NTT Terkini
Pengamat Pendidikan di NTT Nilai Pelibatan Guru untuk MBG Sangat Berisiko
Pengamat Pendidikan dari Undana menilai pelibatan guru dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) sangat berisiko
Penulis: Irfan Hoi | Editor: Edi Hayong
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Irfan Hoi
POS-KUPANG.COM, KUPANG- Pengamat Pendidikan dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) Dr Marsel Robot menilai pelibatan guru dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) sangat berisiko.
Sebab, guru akan terlibat dalam masalah bila terjadi sesuatu hal diluar kendali seperti keracunan siswa yang ada di sekolah itu.
Marsel mendorong guru fokus pada urusan pendidikan ketimbang mengambil bagian dalam MBG.
"Sebaiknya tidak boleh diterima. Sekolah menolak surat edaran. Jangan sampai modus bagi-bagi tanggung jawab kalau ada masalah. Sangat berisiko melibatkan sekolah kalau ada masalah," katanya, Rabu (1/10/2025).
Baca juga: Bupati Kupang Pastikan Program Makan Bergizi Gratis Aman bagi Siswa
Para guru, ujar dia, akan dimintai pertanggungjawaban kalau pelaksanaan MBG pada sekolah itu bermasalah. Apalagi beberapa waktu terakhir banyak keracunan MBG yang timbul akibat dari program tersebut.
Dia berpandangan, sekolah berhak menolak pelibatan itu. Pengelola sebaiknya menggandeng pihak lain yang tidak ada urusan dengan pendidikan. Sehingga, guru ataupun sekolah tidak terperangkap dalam bagian ini.
"Nanti guru dipanggil untuk ditanya padahal dia tidak tahu siapa yang urus di dapur, menyiapkan makanan ini. Guru masuk dalam komponen yang bertanggungjawab kalau ada masalah," katanya.
Berkaca ragam masalah MBG, kata dia, Marsel menyarankan sekolah atau guru agar tidak terlibat. Marsel heran dengan terbitnya surat edaran oleh Badan Gizi Nasional (BGN) agar melibatkan guru.
Padahal, potensi konflik bisa saja terjadi kalau guru dilibatkan. Kecemburuan antar guru bisa muncul. Disamping adanya waktu yang tersita dari guru karena harus mengurus MBG.
Baca juga: BREAKING NEWs: 11 Siswa SD Inpres Liliba Diduga Keracunan Makan Bergizi Gratis
Sisi lain, jikapun terpaksa dilibatkan, maka kepala sekolah harus ikut berada dalam komposisi distribusi MBG. Risiko yang berpeluang terjadi membutuhkan kehadiran pimpinan sekolah itu.
"Menurut saya ini paradoks. Kalau banyak guru bantu, lalu dia pilih hanya dua, yang lain bagaimana. Ini menciptakan jejaring persoalan baru," katanya.
Ia meminta Presiden Prabowo Subianto agar menghentikan program ini.
Sebaiknya, kata dia, anggaran triliunan rupiah ini diarahkan pada penguatan kapasitas dan pembangunan sarana prasarana sekolah untuk mendukung pendidikan.
Marsel berpendapat, MBG itu mal-program. Padahal, lembaga pendidikan justru membutuhkan hal lainnya yang jauh lebih penting. Indonesia saat ini tidak dalam kondisi kelaparan yang membutuhkan program ini.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.