Polisi Aniaya Warga Hingga Tewas

Pengamat Hukum Sebut Kasus di Ende Sebagai Pelanggaran Serius 

Perilaku anggota Polri di masyarakat seharusnya mencerminkan nilai-nilai Tri Brata dan Catur Prasetya,

|
Penulis: Irfan Hoi | Editor: Oby Lewanmeru
POS-KUPANG.COM/RAY REBON
Pakar Hukum Unwira Kupang, Mikhael Feka. 

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Irfan Hoi

POS-KUPANG.COM, KUPANG  - Tindakan oknum anggota Polri di Ende yang diduga dalam keadaan mabuk kemudian melakukan penganiayaan hingga menyebabkan korban meninggal dunia merupakan bentuk pelanggaran serius, baik secara hukum pidana maupun etika profesi kepolisian. 

Dari aspek hukum pidana, perbuatan tersebut dapat dijerat dengan Pasal 351 ayat (3) KUHP tentang penganiayaan yang mengakibatkan mati, atau bahkan Pasal 338 KUHP apabila terbukti ada unsur kesengajaan. 

Keadaan mabuk tidak dapat dijadikan alasan pemaaf, sebab hal itu merupakan keadaan yang ditimbulkan sendiri (self-induced intoxication) dan tidak menghapus pertanggungjawaban pidana. 

Dari sisi etika profesi, perbuatan tersebut melanggar Kode Etik Profesi Polri sebagaimana diatur dalam Peraturan Kapolri Nomor 7 Tahun 2022, yang mewajibkan setiap anggota menjaga kehormatan, kepribadian, dan martabat institusi.

Kasus semacam ini memperlihatkan adanya kelemahan dalam pengawasan dan pembinaan internal di tubuh Polri, khususnya dalam menjaga disiplin, perilaku sosial, serta stabilitas mental anggotanya. 

Baca juga: Korban Tewas yang Dianiaya Polisi di Ende Hendak Pulang ke Kalimantan


Diperlukan sistem pengawasan yang lebih ketat dan berkelanjutan melalui pembinaan rohani dan mental (Binrohtal), serta penerapan early warning system terhadap anggota yang menunjukkan perilaku menyimpang seperti kebiasaan minum-minuman keras atau bertindak kasar di masyarakat. 

Selain itu, ketegasan pimpinan satuan sangat menentukan dalam menegakkan disiplin, sebab toleransi terhadap pelanggaran kecil seringkali menjadi akar lahirnya pelanggaran yang lebih besar.

Secara normatif, aturan untuk mencegah perilaku menyimpang anggota Polri sebenarnya sudah cukup memadai, mulai dari Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, Peraturan Kapolri tentang Kode Etik Profesi Polri, hingga mekanisme penegakan hukum pidana bagi anggota yang melakukan tindak kejahatan. 

Namun, yang masih lemah adalah konsistensi penerapan dan keteladanan pimpinan dalam menegakkan aturan tersebut. Oleh karena itu, Polri harus berani menindak tegas anggotanya yang terbukti bersalah, bukan demi hukuman semata, tetapi untuk memulihkan kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian.

Perilaku anggota Polri di masyarakat seharusnya mencerminkan nilai-nilai Tri Brata dan Catur Prasetya.

Nilai-nilai itu, yakni menjadi pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat dengan menjunjung tinggi integritas, kedisiplinan, dan tanggung jawab moral. 

Setiap tindakan menyimpang, apalagi yang menimbulkan korban jiwa, bukan hanya merugikan korban dan keluarganya, tetapi juga merusak citra Polri sebagai institusi penegak hukum. 

Oleh karena itu, penegakan hukum yang transparan dan adil terhadap oknum pelaku merupakan langkah penting untuk memulihkan marwah kepolisian di Nusa Tenggara Timur. 

Sekaligus menjadi momentum refleksi agar budaya profesionalisme dan akuntabilitas benar-benar menjadi bagian dari sistem dan kepribadian setiap anggota Polri. (fan) 

Ikuti Berita POS-KUPANG.COM Lainnya di GOOGLE NEWS

 

Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved