Opini

Opini: Muliakan Air, Strategi Tangguh NTT Menyambut Hujan Awal Musim

Faktor terakhir yang memicu peluang hujan tinggi secara lokal adalah kondisi perairan laut wilayah NTT. 

Editor: Dion DB Putra
DOKUMENTASI PRIBADI HAMDAN NURDIN
Hamdan Nurdin 

Dua "raja" iklim global seperti El Nino Southern Oscillation (ENSO) di Samudra Pasifik dan Indian Ocean Dipole (IOD) di Samudera Hindia, sangat menentukan perilaku curah hujan di NTT

Meskipun kondisi terkini status ENSO berada pada fase Netral dan memiliki kecenderungan pergerakan menuju fase La Nina (suhu laut Samudera Pasifik bagian Tengah hingga Timur lebih dingin) sehingga hal ini akan mendorong massa udara basah dari Pasifik menuju wilayah Indonesia bagian timur khususnya NTT. 

Ini secara langsung akan berdampak pada peningkatan curah hujan di NTT

Sedangkan kondisi IOD saat ini sedang berada pada fase Netral dan diprediksi akan menuju IOD Negatif (di mana anomali suhu muka laut di wilayah perairan Samudera Hindia bagian Timur atau perairan selatan Sumatera dan Jawa lebih hangat) sehingga hal ini akan berdampak pada adanya peluang meningkatkan suplai uap air ke wilayah selatan Indonesia khususnya wilayah NTT. 

IOD Negatif sangat terkenal dengan istilah "booster" hujan bagi wilayah Nusa Tenggara. 

Adanya perubahan pergerakan aliran massa udara yang dilihat dari perilaku monsun yang terjadi, adanya peluang La Nina pada periode Oktober hingga Desember 2025 dan perilaku IOD yang Netral dan berpeluang menjadi Negatif, potensi ini mendukung hujan yang kemudian berupaya menciptakan anomali, di mana hujan datang lebih cepat atau dengan intensitas lebih tinggi dari normal pada awal musim.

Anomali Suhu Permukaan Laut (SPL) 

Faktor terakhir yang memicu peluang hujan tinggi secara lokal adalah kondisi perairan laut wilayah NTT. 

Berdasarkan hasil analisis, Anomali Suhu Permukaan Laut (SPL) Positif di Laut Timor, Laut Sawu dan sebagian Samudra Hindia Selatan NTT. 

Implikasi anomali SPL yang lebih hangat dari normal (≥0.75∘C) bertindak seperti "dapur" raksasa yang meningkatkan proses evaporasi atau penguapan air laut. 

Kelembaban tinggi ini, ketika diangkat ke atmosfer oleh dorongan angin dan didukung oleh dinamika atmosfer (seperti Gelombang atmosfer Kelvin, Rossby atau MJO yang melintas), akan terkondensasi dengan cepat, membentuk awan Cumulonimbus (Cb) yang menghasilkan hujan lebat bahkan bisa meningkatkan aktivitas petir. 

Anomali SPL yang hangat inilah menjadi salah satu alasan penting mengapa wilayah yang berdekatan langsung dengan Laut Timor, khususnya Pulau Timor Barat bagian Timur, menunjukkan peluang besar terjadinya curah curah hujan lebih dari 100 mm per dasarian.

Adaptasi dan Mitigasi Berbasis Ilmu

Dengan pemahaman ilmiah yang jelas, kita bisa merumuskan strategi yang tepat untuk mengubah potensi ancaman menjadi peluang kesejahteraan. 

Strategi Adaptasi (Memanen Berkah) Panen Air Hujan (Rain Harvesting) dalam skala komunal bisa manfaatkan limpahan air dari anomali SPL hangat ini, dimana Pemerintah Daerah dan komunitas didorong untuk membangun dan membersihkan bak penampungan air (embung) serta sumur resapan komunal. 

Halaman 2 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved