Opini

Opini: Neka Hemong Kuni agu Kalo- Salinan Kerinduan dalam Mimbar Filosofis

Secara gramatikal, ungkapan neka hemong kuni agu kalo, berarti ‘jangan pernah lupa dengan kecintaanmu terhadap tanah air

Editor: Dion DB Putra
DOKUMENTASI PRIBADI WENSIS JANDI
Wensis Jandi 

Oleh: Wensis Jandi
Mahasiswa fakultas filsafat Unwira Kupang Nusa Tenggara Timur

POS-KUPANG.COM - Jauh sebelum berarak ke tanah terjanji, tempat orang-orang membeli matahari, orang Manggarai di Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur telah menimba rasa pada sebuah lagu Ngkiong.

Lagu yang menarasikan, negeri ini tetap menjadi tubuh bagi diriku dan negeri ini tetap menjadi rumah yang menyambut kedatanganku, tergambar dalam lirik “maram rogan ngkiong e tana ya bate ge ta ngkiong e, maram rucukn ngkiong e tamal ya tana rug ge ta ngkiong e” itu. 

Secara gramatikal, ungkapan neka hemong kuni agu kalo, berarti ‘jangan pernah lupa dengan kecintaanmu terhadap tanah air dan kerinduan terhadap kampung halaman.’ 

Baca juga: Opini: Dari Cogito Ergo Sum ke Aku Klik Maka Aku Ada

Ini merupakan salinan kerinduan orang Manggarai yang telah diwariskan dari generasi ke generasi dan membentuk sebuah pemahaman internal dalam menarasikan pengetahuan kolektif. 

Keberadaan ungkapan ini masih tumbuh, hidup, dan relevan hingga saat ini.

Salinan ini pun hendak merepresentasikan kerinduan keluarga terhadap seseorang yang hendak dan sedang merakit jauh dari kampung halaman, baik untuk mencari nafkah atau menimbah pengalaman hidup. 

Salinan ini menjadi alarm yang tak pernah hilang, bila jatuh di atas butiran pasir dan tidak pernah terkikis ombak, bila dilarutkan ke dalam laut. 

Artian ini, seseorang yang akan dan hendak berpergian jauh ( merantau), selalu dalam genggaman dan ikatan bersama. 

Salinan kerinduan ini sangat relevan terhadap realitas para perantau Manggarai saat ini. 

Secara kuantitas waktu, banyak di antaranya memilih untuk tidak akan pernah kembali ke negeri yang telah mendoakannya, bahkan lebih memilih menghabiskan peristiwa-peristiwa dalam jangka waktu yang sangat lama (bertahun-tahun) di perantauan.  

Fenomena ini menimbulkan keprihatinan kolektif, sebab ada penantian di meja makan dan rindu di antara dua hati.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Nusa Tenggara Timur melalui Survei Penduduk Antar Sensus (SuPAS) tahun 2015, tercatat sekitar 13.716 warga Kabupaten Manggarai termasuk kategori recent migrants.

Artinya mereka yang berpindah dari kampung halaman untuk menetap di wilayah lain selama kurun sepuluh tahun terakhir. 

Angka ini memang belum mencerminkan seluruh realitas, sebab banyak mobilitas perantau Manggarai tidak tercatat secara administratif. 

Namun, jika dibandingkan dengan jumlah penduduk Manggarai tahun 2024 yang mencapai sekitar 342 ribu jiwa, maka diperkirakan sekitar 4 persen penduduk Manggarai memilih menetap di perantauan. 

Mereka tersebar di berbagai daerah, terutama di Bali, Kalimantan, dan Papua, serta sebagian kecil di luar negeri seperti Malaysia dan Timor Leste.

Data ini memperlihatkan, bahwa fenomena perantauan bukan sekadar pilihan ekonomi, melainkan juga sebuah perjalanan eksistensial: mencari kehidupan. Namun, kadang kehilangan arah untuk kembali. 

Maka, muncul pertanyaan getir dari keluarga di kampung: Mengapa ia begitu lama di sana? Apakah ia tidak memperhatikan nasib kita di sini? 

Apakah ia sudah melupakan kita?  Atau apakah dia tidak tahu jalan untuk pulang?  

Lirik lagu dan ungkapan ini menegaskan pesan sederhana dan mendalam: “neka hemong kuni agu kalo ” ‘jangan pernah lupa dengan kecintaanmu terhadap tanah air dan kerinduan terhadap kampung halaman’. 

Secara leksikal, neka  berarti  jangan,  hemong berarti lupa, kuni berarti tali pusat manusia, dan  kalo berartinya pohon dadap berduri yang lazim ditanam di tengah-tengah compang atau mezbah adat.

Dari kacamata filsafat  pesan neka hemong (jangan lupa) menyentuh  sisi paling dalam  dari hakikat manusia sebagai makhluk yang mudah lupa.  

Manusia pada hakikatnya cenderung untuk lupa, dan mudah sekali dikelabui untuk lupa. 

Karena itu perjuangan untuk melawan lupa harus diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari, mulai dari hal yang paling elementer sekalipun.  

Gabriel Garcia Marquez  pernah mengatakan, di satu pihak betapa mudahnya manusia itu lupa, sementara di lain pihak, betapa susahnya manusia ingat atau memperoleh kembali ingatannya. 

Dalam tradisi filsafat Plato, mengingat itu berkenaan dengan apa yang disebutnya sebagai anamnesis. 

Menurut Plato, sebelum berada di dunia fana ini, jiwa manusia pernah ber-preeksistensi di alam baka dalam hal ini jiwa dapat memandang secara langsung ide-ide yang merupakan intisari asali dari segala hal material yang fana ini, jiwa tak dapat memandang lagi ide-ide itu. 

Jiwa lupa akan dunia ide-ide itu.  Asumsi publik khususnya masyarakat Manggarai terhadap para perantau yang yang tidak pulang-pulang ke kampung halamanya, jatuh pada pemahaman skeptis, bahwa ia tidak lagi mengingat pesan neka hemong kuni agu kalo karena berbagai alasan di tanah perantau yang mempengaruhi dan menghalangi pikirannya untuk lupa. 

Tidak sampai di sini, selanjutnya bagi Plato ada obat manjur untuk menyembuhkan lupa yakni dengan melakukan anamnesa artinya mengingat dan mengenang kembali dunia ide-ide. 

Hal itu bisa dilakukan bila manusia melepaskan diri dari dunia materi dan jasmani. 

Perantau Manggarai seharusnya  kembali melihat pesan ini dan menjadi akar dalam pikiran mereka agar tidak lupa untuk pulang. 

Tidak hanya sampai mengingat saja tetapi perlu ada pendirian di dalam hati apa tujuan ia tinggal di tanah orang.  

Sebagaimana Agustinus menyebutnya mengingat atau mengenang itu memoria dengan memoria itu orang-orang mengetahui apa yang harus diketahui, bahkan sebelum orang lain memberitahukan kepadanya. 

Memoria itu seperti cahaya batin, yang tersembunyi dalam setiap orang. 

Cahaya batin itu tidak bisa dinyatakan dengan akal namun menerangi seseorang terus menerus. 

Salinan kerinduan “neka hemong kuni agu kalo” bukan hanya pesan moral tetapi seruan filosofis dan eksistensial. (*)

Simak terus berita POS-KUPANG.COM di Google News 

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved