NTT Terkini
Kekeluargaan Umat Beragama di NTT Jadi Sarana Tangkal Radikalisme
Reinner yang juga Guru Besar Undana Kupang ini menjadi salah satu narasumber dalam kegiatan Tulisan Cinta Menyongsong Indonesia Emas
Penulis: Irfan Hoi | Editor: Edi Hayong
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Irfan Hoi
POS-KUPANG.COM, KUPANG- Reinner Ishaq Lerrick, aktivis sosial dan anggota MUI dan FKUB NTT ini memaparkan solidaritas masyarakat Nusa Tenggara Timur (NTT) yang masih lestari.
Ia mengangkat ini sebagai hubungan kekeluargaan antara umat beragama yang mesti bertahan terus di NTT terutama di tangan generasi Z dan milenial.
Reinner yang juga Guru Besar Undana Kupang ini menjadi salah satu narasumber dalam kegiatan Tulisan Cinta Menyongsong Indonesia Emas (TINTA EMAS), bertema "Goresan Cinta untuk Memperkuat Ketahanan Nasional" yang digelar Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) NTT.
Ia mencontohkan di Kabupaten Alor, NTT, yang mana saat pembangunan gereja maka dibantu oleh umat muslim, begitu pula kala pembangunan masjid akan dibantu umat Nasrani.
"Aspek kultural dengan ragam budaya di setiap suku-suku di NTT telah mengingatkan kita tentang toleransi, keberagaman dan kekeluargaan," kata dia, Sabtu (11/10/2025).
Baca juga: Rawat Kerukunan, FKUB NTT Gelar Dialog Lintas Agama di GBI Jemaat Kemah Pemulihan Kota Kupang
Masyarakat NTT juga memiliki relasi kekeluargaan yang sangat tinggi misalnya dilihat dari marga, hubungan kawin mawin hingga hubungan saling menghormati antar umat beragama.
"Kalau orang lain kenal marga kita maka biasanya mereka cari keterkaitan dengan keluarga kita, asalnya mana saja, tanpa pandang agama apa, itu baik," lanjut dia.
Ia menyoroti khusus generasi muda karena Indonesia bakal menikmati bonus demografi hingga 2035. Hal ini dapat menjadi keuntungan dan juga kerugian khususnya apabila Generasi Z dan Milenial terpapar paham radikalisme.
"Karena cukup besar generasi ini yang memiliki kecenderungan ekslusif terhadap agama mereka, artinya bisa tak mengenal saudara mereka yang beragama lain, atau tidak ingin mengetahui titik rekat antar satu dengan yang lain," lanjutnya.
Untungnya, hampir 90 persen generasi Z dan milenial bangga dengan rasa nasionalisme dan toleransi. Namun yang perlu diperhatikan ialah generasi Z sendiri belum memiliki pemahaman mengenai aksi terorisme karena kurangnya literasi dan sosial.
Baca juga: FKUB NTT Bersama Tokoh Agama Katolik dan Protestan di Kupang Sepakati Enam Poin Bangun Harmonisasi
Sebelumnya, ia menjelaskan pemicu awal radikalisme di Indonesia ialah intoleransi. Hal ini yang memicu sekelompok orang dengan faham ekstrem ini melakukan aksi kekerasan.
"Cara yang dipakai sekarang pun sudah terang-terangan dengan media-media elektronik yang punya daya picu atau penetrasi yang berbahaya," kata dia.
Media sosial saat ini memang punya daya agitasi yang kuat sehingga perlu dicegah muncul dari faktor-faktor terkait seperti ideologis, faktor politis hingga sosial - ekonomi.
Kondisi ini ditambah dengan generasi muda yang memiliki beberapa gadget sehingga dapat berpengaruh pada informasi yang mereka terima sehari-hari.
Untuk itu, kata dia, budaya, sistem kekeluargaan, sosial dan lingkungan perlu diwarisi ke generasi saat ini sehari-hari. (fan)
Ikuti Berita POS-KUPANG.COM lainnya di GOOGLE NEWS
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.