Cerpen
Cerpen: Lagu dari Timur
Namun di balik senyumnya, hati Novita gelisah. Ia baru pindah ke Jakarta tiga bulan lalu, dan logat Malukunya sering jadi bahan olok-olokan.
Oleh: Paramitha Adrisa *
POS-KUPANG.COM - Suara tifa menggema di aula sekolah ketika Novita, siswi asal Maluku, melangkah ke panggung.
Hari itu, SMA Harapan Bangsa tengah merayakan Sumpah Pemuda dan Bulan Bahasa.
Panggungnya dihiasi bendera kecil dari berbagai daerah, dan di atasnya terbentang banner dengan kalimat bercetak besar, “Merawat Budaya dalam Arus Dunia”.
Namun di balik senyumnya, hati Novita gelisah. Ia baru pindah ke Jakarta tiga bulan lalu, dan logat Malukunya sering jadi bahan olok-olokan.
“Bahasanya lucu banget, Nov,” kata teman sekelasnya dulu.
Baca juga: Cerpen: Ketika Panggilan Hati Bersua dengan Panggilan Ilahi
Sejak itu, Novita jarang berbicara di depan umum. Ia takut salah ucap, takut ditertawakan.
Tapi hari ini berbeda. Ia diminta membawakan lagu daerah Maluku dalam
acara puncak.
Ia sempat menolak, tapi Bu Ratna, guru Bahasa Indonesia, menatapnya lembut.
“Novi, bahasa dan lagu daerahmu itu bagian dari kekayaan Indonesia. Kalau kamu tidak berani menunjukkannya, siapa lagi?”
Musik tifa mulai berdentum pelan. Novita menggenggam mikrofon, menatap ratusan pasang mata. Ia menarik napas dalam, lalu bernyanyi.
“Beta sayang tanah Maluku…
Samudra biru gunung dan batu…”
Suara lembutnya memenuhi ruangan. Semula ada bisik-bisik kecil di antara
siswa, tapi perlahan semua terdiam.
Lagu itu membawa suasana hangat, seolah ombak timur datang menyapa Jakarta. Ketika lagu selesai, tepuk tangan membahana.
Bahkan teman-teman yang dulu menertawakannya kini berdiri memberi hormat.
Dengan sedikit gemetar, Novita berbicara, “Dulu saya malu dengan logat dan bahasa daerah saya. Tapi sekarang saya tahu, justru di situlah jati
diri saya. Indonesia bukan hanya satu suara, tapi ribuan bahasa yang bersatu.”
Suasana hening sesaat, lalu riuh dengan tepuk tangan panjang.
Setelah acara, Lani, teman sekelasnya mendekat dengan senyum kagum.
“Nov, lagu kamu keren banget. Aku baru tahu bahasa Maluku seindah itu.” Novita tertawa kecil.
“Karena kamu baru mau dengar.” Lani mengangguk. “Aku jadi ingin
belajar bahasa daerahku juga. Kayaknya asyik kalau kita bikin proyek lagu berbagai bahasa di Indonesia.”
Mata Novita berbinar. “Itu ide bagus! Kita bisa tunjukkan kalua Indonesia itu beragam, tapi satu.”
Di luar aula, matahari sore menyinari bendera merah putih yang berkibar.
Novita menatapnya dengan dada bergetar bangga. Rasanya sangat pas.
Ia tidak lagi merasa kecil, karena logatnya berbeda. Justru dari perbedaan itulah Indonesia menjadi kaya. (*)
* Tifa adalah alat musik pukul tradisional yang berasal dari Indonesia bagian timur, khususnya Kepulauan Maluku dan Papua.
*) Paramitha Adrisa,siswi kelas 10 SMA Regina Caeli, Bogor, Jawa Barat.
Simak terus artikel dan berita POS-KUPANG.COM di Google News
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/kupang/foto/bank/originals/ilustrasi-penyanyi.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.