Opini
Opini: Bedah Indeks Konstruksi, NTT Terendah di Indonesia
Indeks tenaga kerja adalah indeks yang menggambarkan penyerapan tenaga kerja di sektor konstruksi.
Oleh: Jofri Ardo Tiganna Sembiring
Statistisi Ahli Pertama BPS Kabupaten Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur
POS-KUPANG.COM - Konstruksi bukan sekadar pembangunan fisik, tetapi instrumen kunci untuk membuka isolasi wilayah, menurunkan biaya logistik, menciptakan lapangan kerja, dan percepatan pertumbuhan ekonomi daerah tertinggal.
Untuk memahami dinamika pergerakan sektor konstruksi, penting melihat indikator konstruksi seperti tenaga kerja, balas jasa dan upah, serta nilai konstruksi yang dihasilkan oleh Badan Pusat Statistik yang bertujuan sebagai representasi aktivitas ekonomi riil.
Perkembangan sektor konstruksi di Nusa Tenggara Timur ( NTT) sangat terikat dengan kebijakan pemerintah, mengingat sebagian besar proyek bergantung pada pendanaan APBN dan APBD.
Bagaimana NTT dalam Indikator Konstruksi?
Indikator Konstruksi NTT pada triwulan I-2025 mengalami kontraksi hal ini dapat disebabkan banyak faktor seperti penyaluran anggaran, efek musiman pasca akhir tahun fiskal serta instruksi presiden terkait efisiensi belanja negara dan daerah pada 22 Januari 2025.
Baca juga: Opini: Kerusakan Bangunan Konstruksi Tidak Selalu dan Tidak Harus Jadi Tindak Pidana Korupsi
Kebijakan efisiensi anggaran ini berdampak langsung pada anggaran berbagai kementerian, lembaga dan daerah yang menyebabkan penundaan lelang, pembayaran, dan stagnasi perputaran modal di sektor konstruksi.
Namun, Triwulan II-2025 BPS mencatatkan indikator konstruksi mengalami pemulihan, hal ini dilihat dari peningkatan nilai indeks tenaga kerja, balas jasa dan upah, serta nilai konstruksi yang diselesaikan.
Pemulihan ini juga didorong dengan adanya pembukaan beberapa anggaran yang ditutup/relaksasi sehingga proyek dapat kembali jalan sebagaimana mestinya.
Indeks tenaga kerja adalah indeks yang menggambarkan penyerapan tenaga kerja di sektor konstruksi.
BPS dalam publikasi Indikator Konstruksi Triwulan II-2025, Indeks pekerja tetap mengalami pertumbuhan sebesar 2.08 persen secara year-on-year menjadi 109.48 pada triwulan II-2025 dan pertumbuhan secara quarter-to-quarter sebesar 1.22 pada triwulan II-2025 lebih tinggi dari pertumbuhan pada triwulan II-2024 hanya sebesar 0.38.
Pertumbuhan ini juga terlihat pada pekerja tidak tetap/harian, dengan indeks hari-orang triwulan II-2025 meningkat menjadi 106.98 atau tumbuh 0.42 persen dari triwulan II-2024.
Peningkatan ini menunjukkan semakin kuatnya penyerapan tenaga kerja tetap dan harian pada sektor konstruksi di NTT.
Pergerakan yang sama juga terjadi pada indeks balas jasa dan upah. Indeks balas jasa pekerja tetap triwulan II-2025 tumbuh sebesar 1.68 persen secara y-on-y menjadi 129.87, sementara upah pekerja tidak tetap sebesar 129.99 yang bertumbuh sebesar 1.87 persen dari triwulan II-2024.
Kenaikan indeks ini mengindikasikan terdapat pemulihan daya beli masyarakat dan meningkatkan perputaran ekonomi nasional dan daerah dikarenakan terdapat peningkatan nilai balas jasa dan upah pekerja di NTT.
Secara nominal, median balas jasa pekerja tetap konstruksi per bulan di NTT naik dari Rp 2.150.000 per bulan pada triwulan II-2024 menjadi Rp 2.296.000 pada triwulan II-2025.
Hal serupa terjadi pada pekerja tidak tetap/harian yang kini menerima upah Rp 100.000 per hari, meningkat dari Rp 98.000 pada triwulan II-2024. Balas jasa dan upah secara indeks dan nominal mengalami kenaikan.
Namun, kenyataan di lapangan belum berubah banyak. Median balas jasa dan upah naik tetapi belum dapat menembus standar minimum yang sudah ditetapkan pemerintahan provinsi, yakni sebesar Rp. 2.328.969,69 sesuai dengan Keputusan Gubernur Nusa Tenggara Timur Nomor 430/KEP/HK/2024 Tanggal 11 Desember 2024 tentang Upah Minimum Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2025.
