulu kayu sonokeling ini kami pakai untuk bakar batu merah. Jadi satu kali orang bilang, kayu sonokeling ada harga. Sehingga kami mulai kumpul-kumpul sudah kayu sonokeling ini," cerita Nus diawal pembicaraan kami.
Nus mengatakan, kayu sonokeling paling banyak ditemukan di kawasan hutan lindung seperti di Oenopu Kecamatan Biboki Tanpah, BGR Km 4 sampai Oejau di Kecamatan Kota Kefamenanu, Oenenu dan Nimasi di Kecamatan Bikomi Tengah, dan Manufui di Biboki Selatan.
"Kayu ini paling banyak ditemukan di hutan kawasan hutan. Kalau yang paling banyak disini, di Oenenu, Nunpene di Miomaffo Timor itu ada, tapi itu di kebun orang," jelasnya.
Menurutnya, masyarakat di Kabupaten TTU biasa menyebut kayu sonokeling dengan kayu merah. Hal itu karena warna dalam kayu sonokeling yang agak kemerah-merahan. Biasanya daun dari kayu sonokeling digunakan untuk membakar kebun.
"Kita disini biasa sebut kalau itu kayu merah. Kita tidak tau kalau ini kayu sonokeling. Kalau bahasa daerah bilang hama. Kita disini potong dia ounya daun untuk bakar kebun," jelasnya.
Nus menambahkan, sekitar dua tahun lalu tepatnya pada tahun 2016, banyak orang mulai menjual dan membeli kayu sonokeling di TTU karena sangat mahal. Saat dirinya ingin menjadi pengumpul kayu sonokeling, ternyata kayu tersebut sudah hampir habis.
"Baru dua tahun ini orang bilang harganya sangat mahal, sehingga kami mulai potong. Setelah kita tahu, ternyata kayu ini sudah habis. dan paling banyak dari Oenopu. Daerah yang kena tangkap itu di Oejau, BGR dan kita disini dari pinggiran ini sampai di daerah Oejauh juga sudah habis dan disitu kawasan hutan," ungkapnya.
Nus menceritakan, meski berada dalam kawasan hutan lindung, masyarakat di daerah tersbeut sudah berpuluh-puluh tahun hidup di kawasan tersebut. Bahkan jumlah penduduk yang ada di kawasan tersebut sudah sebanyak dua RT.
"Cuman masyarakat berkebun disitu sudah berpulu-puluh tahun. Bahkan ada yang sudah sampai dua RT di kawasan itu. Sampai mereka ada pohon jati, kelapa dan tanaman lain selain kayu sonokeling," jelasnya.
Dijelaskan Nus, sebelumnya masyarakat di TTU tidak mengetahui kayu tersebut bernilai ekonomis yang sangat tinggi sehingga orang seenaknya motong kayu tersebut untuk keperluan membakar batu merah dan membuat kayu bagesting.