Opini
Opini: Sumpah Pemuda, Janji Merawat Demokrasi Negeri
Seperti diingatkan Robert A. Dahl, demokrasi hanya akan hidup jika ada “partisipasi efektif” dan “kesetaraan suara”.
Karena itu, tugas generasi muda bukan hanya menjadi pemilih, tetapi menjadi guardian of the civic mind.
Karena itulah, pendidikan pemilih dan pendidikan politik tidak boleh dipandang remeh sekadar urusan teknis menjelang pemilu.
Pendidikan pemilih sejatinya membentuk warga deliberatif, mereka yang memahami makna suara, mampu memilah informasi, dan sadar tanggung jawab setelah hari pemungutan suara usai.
Demokrasi bukan ritus lima tahunan, tetapi proses panjang menjaga ruang publik tetap sehat dan rasional.
Dalam konteks inilah, program “KPU Mengajar” yang diusung KPU Provinsi NTT menemukan makna praksisnya.
Program ini menjadi gerakan untuk menanamkan kesadaran kritis, bahwa memilih adalah tindakan moral, bukan sekadar ritual.
Dalam kerangka konseptual Dahl, program ini memperkuat dua pilar demokrasi yakni enlightened understanding dan control of the agenda, pemahaman tercerahkan dan kemampuan menentukan arah isu publik.
Landasan filosofisnya dapat ditelusuri jauh ke pemikiran Plato, pendidikan adalah inti dari keadilan politik.
Tanpa pendidikan, rakyat mudah digiring oleh retorika dan kepentingan sempit.
“KPU Mengajar” dengan cara itu menjadi philosophical praxis, cara paling sederhana untuk merawat jiwa demokrasi berdasarkan nalar publik.
Di tengah riuh rendah disrupsi digital, program ini mengembalikan makna politik pada tempat asalnya sebagai perjuangan bersama demi kebaikan publik (the common good), bukan sekadar perebutan kursi kekuasaan.
Pendidikan pemilih berkelanjutan adalah investasi jangka panjang demokrasi untuk menyiapkan generasi yang tidak mudah dibeli oleh pragmatisme murahan, tetapi berpikir dengan nalar kritis dan etika publik.
Demokrasi tidak tumbuh dari sensasi digital, tetapi dari warga yang tercerahkan dan berani berpikir jernih.
Sumpah Pemuda 1928 lahir dari kesadaran kolektif untuk bersatu melawan penjajahan.
Kini sumpah itu menuntut tafsir baru berupa janji generasi penerus untuk merawat demokrasi agar tak dikerdilkan menjadi kontestasi elitis.

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.