Opini
Opini: Bye Bye Politeknik
Jika RUU Sisdiknas baru disahkan dan mengakomodir hal tersebut, maka semua Politeknik akan berubah nama menjadi Univerisitas Terapan.
Komposisi pembelajaran di universitas terapan yaitu 60 persen praktik dan 40 persen teori.
Konsep pembalajarannya pun berbasis teaching factory dimana kondisi dan atmosfer pembelajaran dirancang sesuai dengan kondisi industri sesungguhnya.
Alhasil mahasiswa universitas terapan diharapkan mampu menguasai ilmu praktis yang relevan dengan industrinya.
Tugas akhir dari mahasiswa univeritas terapan bukanlah merupakan skripsi yang menguji hipotesis dari rumpun ilmu dasar tetapi lebih mengarah pada pelaporan proyek yang memecahkan sebuah persolan di industri atau lapangan.
Ouput yang dihasilkan oleh universitas terapan bukan hanya ijazah namun juga sertikat sertifikasi profesi yang yang dikeluarkan oleh Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) atau badan profesional lain yang sesuai dengan bidangnya.
Secara standar kualifikasi keterampilan maka lulusan universitas terapan diharapkan mampu memenuhi kerangka kualifikasi nasional indonesia (KKNI) level 6 yaitu menjadi seorang spesialis terapan atau manajerial tingkat dasar di lingkup industri.
Tantangan Universitas Terapan
Proses transformasi politeknik menjadi universitas terapan bukan berarti masalah terkait pendidikan tinggi vokasi akan selesai, namun justru menjadi awal dalam menghadapi tantangan baru.
Setidaknya ada empat tantangan utama yang harus dihadapi oleh Universitas Terapan.
- Sinkronisasi kurikulum dengan dunia industri.
- Keberadaaan SDM khususnya dosen dan teknisi yang kompeten terhadap perkembangan industri
- Manajemen kelembagaan antar perguruan tinggi.
- Tantangan daya saing secara global.
Perubahan teknologi dan diversifikasi produk di industri yang begitu cepat menuntut sinkornisasi kurikulum di sekolah yang cepat pula.
Kurikulum yang tersinkronisasi menuntut up grade skill SDM khususnya staff pengajar dan teknisi di universitas terapan.
Jika kurikulum dan skill SDM di universitas terapan tidak bisa menyesuiakan diri terhadap kecepatan perubahan di industri maka bisa dikatakan marwah universitas terapan hilang.
Terakhir, masalah birokrasi kelembagaan perguruan tinggi menjadi tantangan tersendiri di negeri ini.
Seharusnya setiap urusan pendidikan tinggi berada di naungan “Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendiktisaintek)”, namun nyatanya di kementerian lain juga memiliki perguruan tinggi (Politeknik) sendiri.
Jika persoalan hulu komando perguruaan tinggi di Indonesia masih belum terorganisir dengan baik, apakah ada harapan perguruan tinggi khususnya univeritas terapan di Indonesia dapat bersaing secara global dan memberikan dampak positif? (*)
Simak terus artikel POS-KUPANG.COM di Google News
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/kupang/foto/bank/originals/Asrul.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.