Rendahnya median balas jasa pekerja konstruksi di bawah upah minimum provinsi NTT tidak berarti pelanggaran langsung, cerminan dari dominasi tenaga kerja informal berupah tidak tetap/harian, produktivitas rendah, serta lemahnya struktur upah berbasis keahlian di sektor ini.
Dilihat dari indeks konstruksi lainnya, Indeks nilai konstruksi yang diselesaikan NTT pada triwulan II-2025 tercatat sebesar 154.75, tumbuh 1.03 persen dari triwulan II-2024.
Kondisi ini mengindikasikan adanya percepatan aktivitas penyelesaian konstruksi pada pertengahan tahun 2025.
Perkembangan ini mencerminkan proyek-proyek yang sempat tertunda kembali berlanjut, menandakan efektivitas relaksasi fiskal dan peningkatan serapan belanja modal pemerintah.
Dengan demikian, tren ini menjadi sinyal positif bagi percepatan pembangunan infrastruktur dan pemulihan sektor tenaga kerja konstruksi di NTT.
Nusa Tenggara Timur Terendah di Indonesia
Meskipun seluruh indikator mencerminkan pemulihan setelah kontraksi, capaian ini masih jauh tertinggal dibandingkan kinerja nasional. BPS juga mencatat NTT dengan indeks konstruksi terendah di Indonesia.
Hal ini mencerminkan bahwa Indonesia masih mengalami ketimpangan antarwilayah baik dari penyerapan, balas jasa dan upah, serta nilai proyek yang diselesaikan.
Kesenjangan indeks konstruksi antara NTT dan nasional ini mengindikasikan adanya disparitas pembangunan antarwilayah yang belum teratasi.
Apabila tidak ada intervensi kebijakan yang bersifat afirmatif, maka risiko stagnasi sektor konstruksi di NTT akan semakin besar.
Kebijakan afirmatif bertujuan agar setiap wilayah Indonesia mampu mengurangi ketimpangan wilayahnya karena kebijakan yang dilakukan berdasarkan kondisi dan kemampuan di masing-masing wilayah.
Langkah Baru Nusa Tenggara Timur
Langka beberapa provinsi dalam upaya peningkatan indeks konstruksi dapat menjadi acuan langkah baru untuk memperkuat kinerja sektor konstruksi.
Sejumlah daerah berhasil mendorong naik indeks dengan mempercepat realisasi belanja modal, memperkuat tata kelola proyek, dan memanfaatkan sinergi antara pemerintah dan swasta.
Sebagai contoh, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan fokus pada percepatan tender dan realisasi anggaran sejak awal tahun, sementara daerah lain seperti Kalimantan Timur dan Sumatera Utara mengoptimalkan proyek strategis nasional untuk menggerakkan sektor konstruksi dan membuka lapangan kerja baru.
Di sisi lain, daerah seperti Jawa Tengah dan DKI Jakarta meningkatkan kualitas tenaga kerja melalui pelatihan dan sertifikasi yang langsung berdampak pada produktivitas sektor konstruksi.
Langkah-langkah ini menunjukkan bahwa indeks konstruksi tidak hanya bergantung pada jumlah proyek, tetapi juga pada kemampuan daerah mengelola proyek secara efektif, memperkuat kapasitas SDM, dan memastikan keberlanjutan pembangunan.
Beberapa langkah ini sudah diterapkan di NTT. Namun, ada beberapa hal masih mengalami ketertinggalan dibandingkan dengan provinsi lain, seperti ketergantungan akan APBN dan APBD dan ketimpangan antarwilayah di dalam NTT sendiri.
Secara keseluruhan, NTT sudah mengarah ke jalur yang benar dikarenakan dalam visinya NTT berfokus untuk memastikan infrastruktur berkelanjutan demi mewujudkan ekonomi berbasis potensi daerah yang berdaya saing (MAJU) dan visi ASTA CITA Pemerintah Pusat tentang pemerataan ekonomi, pembangunan, SDM, dan sebagainya.
11 November merupakan peringatan hari konstruksi maka dari itu diharapkan semua pihak untuk terus meningkatkan kolaborasi dan eksekusi dalam meningkatkan sektor konstruksi di NTT.
Indeks Konstruksi hanya sebuah gambaran yang diciptakan untuk melihat kondisi konstruksi di berbagai wilayah, tetapi nilai sesungguhnya terletak bagaimana kebijakan dijalankan, pengawasan ditegakkan, dan tenaga kerja diberdayakan.
Pembangunan dapat dikatakan berhasil ketika kemajuannya tidak hanya terlihat dari kenaikan nilai indeks, tetapi juga dari meningkatnya kesejahteraan masyarakat, terbukanya lapangan kerja, dan tumbuhnya kepercayaan publik terhadap arah pembangunan daerah. (*)
Simak terus artikel POS-KUPANG.COM di Google News
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/kupang/foto/bank/originals/Aspal-jalan-ilustrasi.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.