NTT dan Efek Tol Laut
Program tol laut Jokowi-JK direspons serius dengan lahirnya satu lembaga Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman.
Oleh Isidorus Lilijawa, S.Fil, MM
Tenaga Ahli DPR RI
TOL laut merupakan salah satu program unggulan Jokowi - Jusuf Kala untuk menciptakan pemerataan harga barang di Indonesia. Tol laut dalam konsep ini dipahami sebagai sistem distribusi barang skala besar yang menggunakan jalur laut.
Karena itulah, infrastruktur tol laut berupa kapal berkapasitas besar dan pelabuhan laut dalam (deep sea port) adalah condition sine qua non (syarat mutlak). Rumusnya, deep sea port akan dibangun di setiap pulau besar di Indonesia sebagai gerbang masuk barang. Dari sana, barang kebutuhan rakyat itu akan diteruskan ke sejumlah daerah melalui kapal kecil atau melalui jalur darat. Sistem distribusi itu dipercaya membuat biaya distribusi lebih murah.
Bagaimana NTT?
Program tol laut Jokowi-JK direspons serius dengan lahirnya satu lembaga Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman. Jika pemerintah pusat begitu serius dengan program ini, bagaimana dengan NTT? Dinas Perhubungan Provinsi NTT menyiapkan 74 pelabuhan pengumpul untuk menyukseskan program tol laut. Pelabuhan-pelabuhan tersebut mengumpulkan hasil-hasil bumi kemudian mengirimkan hasil tersebut ke pelabuhan utama yakni Tenau agar bisa dikirim ke daerah lain atau diekspor ke negara lain.
Respons pemerintah NTT terhadap program tol laut didorong oleh potensi NTT yang sangat banyak, seperti di bidang perikanan serta perkebunan. Adanya pembenahan di pelabuhan-pelabuhan pengumpul tersebut dapat menggerakan roda perekonomian di daerah dan dapat memberikan pemasukan bagi pemda setempat.
Dari aspek kebutuhan, program tol laut sebenarnya menjawab persoalan NTT selama ini. Pengembangan potensi sumber daya alam maritim melalui program tol laut berpotensi mendorong pertumbuhan ekonomi di kawasan NTT. Selama ini ekonomi NTT sulit berkembang dengan baik karena akses antarpulau-pulau di wilayah yang berbatasan darat dengan Negara Timor Leste sangat terbatas. Dengan adanya kemudahan akses, maka urat nadi ekonomi bisa bergerak lebih cepat dan tentunya akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi yang lebih baik. Jika wilayah NTT yang terdiri dari 1.192 ini memiliki akses antarwilayah saja, maka hasil-hasil dari daerah bisa dijual ke daerah lain, baik dalam wilayah NTT sendiri maupun keluar daerah.
Soal Konektivitas
Intisari program tol laut adalah konektivitas. Konsep tol laut menekankan pada konektivitas antarpulau sehingga arus barang dan penumpang mulai dari Sumatera sampai Papua dan Sangihe Talaud sampai Rote tidak terhambat. Asas konektivitas juga mengantisipasi dermaga atau pelabuhan yang dibangun tidak dihubungkan dengan jalan raya, sehingga ada ketersambungan akses.
Kendati demikian, bisa muncul sejumlah persoalan terkait status jalan yang terhubung ke pelabuhan tersebut. Sehingga diharapkan adanya regulasi dan kebijakan pemerintah agar setiap pembangunan pelabuhan mesti diikuti pula pembangunan jalan menuju pelabuhan.
Jika dibandingkan dengan negara Asia lainnya, pembangunan pelabuhan di Indonesia masih tertinggal jauh. Ini terlihat dari kondisi panjang garis pantai Indonesia sekitar 95.000 kilometer, namun baru ditemukan satu pelabuhan dalam radius antara 3.000-3.500 kilometer. Berbeda dengan kondisi di Jepang, jarak antarpelabuhan hanya 15 kilometer dan di Thailand, jarak satu pelabuhan dengan lainnya hanya terpaut 50 kilometer.
Program tol laut bagi NTT bisa berarti berkat karena dapat menggenjot peningkatan taraf hidup dan ekonomi masyarakat, namun dapat pula berarti petaka jika gelontoran dana yang banyak mengalir ke NTT justru dikorupsi dan dipakai untuk kepentingan bonum individuum bukan bonum commune. Ketua Komisi V DPR RI, Fary Francis, dalam beberapa kesempatan selalu mengatakan bahwa program pembangunan kementerian yang bermitra dengan Komisi V DPR RI cocok dengan kondisi di Provinsi NTT yaitu pembangunan ketahanan pangan, perbatasan antarnegara, dan infrastruktur wilayah.
NTT pasti diuntungkan dengan tiga pendekatan ini jika program-program itu dikelola secara baik. Jika fokusnya pada ketahanan pangan, maka NTT juga termasuk daerah yang masih berkutat dengan gizi buruk dan krisis pangan. Jika fokus perbatasan, maka NTT juga perbatasan dengan Australia dan Timor Leste. Begitu pun fokus infrastruktur wilayah, jelas di NTT masih sangat kurang. Berbicara soal tol laut tidak saja konektivitas yang terjadi di laut saja tetapi bagaimana infrastruktur di darat juga memberi dukungan yang maksimal sehingga tol laut ini bisa berfungsi dengan baik.
Dengan tiga pendekatan ini maka setiap tahun banyak program dan anggaran pusat yang mengalir ke NTT. Apakah kita orang NTT akan memanfaatkannya dengan baik untuk kesejahteraan NTT ataukah kita hanya menjadi penonton bagi tangan-tangan lain yang memanfaatkan anggaran yang banyak ini untuk kepentingan diri, kelompok dan korporasinya dalam wujud korupsi, kolusi dan nepotisme? Tugas kita untuk sadar, termasuk pada program tol laut ini.
Catatan Kritis
Program tol laut yang sudah secara serius diimplementasikan oleh pemerintah pusat perlu juga direspons secara luar biasa oleh pemerintah daerah, termasuk NTT. Ada beberapa catatan kirits yang hemat saya penting untuk menjadi perhatian pemerintah pusat dalam implementasi tol laut di NTT. Pertama, untuk kelancaran akses antarpulau diperlukan bantuan kapal penyeberangan fery yang mampu beroperasi pada segala musim, sehingga pada musim barat pun akses antarpulau tidak terhenti seperti yang terjadi selama ini di NTT.
Kedua, hal yang juga perlu mendapat perhatian pemerintah pusat adalah pembangunan air bersih dan listrik. Pembangunan listrik perlu menjadi perhatian serius karena industri berskala besar tidak bisa tumbuh dan berkembang di NTT tanpa pasokan listrik secara memadai. Apalagi kondisi kelistrikan di NTT akhir-akhir ini memprihatinkan: sering padam.
Ketiga, tantangan terbesar mewujudkan tol laut adalah kesiapan infrastuktur pendukung di wilayah Timur, yang sangat tertinggal dibandingkan wilayah Barat. Jumlah lalulintas kapal-kapal pelayaran dan jumlah galangan kapal jauh lebih sedikit dibandingkan dengan wilayah Barat. Belum memadainya moda transportasi yang tereintegrasi merupakan tantangan tersendiri bagi pengembangan tol laut ini. Membangun konektivitas laut, sistem logistik tidak hanya membangun alat pelayaran semata. Jauh lebih kompleks dari itu bagaimana penyediaan energi, jalur transportasi pengangkutan baik kereta api ataupun jalur daratan harus dibangun sejalan dengan pembangunan pelabuhan dan kapal-kapal angkut.