Opini

Opini: Alarm Merah Flobamora di Bawah Ancaman Darurat Predatorisme Anak

Ketimpangan, kemiskinan, dan literasi digital yang rendah menjadi pintu masuk bagi praktik eksploitasi yang semakin canggih.

|
Editor: Dion DB Putra
DOKUMENTASI PRIBADI DWISON A RENLEEUW
Dwison Andresco Renleeuw 

Walau kemudian diklarifikasi, pernyataan itu menyingkap kecemasan sosial yang nyata.

Puncaknya pada Juni 2025. Seorang bocah perempuan berusia lima tahun diperkosa berulang kali oleh kerabatnya sendiri di Labuan Bajo. 

Kasus ini menyentak kesadaran publik, di mana predator ternyata bisa berasal dari lingkungan paling dekat yaitu dari rumah sendiri.

Wajah Baru Kekerasan: Dari Medsos ke “Dark Web”

Kekerasan terhadap anak di NTT kini berwajah baru. Jika dulu eksploitasi berlangsung di ruang fisik, kini ia berpindah ke ruang digital. Media sosial menjadi ladang rekrutmen bagi pelaku.

Di Lembata, misalnya, seorang siswi SMA diduga menjual foto dirinya kepada gurunya hanya dengan imbalan puluhan ribu rupiah. 

Kasus ini terungkap lewat layanan konseling HIV/AIDS keliling di sekolah. 

Peristiwa ini menunjukkan bagaimana eksploitasi seksual kini menjelma dalam bentuk transaksi digital yang sulit diawasi. 

Anak-anak tidak hanya menjadi korban predator, tetapi juga korban dari sistem nilai yang membiarkan tubuh mereka diperdagangkan demi kebutuhan ekonomi kecil.

Kasus yang melibatkan mantan Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma, menandai puncak ironi. 

Ia divonis 19 tahun penjara setelah terbukti mengeksploitasi anak di bawah umur dan menyebarkan konten ke dark web.

Seorang aparat penegak hukum yang seharusnya menjadi pelindung, justru menjadi bagian dari jaringan predatorisme anak.

Kasus-kasus ini memperlihatkan bahwa kejahatan seksual kini menembus batas profesi, jabatan, dan kelas sosial. 

Predatorisme tidak lagi tentang “orang jahat di luar sana”, melainkan sistem yang rusak di dalam tubuh masyarakat itu sendiri.

Darurat Seksual dan Krisis Kesehatan

Fakta lain yang tak kalah mengejutkan dari Kementerian Hukum dan HAM NTT. Sekitar 75 persen narapidana di seluruh lapas dan rutan NTT adalah pelaku kekerasan seksual.

Angka ini menggambarkan bahwa kejahatan seksual telah menjelma menjadi epidemi sosial, bukan sekadar pelanggaran moral individu.

Halaman 2/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved