NTT Terkini

Pempus Pangkas Anggaran, Pemprov NTT Siasati Opsi Lain untuk Gerakkan Ekonomi Daerah 

Dia mengatakan, otonomi daerah bukan hanya sekadar memiliki kepala daerah sendiri, tetapi juga tentang kemandirian fiskal. 

Penulis: Irfan Hoi | Editor: Oby Lewanmeru
POS-KUPANG.COM/IRFAN HOI
Gubernur NTT Melki Laka Lena saat diwawancarai wartawan. 

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Irfan Hoi

POS-KUPANG.COM, KUPANG  - Pemerintah Pusat (Pempus) memangkas alokasi anggaran untuk Pemerintah daerah, termasuk Pemerintah Provinsi (Pemprov) Nusa Tenggara Timur (NTT). 

Gubernur NTT Melki Laka Lena mengatakan, seluruh daerah saat ini memiliki kesulitan yang sama yakni keterbatasan fiskal. Namun, masalah itu dibutuhkan langkah lain untuk mengatasinya. 

"Itu membutuhkan kemampuan menyiasati kondisi yang ada. Mengoptimalkan berbagai peluang yang bisa dipakai menggerakkan ekonomi daerah," katanya, Kamis (9/10/2025). 

Politikus Golkar itu menyebut sejak awal pihaknya sudah memahami rencana pembangunan ekonomi Presiden Prabowo Subianto yang diterapkan dalam berbagai instrumen, termasuk transfer dana ke daerah. 

Untuk itu, kata dia, Pemprov NTT berupaya agar program Pempus yang bersifat langsung bisa dialokasikan. Selain memanfaatkan program Pemerintah yang ada di daerah seperti Makan Bergizi Gratis (MBG). 

Baca juga: Lantik 617 Pejabat, Gubernur NTT Bilang Ada Banyak Catatan Sana Sini, Seperti Apa 


Melki juga menyebut siasat lainnya adalah menggandeng pihak lain yang bisa membantu pertumbuhan ekonomi. Pelibatan pihak lain itu tentu tidak menggunakan APBD maupun APBN. 

"Penyangganya lagi kita komunikasi, sehingga nanti diluar APBD, APBN, kita mesti persiapkan sumber pembiayaan dari pihak yang bisa membantu menggerakkan ekonomi daerah," ujarnya. 

Akademisi Administrasi Bisnis FISIP Undana Ricky Ekaputra Foeh, MM, menyebut pemangkasan anggaran transfer ke daerah (TKD) dari Pemerintah Pusat, tidak perlu ditanggapi panik. Pemerintah daerah harus berinovasi. 

Menurut dia, tahun 2026 mendatang, Pemerintah Daerah (Pemda) akan menghadapi tantangan fiskal yang tidak ringan. Dalam APBN 2026, TKD hanya dianggarkan sebesar Rp 650 triliun, turun cukup signifikan dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai Rp 919 triliun. Artinya, terdapat pengurangan sebesar Rp269 triliun.

"Penurunan TKD ini sesungguhnya dapat dilihat sebagai wake up call bagi Pemda," katanya. 

Dia mengatakan, otonomi daerah bukan hanya sekadar memiliki kepala daerah sendiri, tetapi juga tentang kemandirian fiskal. 

Karena itu, Pemda perlu lebih gesit dan inovatif, bukan hanya mengeluhkan pengurangan dana pusat.

Ricky menyarankan beberapa hal tentang kebijakan pemangkasan TKD itu. Pertama, refocusing belanja. Pemerintah perlu menghentikan pengeluaran yang kurang bermanfaat, seperti kegiatan seremonial, perjalanan dinas berlebihan, atau belanja rutin yang tidak berdampak signifikan. 

"Anggaran harus dialihkan ke sektor prioritas: pendidikan, kesehatan, infrastruktur dasar, dan perlindungan sosial," ujarnya. 

Kedua, Pemerintah melakukan optimalisasi aset daerah. Ricky menyebut banyak aset daerah tidak termanfaatkan secara optimal. Tanah, gedung, hingga BUMD yang kurang produktif perlu dihidupkan kembali. 

Aset-aset tersebut bisa disewakan, dikerjasamakan, ataupun dikelola secara profesional agar menjadi sumber PAD baru.

Ketiga, pemanfaatan skema smart financing. Pemerintah di daerah bisa menggandeng pihak swasta melalui skema Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU). 

"Layanan publik seperti rumah sakit, sekolah, 
hingga puskesmas bisa dikelola lebih efisien melalui model BLUD yang lebih fleksibel," katanya. 

Kemudian, digitalisasi layanan publik. Transformasi digital harus menjadi prioritas. Selain mempercepat dan memudahkan pelayanan, digitalisasi juga dapat menutup kebocoran penerimaan serta meningkatkan kepatuhan masyarakat dalam membayar pajak maupun retribusi.

Baginya, sinergi program dengan Pemerintah Pusat juga sangat penting. Sektor pendidikan dan kesehatan sebagian besar telah ditangani pemerintah pusat, Pemda sebaiknya lebih fokus pada layanan dasar lain yang langsung bersentuhan dengan masyarakat. 

"Kolaborasi yang baik dengan program pusat akan meringankan beban daerah," kata dia. 

Menurut Ricky, kebijakan baru itu menjadi momentum bagi setiap daerah untuk lebih kreatif. Pengurangan TKD akan terasa berat, terutama bagi daerah yang memiliki PAD terbatas. 

Namun, hal tersebut tidak boleh menjadi alasan turunnya kualitas pelayanan publik. Justru ini menjadi momentum untuk membuktikan bahwa Pemda dapat tetap kreatif dan inovatif meskipun ruang fiskalnya semakin sempit.

"Menaikkan pajak bukanlah satu-satunya solusi," tambah dia. 

Dia mengatakan, kuncinya terletak pada efisiensi pengelolaan anggaran dan keberanian melakukan inovasi. Dengan manajemen belanja yang cerdas, pemanfaatan aset daerah yang optimal, serta kerja sama dengan swasta, Pemda tetap dapat menjaga kualitas layanan publik tanpa membebani masyarakat.

Ia menyebut, efisiensi TKD 2026 harus dipandang sebagai tantangan sekaligus peluang. Tantangan, karena daerah dengan PAD rendah akan menghadapi tekanan yang lebih besar. Peluang, karena inilah saat yang tepat untuk mempercepat reformasi fiskal di tin"Jika Pemda berani melakukan pembenahan, sangat mungkin akan lahir daerah-daerah yang lebih mandiri, inovatif, dan dekat dengan warganya," kata dia. 

Menurut dia, ukuran keberhasilan Pemda bukan seberapa besar dana transfer yang diterima dari pusat, melainkan seberapa nyata dampak pelayanan publik yang dirasakan oleh masyarakat setiap hari. (fan) 

Ikuti Berita POS-KUPANG.COM Lainnya di GOOGLE NEWS

Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved