Kerusuhan di Rutan Mako Brimob
Teroris Kuasai Rutan Mako Brimob? Lima Polisi Tewas dan Satu Disandera, Pemicunya Hal Sepele
lima anggota Densus 88 yang merupakan anggota pasukan elit Indonesia tewas di tangan tahanan teroris. Pihak tahanan hanya satu yang tewas.
POS-KUPANG.COM|JAKARTA - Kerusuhan di Rumah Tahanan (Rutan) Markas Komando (Mako) Brimob, Kepala Dua, Depok menelan korban jiwa.
Tak tanggung-tanggung lima anggota Densus 88 yang merupakan anggota pasukan elit Indonesia tewas di tangan tahanan teroris.
Sementara dari pihak napi hanya satu orang yang tewas.
Saat ini masih ada satu anggota Densus 88 yang disandera teroris di dalam rutan itu.
Apakah ini berarti rutan Mako Brimob atau markas pasukan elit Indonesia ini sedang dikuasai para tahanan teroris?
Baca: Selama 2018 Operasi Pasar Beras Medium Capai 10.473 Ton, Bulan Mei Hanya 75 Ton
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen M Iqbal, Rabu (9/5/2018) mengatakan, satu polisi masih disandera para tahanan di rutan Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok.
Iqbal mengatakan, awalnya enam polisi disandera setelah terjadi insiden pada Selasa (8/5/2019).
Namun, lima polisi di antaranya gugur. Sementara satu tahanan tewas ditembak karena melawan dan merebut senjata.
Iqbal mengatakan, jenazah lima polisi yang gugur sudah dibawa ke Rumah Sakit Polri, Kramat Jati.
"Satu rekan kami masih di dalam sedang disandera," ucap Iqbal.
Seperti dikutip Kompas.id, insiden di Mako Brimob, Selasa (8/5/2018) malam, diduga diawali oleh tahanan teroris Jamaah Ansharut Daulah (JAD) asal Sumatra Selatan (Sulsel) Wawan Kurniawan alias Abu Afif.
Berdasarkan informasi dari sumber di kepolisian, Wawan yang tengah menjalani sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Selasa (8/5/2018), dibesuk keluarganya yang juga membawa makanan untuk Wawan.
Namun, pengawal dari kepolisian melarang pemberian makanan itu dan Wawan marah.
Baca: ASTAGA! Calon Mahasiswi Melahirkan di Toilet lalu Membuang Bayinya Saat SBMPTN. Ini Fakta-faktanya
Sudah jamak diketahui di kalangan aparat, termasuk di lembaga pemasyarakatan bahwa tahanan atau nara pidana (napi) teroris kerap kali mendapatkan barang-barang selundupan yang dilarang aparat dari keluarga atau penjenguk, termasuk melalui makanan.
Barang tersebut, sekalipun tidak berbahaya, tak jarang berupa surat atau catatan, dari sesama anggota jejaring terorisme yang diindikasi cukup berisiko ketika menjadi cara mereka menebar pemahaman ekstrem/radikal.