NTT Terkini 

Inilah 12 Tuntutan Aksi Aliansi Rakyat Menggugat: Desak Pemerintah Hentikan Privatisasi Tanah Rakyat

Tolak dan batalkan kesepahaman antara pemerintah desa dan PT. Bo’a, serta kembalikan dua akses utama yang dibiayai IDT 1997 dan PNPM 2013.

Editor: Oby Lewanmeru
POS-KUPANG.COM/HO
DEMONSTRASI - Flayer aksi Aliansi Rakyat Menggugat menggelar aksi demonstrasi di depan kantor Komisi Yudisial (KY) Kota Kupang, Jumat (7/11/2025). 

Ringkasan Berita:
  • Aliansi Rakyat Menggugat gelar aksi di Kantor Komisi Yudisial  Jumat (7/11/2025)
  • Ada 12 tuntutan yang disampaikan aliansi rakyat menggugat
  • Desak Pemerintah Hentikan Privatisasi dan Perampasan Tanah Rakyat 
  • Aliansi juga menyoroti soal privatisasi Pantai Bo’a di Kabupaten Rote Ndao

 

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Yuan Lulan

POS-KUPANG.COM, KUPANG – Puluhan massa yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Menggugat menggelar aksi demonstrasi di depan kantor Komisi Yudisial (KY) Kota Kupang, Jumat (7/11/2025).

Aksi ini dilakukan sebagai bentuk protes terhadap praktik privatisasi, perampasan tanah, dan kebijakan pemerintah yang dinilai lebih berpihak pada kepentingan investor ketimbang kesejahteraan rakyat.

Dalam aksi tersebut, massa membentangkan berbagai spanduk dan poster tuntutan.

Mereka juga menyerahkan siaran pers resmi kepada Pos Kupang, yang berisi kronologi kasus serta 12 poin tuntutan kepada pemerintah pusat maupun daerah

Latar Belakang: Akses ke Pantai Bo’a Diprivatisasi

Baca juga: Aliansi Rakyat Menggugat Desak Pembebasan Tanpa Syarat Aktivis Lingkungan Erasmus Frans Mandato

Aliansi menyoroti kasus privatisasi Pantai Bo’a di Kabupaten Rote Ndao, yang disebut telah melanggar kesepakatan antara masyarakat dan pemerintah sejak akhir 1990-an.
Menurut siaran pers, akses jalan menuju pantai tersebut awalnya dibuka melalui program Inpres Desa Tertinggal (IDT) pada 1997 dan PNPM Mandiri Perdesaan pada 2013, dengan swadaya masyarakat serta persetujuan para pemilik lahan.

Namun, pada 12 September 2024, pihak PT. Bo’a Development bersama Nihi Rote disebut melakukan pemblokiran jalan secara sepihak dan melarang masyarakat, nelayan, serta peselancar untuk mengakses pantai. Gerbang portal dan pos penjagaan pun dipasang, dengan tulisan “Tanah Pribadi, Dilarang Masuk”.

“Akibatnya, masyarakat lokal dan turis asing tidak bisa lagi menikmati pantai Bo’a. Bahkan, event nasional selancar tahun 2028 dibatalkan karena akses ditutup,” tulis Aliansi dalam rilisnya.

Selain memprotes privatisasi pantai, Aliansi juga menuding perusahaan melakukan penebangan hutan mangrove ilegal, pembuangan limbah ke laut, serta politik adu domba antarwarga.

Sorotan Lain: Energi Panas Bumi, Hutan Produksi, dan Kemiskinan

Dalam pernyataannya, Aliansi juga menyoroti berbagai bentuk “perampasan sumber daya alam” di wilayah lain NTT, termasuk di Pulau Flores dan Pulau Timor.

Menurut mereka, proyek panas bumi di Ulumbu, Mataloko, Poco leok, hingga Atadei—yang diklaim sebagai proyek energi bersih—justru membawa penderitaan bagi masyarakat sekitar akibat kerusakan lahan dan turunnya hasil pertanian.

Aliansi juga memprotes SK Menteri KLHK No. 357 tentang penetapan Hutan Laob Tumbes di Pulau Timor sebagai kawasan hutan produksi tetap, yang disebut mengabaikan hak masyarakat adat.

Sumber: Pos Kupang
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved