NTT Terkini 

Prospek Agribisnis Ubi Kayu di NTT

Prospek agribisnis ubi kayu cukup baik mengingat kebutuhan ubi kayu yang tinggi dengan jumlah penduduk yang semakin bertambah.

Editor: Oby Lewanmeru
POS-KUPANG.COM/HO
Grafik Produksi Ubi Kayu di Provinsi Nusa Tenggara Timur 

POS-KUPANG.COM, KUPANG -- Masalah kemiskinan masih menjadi persoalan mendasar di Indonesia sehingga perlu dilakukan upaya guna menurunkan jumlah kemiskinannya.

Keberhasilan menurunkan penduduk miskin diperlukan model pemberdayaan Masyarakat yang spesifik dan terpercaya (reliable) serta tepat sasaran.

Penyusunan model pemberdayaan masyarakat yang terpercaya dapat menjadi instrumen tangguh bagi pengambil kebijakan dalam memfokuskan perhatian pada perbaikan kondisi hidup orang miskin. 

Isu strategis yang saat ini berkembang dalam wacana pembangunan nasional adalah bagaimana upaya memperbesar skala kegiatan ekonomi pertanian, industri dan perdagangan dalam rangka mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Salah satu konsep yang digunakan adalah meningkatkan potensi sumberdaya lokal melalui agroindustri sehingga keterkaitan antar sektor tersebut dapat berkesinambungan atau terjadinya keterkaitan yang tinggi antar sektor hulu, sektor antara dan sektor hilir.

Baca juga: Rawat Tradisi di Festival Uwi Kaju 2025, Tumbuhkan Harapan Ubi Kayu Ende

Pemberdayaan masyarakat khususnya dipedesaan yang berbasis kepada potensi lokal merupakan strategi jitu untuk menggerakkan ekonomi daerah berdasarkan sumberdaya yang dimilikinya.

Indonesia sebagai negara agraris kaya akan sumber pangan lokal yang berkualitas dan sehat karena didukung kecukupan udara tropis dan sub tropis yang berpotensi memaksimalkan fotosintentis tanaman. 

Produk pangan lokal adalah olahan bahan pangan yang telah lama diproduksi serta telah berkembang dan dikonsumsi di suatu daerah atau suatu kelompok masyarakat lokal tertentu.

Umumnya produk pangan lokal diolah dari bahan baku lokal, menggunakan teknologi lokal, pengetahuan lokal pula, dan berkaitan erat dengan budaya lokal setempat yang berasal dari dalam negeri.

Berbagai sumber pangan lokal yang tersedia di Negara Indonesia antara lain: ubi kayu, ubi jalar, pisang, jagung, labu kuning, sukun, ganyong, sagu, gembili, empon-empon, umbi garut, talas, gedung, dan lainnya.

Potensi pangan lokal nasional. Salah satu potensi manfaat pangan lokal yang perlu diperhatikan dan dikembangkan adalah Ubi Kayu atau singkong.

Singkong (Manihot utilissima atau Manihot esculenta crantz) yang juga dikenal dengan nama Ketela Pohon atau Ubi Kayu adalah pohon tahunan tropika dan subtropika dari keluarga Euphorbiaceae. 

Umbinya dikenal luas sebagai makanan pokok penghasil karbohidrat dan daunnya sebagai sayuran. 

Prospek agribisnis ubi kayu cukup baik mengingat kebutuhan ubi kayu yang tinggi dengan jumlah penduduk yang semakin bertambah.

Ubi kayu sendiri cukup mudah untuk dibudidayakan dalam artian ringan perawatannya, dapat bertahan terhadap ketersediaan air yang sedikit di lahan kering maupun kurang subur, memiliki daya tahan terhadap penyakit dan tidak membutuhkan waktu yang terlalu lama untuk panen.

Sehingga keberadaan ubi kayu menjadi kebutuhan yang selain untuk memenuhi pangan dan industri, juga menjadi sumber penghasilan bagi petani yang mengusahakannya. 

Ubi kayu sebagai tanaman budidaya menjadi salah satu komoditi unggulan di Provinsi Nusa Tenggara Timur sebab ubi kayu adalah tanaman yang tidak membutuhkan syarat tumbuh yang rumit dan sarana produksi yang sangat rendah sehingga ini akan menjadi solusi bagi petani yang memiliki lahan tidak produktif untuk mendapatkan nilai tambah dalam meningkatkan kesejahteraan para petani khususnya di Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Namun yang sering menjadi permasalahan adalah petani ubi kayu justru umumnya miskin dan membutuhkan upaya penanganan khusus.

Karakteristik usaha tani ubi kayu yang spesifik membutuhkan upaya khusus untuk menambah pendapatan usaha taninya sehingga menjadi tidak miskin lagi.

Tingkat keberhasilan dari upaya tersebut agar dapat terukur dan tepat sasaran diperlukan model pemberdayaan petani ubi kayu.

Begitu juga dalam proses pemasaran terdapat lembaga-lembaga pemasaran dari produser ke konsumen yang terlibat dalam saluran pemasaran, sehingga terjadi perbedaan harga yang diterima produsen dengan harga yang dibayar oleh konsumen.

Perbedaan harga tersebut disebabkan adanya biaya dan keuntungan pemasaran dan pada umumnya semakin banyak lembaga pemasaran yang terlibat dalam biaya pemasaran atau rantai pemasarannya semakin panjang, maka perbedaan harga tersebut semakin besar, sehingga akan mendapat share (bagian harga) yang lebih rendah.

Berdasarkan hal tersebut diatas, Efandri Agustian, S.E., M.M sebagai Peneliti dari Universitas Nusa Cendana, mencoba melakukan penelitian tentang sebab-sebab faktor diatas bisa terjadi dan bagaimana solusinya.

Lewat Penelitian yang dilakukannya bersama Marisi, S.STP, MM yang juga merupakan Akademisi yang berfokus pada Manajemen Supply Chain khususnya untuk Teknologi hasil Pertanian, dan Lia Nur Fadhilah, S.E., M.M serta Midian Sihombing, MBA. Mereka melakukan Analisa dan menemukan permasalahan bahwa Proses Supply Chain dari Petani sampai ke konsumen melibatkan 7 pelaku utama yang menyebabkan proses ini berjalan begitu lama yaitu, Petani, Pedagang Pengumpul, Agen Kecil, Agen Besar, Pengecer, Pasar Modern dan Konsumen. Oleh karena itu kedepan, Pemerintah perlu mengambil Langkah melalui interpensinya agar Petani Ubi Kayu dapat merasakan kesejahteraannya.  (*)

Ikuti Berita POS-KUPANG.COM Lainnya di GOOGLE NEWS

Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved